11- Keras Kepala

30 16 0
                                    

Berjalan dengan santai sambil mengarahkan senter ponsel ke segala arah, Dea tampak begitu waspada dengan sekitarnya yang begitu gelap gulita. Sebenarnya dia ini bisa dibilang sangat nekat, mau tahu bagaimana ia bisa masuk ke dalam sekolah padahal saat libur begini sekolah selalu dikunci?

Gadis itu berasalan dengan satpam yang berjaga, bahwa ada barangnya yang tertinggal dan harus diambil sekarang. Awalnya satpam tersebut tidak mengizinkan, tetapi karena Dea terus menerus memohon, akhirnya permintaan gadis itu pun dituruti.

Mempercepat langkahnya menuju toilet laki-laki, Dea menarik napas dalam-dalam kemudian diembuskan ketika sampai tepat di depan toilet tersebut, hal itu untuk mengusir rasa takut demi membunuh rasa penasaran yang menggebu-gebu dalam benaknya. Entahlah, gadis itu tidak ingin terlalu ikut campur dalam suatu hal dan tidak terlalu percaya mistis.

Namun, karena hal yang tidak ia percaya itu justru terjadi di hadapannya sendiri kemarin, ia pun memutuskan untuk menyelidikinya. Andai saja libur sekolah belum dimulai, pasti akan sangat mudah mencari tahu tentang kasus ini.

Hanya berdiri di depan toilet itu saja berhasil membuat Dea merinding dan merasa seolah-olah diawasi, ia tidak memiliki kelebihan apapun yang biasa dimiliki anak indigo atau pun seseorang yang memiliki indra keenam. Tapi manusia biasa pasti juga bisa merasakan kehadiran sosok makhluk halus itu kan?

Meneguk ludahnya kasar, Dea memegang erat tongkat kayu serta ponselnya di tangannya untuk berjaga-jaga. "Woi! Keluar! Tunjukkan dirimu!"

Hening, tak ada sahutan....

BRAK!

Srek!

"AARRGGHH...! PANAS...!"

"Akh!" Dea refleks meringis sambil memegangi pipinya saat mendadak dicakar tadi, ia mendongakkan kepalanya ke atas. Memandangi makhluk halus itu yang tampak kepanasan setelah mencakarnya.

Kemungkinan karena ia membawa Al-Qur'an di dalam tasnya, maka dari itulah makhluk halus tersebut kepanasan. "Sakit banget, mana lebamnya belum sembuh lagi," gumam Dea.

Gadis itu merasakan perih yang begitu menyakitkan di pipinya, padahal lebamnya belum sembuh.

Tak ingin membuang waktu. Dea pun berseru, "Woi! Kamu sebenarnya siapa!? Kasih tahu aku!"

Mendengar seruan Dea, hantu itu lantas menghentikan jeritannya dan menatap Dea dari atas. Ia memegangi tangannya yang tampak berlumuran darah, begitu juga sudut kening kanannya, hantu itu menggeram selama beberapa saat.

Namun, hantu itu mendadak menyerang Dea tanpa aba-aba dengan melayangkan apa pun yang berada di sekitar gadis itu secara bersamaan. Netra gadis itu melebar kaget, ia segera mengambil kayu yang berada di sampingnya dan melayangkan kayu tersebut dari kanan ke kiri untuk menghindari benda-benda yang diterbangkan ke arahnya.

Kemudian berjongkok agar tidak terkena benda yang diterbangkan dari arah belakang. "Ck! Apa-apaan langsung ngamuk gitu? Enggak bisa diajak ngomong baik-baik apa?" gerutu Dea kesal. Sebab ia tak memiliki kesempatan untuk melawan.

Berdiri tegap, Dea pun kembali berseru, "Woi! Aku mau ngomong baik-baik! Bisa santai enggak?"

Angin yang berembus kencang di sekitar gadis itu pun mulai berembus pelan seperti angin sepoi-sepoi, hantu itu pun turun ke bawah dengan perlahan dan berdiri tepat di hadapan Dea dengan posisi melayang sedikit tinggi di atas tanah.

Meneguk ludahnya kasar, Dea menarik napas dalam-dalam untuk kedua kalinya agar rasa takutnya hilang. Bagaimana tidak? Kulit hantu itu yang berwarna sawo matang sangat pucat, sudut kening serta telapak tangannya juga berlumuran darah, ditambah raut wajahnya tampak marah. Semakin seram untuk dilihat.

Night Screams✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang