12.Dugaan Bima

333 8 0
                                    


Ratih mengambil beberapa lembar permen coklat memasukannya kedalam mulut. Sesekali ia tersenyum melihat tv yang menayangkan anak bernama Nia, ia menghilang entah kemana.

Seorang perempuan berambut bop yang menjadi tersangka menangis tersedu. Ketika sang suami menuduhnya mengusir sang putri yang merupakan anak tirinya. Karna sempat beberapa kali ia melaporkan kelakuan ibu tirinya yang tidakanusiawi.

Ratih terkekeh, membuat bima menoleh sejenak tapi lelaki itu masih sibuk menyiapkan nasi goreng di atas piring.

"Kenapa kamu ketawa sayang, bukanya itu berita berduka?" Tanyanya meletakan nasi goreng milik Ratih di meja. Perempuan itu langsung mengambil sesuatu matanya membulat ketika merasakan enaknya masakan bima.

"Lihat," Ratih menunjuk si wanita berambut bop,"dia itu kayak iblis berpura-pura baik setelah ada masalah. Aku sudah beri pelajaran mereka bagaimana rasanya kehilangan anak?"

"Maksudmu? " Bima mengernyit.

"Maksudku mereka baru tau bagaimana berharganya seorang anak setelah tidak ada!"

"Aku curiga ada yang mengunakan ilmu lama untuk mempercantik dirinya. Apa kau tau desa ini sangat sakral dan ada iblis kuat di gunung sana yang selalu meminta jiwa gadis perawan itu di persembahkan."

"Kamu percaya itu?" Tanya Ratih tertarik dengan ucapan bima.

"Wajar jika kau tak percaya, kau bukan orang sini kan. Sementara aku sudah hidup dengan kakek dan banyak pengalaman yang aku tau. Mulai dari gadis yang hilang dan para pelaku ilmu gaib di bakar."

"Kau menyaksikan semua?" Tanya Ratih dengan mata menajam.

"Yang lebih parah aku menyaksikan ibuku di bakar, padahal dia tidak bersalah. Ibuku memang sangat cantik sejak awal bahkan ia rajin sholat dan mengaji tapi orang-orang begitu kolot dan mudah di manipulasi."

"Kamu membuatku merinding, bima." Ucapnya menyenggol bahu calon tunangannya.

"Eh ... Apa masih ada sisa gulainya?" Tanya bima membuka tutup dandang yang memang sudah kosong. Ia cemberut melirik Ratih yang keliatan tidak peduli.

"Kau pasti tidak suka gulai ku, seleramu kan kelas tinggi aku insecure."

"Kamu kenapa sih sayang selalu aja aku gak di bolehin nyicip. Besok aku datang ke warung mu buat makan."

Ratih memukul dada bima,"sudah ku bilang aku insecure kamu masih ngeyel."





*****



Suara warga menyeruak mengetuk rumah kayu milik bima. Rumahnya benar-benar jebol. Anak kecil itu di peluk ibunya erat.

"Mak jangan tinggalin bima Mak?"

Ucapnya dengan mata memerah, ia tau tak mungkin ibunya seperti yang di katakan orang-orang. Dewi memang sudah memiliki wajah yang cantik sejak muda ia awet muda. Katanya penekun ilmu hitam tak akan mampu sholat ataupun membaca Alquran seperti yang di lakukan Dewi.

"Keluar kamu Dewi!" Ucap seorang pria menarik lengan Dewi kasar bima terlempar. Ia segera bangkit mencoba menolong sang ibu namun tenaganya tak bisa mengalahkan lima lebih parah lelaki dewasa yang menggeret Dewi.

Dengan tangisan yang semakin membesar ia melihat ibunya di dorong ke sebuah api Unggung besar sudah lima lebih perempuan yang di ikat di sana, mereka adalah penekun ilmu sesat tapi tidak dengan dewi.

"Emaaakkk..." Tangisnya berbaur dengan raungan Dewi , kesakitan.

Bima benar-benar membenci orang-orang desa. Beberapa kali tetangganya mengunjunginya memberinya makan tapi bima hanya menatap mereka benci terkadang meludahi mahluk seperti mereka.

"Kamu benar-benar tukang cari masalah seperti ibu mu ya! Sama-sama gak tau di untung!" Bentak tetangganya.

Mengingat ibunya membuat bima kembali menangis tubuhnya semakin kurus karna jarang makan. Jika lapar ia akan mencuri pisang atau mangga. Lebih baik lapar daripada menerima makanan dari para pembunuh ibunya .

"Hentikan!" Ucap sosok kakek tua dengan janggut memutih ia menyembunyikan bima ke punggungnya.

"Kalian memang agak keterlaluan aku sudah mendengar apa yang kalian lakukan semalam, manusia biadab!"

"Kek Joko cuma orang yang baru pindah kesini, jangan sok tau orang -orang seperti mereka memang harus di hancurkan."

Nek Joko menarik tangan bima menjauh dari mereka.

"Bima, saya adalah kakek Joko saya pindah ke mari kemarin. Kamu tinggal sama kakek saja ya...kakek ini orang baik."



Bima membuka matanya ingatan itu muncul kembali di dalam mimpinya. Pantas saja sudah lama ia tak mengunjungi makam kakek Joko karna sibuk bekerja. Ratih sibuk memasak di dapur. Lelaki itu segera bangun lantas mengenakan jaket kulitnya.

"Sayang kamu mau kemana?" Tanya Ratih memegang lengan bima. Tidak menjawab ia menepis lengan Ratih kemudian keluar terburu-buru.

Tanah luas dengan beberapa nisan berbaris. Bima berjongkok menaburkan bunga di makan seseorang yang sudah ia anggap seperti orang tua sendiri.kenangan itu kembali terulang ketika memancing bersama, mengaji bersama.

"Terimakasih kek untuk semua usahanya."jelas bima,"jika tidak ada kakek aku tidak akan bisa seperti sekarang. Andai kakek masih hidup aku pasti akan membahagiakan kakek."

Tak terasa air matanya berlinang membasahi pipinya.



Setelah menghabiskan waktu sekitar 5jam bima kembali ke rumah Ratih untuk mengambil koper dan mobilnya

Perempuan itu langsung berlari dari warung makanya yang ramai.

"Mas, tadi kamu kemana?" Tanya Ratih curiga.

"Aku mau langsung pulang, perutku sakit !"

"Kalau perut mu sakit istirahat dulu mas di rumah nanti siang baru pulang." Senyum Ratih.

Tak bisa menolak Ahirnya bima kembali ke rumah Ratih ia duduk di sofa kelabu ruang tengah tempat, acara tv tidak ada yang menarik pikirannya terlanjur melayang.

Awalnya ia memang jatuh cinta dengan Ratih, lambat laun ia menyadari wajah Ratih yang semakin cantik dan semakin beda dengan asalnya. Apakah ia benar melakukan ritual sesat itu seperti apa yang ada di naluri bima. Berkali-kali meyakinkan diri jika Ratih tidak seperti itu.

Bima beranjak ke dapur mengambil air hangat di dispenser. Ia mendapati gudang di belakang rumah dengan rumput gajah setinggi lutut mengitarinya. Memangnya Ratih gak takut ular?

Bima keluar sebentar untuk membantu pekerjaan kekasihnya di luar namun langkahnya terhenti ketika mendapati orang-orang makan dengan cara tak wajar. Sangat rakus seolah belum makan berhari-hari.

"Di mana Ratih?" Tanya bima menyapa Risa yang tengah menjaga dandang.

Gadis itu kaget ia menyapu ke sekeliling namun Ratih benar tidak ada id sekitar mereka.

"Gak tau pak bima..."

"Ya sudah kasih saya satu porsi!" Ucap bima, setelah mendapatkan seporsi lelaki itu masuk kedalam rumah. Mencicipi makanan buatan pacarnya. Kuahnya gurih dan rasa dagingnya empuk benar-benar perpaduan yang khas. Hanya saja daging domba masih asing di mulutnya .

"Bima!" Pekik Ratih spontan mengambil piring di tangan bima yang hanya mengisahkan setengah.

Bima melotot,"kemu kenapa sih?"

"Aku sudah bilang jangan makan ini, kenapa kamu masih makan!"

"Kamu aneh, atau jangan-jangan kamu menggunakan daging binatang buas sehingga aku tidak boleh makan."

"Bima, kecilin suaramu!"

MANDI DARAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang