Membasuh wajahnya sembari mengacak gusar rambut panjangnya yang terurai, penampilannya kini tampak acak-acakan. Ia tak begitu memedulikan penampilannya, ia hanya masih terpikirkan dengan kejadian tadi. Rasanya seperti di luar kendali, tetapi juga seperti keinginan hatinya karena memendam amarah yang begitu menggebu.
Menarik napas dalam-dalam lalu diembuskan, perempuan itu merapikan sedikit rambutnya yang acak-acakan di hadapan cermin. Setelah merapikan rambutnya, perempuan itu menatap telapak tangannya dengan datar.
Namun, seketika raut datar itu berubah menjadi raut syok saat tangan kurus pucat memegang erat pergelangan tangannya. Refleks ia menatap cermin di depannya yang di mana muncul sosok dengan wajah menyeramkan dan luka di kepala.
Bibir perempuan itu bergetar, tetapi rasanya begitu kelu untuk mengucapkan sepatah kalimat. Hingga tanpa diduga, sosok itu menarik paksa pergelangan tangannya untuk masuk ke dalam cermin. Suaranya yang cukup lama tertahan kini memekik dengan keras.
"KYAAAAA...!"
"Aaa~ ngap!" Mengunyah bakpao berisi kacang hijau dalam ukuran agak besar dengan pipi yang menggembung, Dea tampak menikmati bakpao hangat di tangannya.
"De, aku mau satu bakpaomu," pinta Callista. Menunjuk beberapa bakpao di dalam plastik yang dipegang Dea.
Gadis penyuka bakpao itu sontak menunjukkan tatapan sengitnya pada Callista dan menghentikan kunyahan, ia pun mengambil satu dan memberikannya pada Callista. Tentu saja gadis itu dengan senang hati menerimanya.
Memutar bola mata ke atas sembari menaikkan salah satu alisnya, Putra memasang raut heran ketika guru BK sudah tiga kali memanggil nama yang sama di speaker sekolah, tetapi sepertinya nama yang dipanggil tak kunjung datang sama sekali.
"Budek apa gimana sih yang dipanggil? Udah tiga kali loh," gerutu Putra. Semakin lama ia merasa risih juga mendengar guru BK memanggil nama yang sama sejak tadi.
"Positif thinking aja, orangnya emang budek," sahut Hendra.
Menelan kunyahan terakhirnya, Dea yang sejak tadi diam kini bersuara. "Aku rada syok waktu orangnya mukul pakai piring kaca tadi, udah kebayang sakitnya gimana terus kalau misalkan ada pecahan kaca yang menancap."
Callista meringis mendengar kalimat Dea, cukup mengerikan untuk dibayangkan. "Enggak ekspek bakal dihantam pakai piring tadi, meski kulihat kakaknya itu udah tahan emosi sejak tadi," ungkap Callista. Gadis itu masih meringis membayangkan berapa sakitnya dihantam pakai piring kaca di kepala.
"Aku jadi kakaknya sih bakal melakukan hal yang sama, mulut cewek itu memang minta dihantam sumpah," balas Dea jujur.
Putra pun menyahut, "Tapi aku jadi penasaran, mereka ada masalah apaan sih sampai kelahi kayak gitu? Mana temennya sengaja banget mancing emosi kakak itu."
"Paling masalah cewek, rebutan cowok terus temennya fitnah dan kakak itu emosi," tebak Hendra asal-asalan.
"Masuk akal tapi belum pasti, mau aku carikan informasi tentang gosip mereka enggak? Siapa tahu aku da-"
"Enggak, enggak usah. Jangan kebiasaan menggosip, Call. Urus hidup kamu dulu sebelum urus hidup orang lain, kamu sendiri pun belum tentu mau diurus hidupnya sama orang lain kan?" tegur Dea pedas. Kalimat Dea yang ditujukan ke Callista rasanya seperti menusuk jantung gadis itu bertubi-tubi.
Sementara itu, Putra dan Hendra yang melihat Dea menegur Callista blak-blakan langsung melotot dengan raut tak percaya. Dea kalau menegur atau menyindir seseorang terkadang memang tidak tanggung-tanggung, tetapi mereka tak menyangka Callista yang teman dekatnya pun akan ditegur seperti itu juga.
"Iye, enggak jadi deh."
👻👻👻
Perhatian Callista begitu terfokus pada ponsel yang ia pegang hingga tak begitu memperhatikan jalanan di depan, sejenak ia berhenti di pinggir jalan untuk memperhatikan kanan dan kiri sebelum menyeberang. Dirasa aman, Callista pun berjalan ke depan dan tetap berfokus pada ponselnya.
Namun, orang-orang yang berada di pinggir jalan tiba-tiba berseru. Tapi tidak terdengar begitu jelas dan diabaikan Callista, suara klakson mobil pun mendadak dibunyikan beberapa kali dan akhirnya atensi gadis itu lepas dari ponsel. Pupil matanya mengecil, tubuhnya membeku seolah-olah merasa tak bisa segera menghindari bahaya yang berada di depan mata.
Tetapi, kepanikan dalam batinnya itu seketika sirna dalam sekejap saat seseorang menariknya dengan cepat menyeberangi jalan. Sementara itu, mobil yang membunyikan klakson tadi tetap berjalan dengan kecepatan agak tinggi seolah-olah tak ada apa-apa di depannya tadi.
Callista yang barusan ditarik merasa cukup syok dan tubuhnya bergetar karena terkejut saat ini, sudah terbayang dalam benaknya jika saja orang di depannya ini terlambat menyelamatkannya. Menarik napas dalam-dalam, Callista berusaha menetralkan detak jantungnya yang masih berdegup kencang karena syok tadi.
Callista pun berucap dengan gugup. "Makasih udah tolongin aku, ya, Kak."
Gadis yang menolong Callista tadi pun kini menoleh ke arahnya, Callista sontak menaikkan salah satu alisnya, ia seperti teringat seseorang. "Iya, sama-sama. Lain kali pakai earphone sekalian pas main ponsel di jalan, supaya makin engga kedengaran teriakan orang-orang yang suruh kamu minggir tadi," sindir gadis tersebut.
Callista pun refleks menyengir sambil mengangkat kedua jarinya membentuk peace. "Hehe, lain kali enggak gitu lagi kok. Ngomong-ngomong kakak yang di kantin tadi enggak, sih?" tanya Callista. Sepertinya anak itu melupakan nasihat Dea.
Gadis itu refleks menatap Callista dengan raut yang sulit diartikan lalu menjawab, "Iya. Kenapa?"
Callista sontak menutup mulutnya, persetan dengan nasihat Dea. Gadis itu benar-benar haus akan informasi yang bisa dijadikan gosip terbaru di sekolah. "Tadi tuh di kantin, kakak ada masalah apa sih sama temen kakak? Kok kayaknya serius banget? Kakak yang mulai duluan, ya?"
"Dih! Kepo amat lo jadi bocah, intinya tadi itu dia duluan yang mulai. Dia merebut cowok yang gue suka selama ini dan sekarang gue enggak tahu keberadaannya di mana, makanya tadi di kantin itu gue tanya ke dia tentang cowok yang gue suka itu. Eh, dia malah ngotot seakan-akan enggak tahu apa-apa, mustahil banget enggak sih kalau PHO tuh jujur?" jelasnya panjang lebar dengan raut kesal.
Callista mengerutkan keningnya, merasa tak puas dengan penjelasan tersebut. "Emang kakak sama cowok yang kakak suka itu dah pacaran?"
"Harusnya begitu, andai tuh cewek kagak masuk di kelas crush gue. Pasti kami udah pacaran."
Mendengar hal itu, Callista merasa ada yang janggal dengan ceritanya dan menunjukkan raut yang mengatakan mang eak? Kepada kakak kelas tersebut. Menengok ke kanan, gadis itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah Callista.
"Ojek gue udah datang, jangan sembarangan menyeberang kalau enggak mau mati duluan," pamitnya. Gadis itu melontarkan kata-kata yang begitu menjengkelkan untuk didengar, ditambah ia juga memasang raut judes.
Callista pun hanya mengiyakan ucapan perpisahan gadis itu, apakah Callista percaya dengan cerita tadi? Setengah percaya sih, karena Callista masih merasa ada yang kurang dengan cerita kakak kelas tadi.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
Night Screams✓
HorrorPesantren kilat serta buka bersama di sekolah pada bulan Ramadhan adalah hal biasa juga merupakan kebiasaan rutin yang dilakukan setiap sekolah, agar siswa-siswi mereka tetap memiliki kegiatan di sekolah meski sedang berpuasa. Tapi pernahkah kalian...