2- Sengaja?

38 18 7
                                    

Menyalakan keran air lalu membasuh tangannya, Putra membasahi rambutnya sedikit kemudian mengibaskannya dan bergaya di kaca hadapannya. Merasa paling ganteng sejagat raya, bahkan pemuda itu memuji dirinya sendiri dalam hati. Namun, lama-kelamaan Putra seperti melihat hal janggal dari pantulan dirinya di cermin.

"Entah perasaanku aja atau ... kayak ada yang aneh, ya? Oh, iya! Harusnya tuh rambutku dibeginikan, nah! Gini kan makin cakep, Shah Rukh Khan pun bisa kalah sama aku kalau gini." Sikap narsis pemuda itu mulai kumat diiringi hidungnya yang kembang kempis.

Ia semakin melakukan banyak gaya di depan cermin karena menyadari ketampanannya. Kulit bersih berwarna kuning langsat, netra hazel serta dengan potongan gaya rambut mullet. Membuat pemuda itu menjadi incaran beberapa kaum hawa yang diam-diam menyukainya.

Beberapa menit telah berlalu, Putra masih saja dengan gayanya yang tak habis-habis di depan cermin. Hingga jejak tangan bertinta merah pekat tertempel di cermin dengan gerakan cepat, seperti di lempar dari arah belakang Putra.

Netra hazel pemuda itu membulat lebar ketika melihat jejak tangan di depannya, bagaimana bisa!? Bahkan ketika pemuda itu menoleh ke belakang, tak ada seorang pun di sana, bahkan di sisi toilet yang lain pun juga.

"Tangan siapa ini?" gumam Putra sambil mengerutkan keningnya. Dengan gemetar, telunjuk pemuda itu maju perlahan hendak menyentuh jejak tangan tersebut.

Putra meneguk ludahnya kasar untuk menyingkirkan rasa takut dalam benaknya, tetapi rasa takut itu seolah-olah dapat dilupakan dalam sekejap ketika pergelangan tangannya langsung ditarik oleh tangan kurus yang keluar dari cermin. Pupil mata Putra mengecil, pikirannya masih mencerna apa yang terjadi di hadapannya.

Hingga wajah pucat seorang laki-laki keluar dari cermin dengan perlahan, laki-laki itu masih memegang erat pergelangan tangan Putra serta menunjukkan tatapan kosong. Sudut kiri keningnya mengalirkan darah yang begitu kental dan pekat, bibir putih pucat tersebut terbuka perlahan hendak mengucapkan sepatah kalimat.

"Cari ... kan dia...."

Tuk!

Sentakan kecil dari spidol yang dilempar tepat di depan wajahnya kemudian memantul ke bawah, sukses membuat Putra terjaga dari tidur panjangnya dan sedang memproses apa yang tengah terjadi. Suasana kelas menjadi sedikit riuh, juga sesekali terdengar seruan meledek dari beberapa anak kelas yang ditujukan kepada Putra.

Putra masih tak dapat menangkap apa yang sebenarnya terjadi, lalu ia menatap Callista yang duduk di seberangnya. Gadis itu tertawa kecil dan menjelaskan, "Kamu kelamaan tidur selama pak Cakra ngajar. Emang kamu enggak nyadar dilempar spidol sama pak Cakra?"

"Ha?" Membeo dengan raut tak paham, Putra pun menolehkan kepalanya ke depan dan netranya bertemu pandang dengan netra Cakra yang kini menatapnya sambil tersenyum.

"Bagaimana, Putra? Tidurnya enak? Coba ulangi dongeng yang saya ceritakan tadi," ledek Cakra. Sontak satu kelas kembali menertawakan Putra yang kini hanya bisa menyengir, begitu juga Callista.

Lagi pula siapa suruh tidur di saat jam pelajaran Cakra, sudah tahu kalau Cakra itu bukan guru yang suka melihat muridnya tidur di kelas, si Putra justru kebablasan.

"Sudah! Putra, ambil spidol yang saya lempar tadi dan jawab soal geografi di papan tulis ini," titah Cakra.

"Baik, Pak." Tanpa disuruh dua kali, Putra langsung maju ke depan dan sedikit kebingungan saat menjawab soal di papan tulis karena ia tidur saat Cakra menjelaskan materinya.

Untung saja Cakra bukanlah guru yang terlalu kejam, ia tetap membantu Putra sedikit dengan memberikan beberapa petunjuk untuk menjawab soal di depan laki-laki itu. Setidaknya dengan perilaku Cakra yang seperti ini, Putra tidak terlalu kesal dengannya.

👻👻👻

"Info, ada gosip terbaru apa enggak?" Hendra memulai percakapan, makan siang serta minum sudah tersedia di hadapan mereka masing-masing untuk menemani waktu istirahat mereka.

"Enggak ada, tapi kalian tahu enggak? Putra mengigau enggak jelas terus dilempar spidol sama pak Cakra," ungkap Callista bersemangat. Mendengar pernyataan Callista, Dea dan Hendra sontak tertawa.

"Eh, sumpah? Ngigau apa si Putra, Call?" Sahut Dea berusaha menghentikan tawanya.

Callista pun mempraktikkan bagaimana Putra saat mengigau di kelas tadi, sementara yang ditertawakan tampak sebal. "Aaaa! Jangan ditarik! Nanti mama marah...! Gitu coy dia teriak, mana dia pas ngigau tuh tangannya kek ditarik beneran, posisinya lagi duduk. Habis ngigau tuh, dia lanjut tidur lagi sambil ngomong enggak jelas."

"Put, kalau kamu kangen mamamu bilang aja. Entar aku panggil dukun biar mamamu bangkit dari kubur," tawar Hendra. Setelahnya laki-laki itu tertawa terbahak-bahak.

"Weh! Gelap coy, gelap," sahut Dea. Buru-buru membuka ponselnya untuk mengeklik tombol senter.

"Hendra parah, hati-hati emaknya Putra gentayangan di rumahmu nanti, Hen." Mereka bertiga kembali tertawa sambil diselingi makian Putra yang merasa tak terima.

"Eh, coy. Tahu enggak? Kemarin-"

"Lo kalau enggak tahu apa-apa, engga usah seenaknya nuduh orang, ya, setan!"

"Weh, cok! Apaan tuh?" Callista bangkit dari kursinya, merasa penasaran dengan seruan wanita yang mengundang perhatian seluruh isi kantin.

Beberapa ada yang mendekat untuk melerai, bahkan ada juga yang hanya ingin menonton karena penasaran. Begitu juga dengan Callista yang langsung mendekati kerumunan untuk melihat apa yang terjadi, Hendra bahkan ikut-ikutan.

Sementara itu, Dea dan Putra yang tetap diam di tempat saling melempar pandang dengan raut penuh tanya. Lalu, keduanya kompak mengangkat bahu masing-masing pertanda mereka memang tidak tahu apa yang sedang terjadi saat ini.

Netra gadis tersebut berputar kemudian menatap sinis temannya. "Kenapa lo!? Engga terima!? Kalau lo macam-macam sama gue, gue bisa loh jadikan ini bukti."

Perempuan dengan rambut panjang sepunggung itu menggeram kesal sambil mengeratkan kepalan tangannya, ia berusaha mengontrol emosi dirinya yang begitu menggebu-gebu serta mengabaikan perintah otaknya untuk menghajar gadis di depannya tersebut.

Menarik napas dalam lalu mengembuskannya, perempuan itu pun berkata, "Mau lo apa sebenarnya?"

"Mau gue? Enggak ada sih, cuma pengen aja bikin lo marah."

PRANG!

Pupil mata Putra mendadak mengecil ketika mendengar pecahan kaca itu yang muncul tanpa aba-aba, perempuan itulah pelakunya. Ia tak bisa menahan emosi, sehingga piring bekas ia makan langsung ia hantamkan di kepala gadis itu dan hancur berkeping-keping.

"Brengsek!" gumam gadis tersebut memaki. Gadis itu memegangi kepalanya yang begitu sakit dan terasa pusing, juga tampak mengalir cairan merah menyala di sudut keningnya.

Karena kejadian spontan barusan, suasana kantin menjadi semakin riuh. Siswi di sana refleks berteriak ketakutan saat perempuan tersebut menghantam gadis di depannya hingga membuat kantin berisik, sementara itu Hendra dan beberapa orang yang berkerumun di sana langsung memisahkan keduanya. Kemudian dengan tegas menyuruh mereka yang berkerumun dan masih memanasi untuk bubar.

Sementara yang barusan dihantam tampak perlahan-lahan kehilangan kesadarannya dan dipapah oleh temannya untuk pergi ke UKS. Callista pun turut andil dalam melerai kedua siswi yang tampaknya adalah kakak kelas, ia masih memegangi lengan perempuan tersebut, takut perempuan itu tak bisa mengontrol emosinya lagi.

Merasa jengah dengan suasana riuh yang sedang terjadi, perempuan itu pun langsung menarik paksa tangannya dari pegangan Callista, lalu pergi meninggalkan kantin tanpa memedulikan berbagai tatapan yang dilontarkan kepadanya. Ia harus pergi ke tempat sepi untuk menjernihkan pikiran dan mengontrol emosinya yang masih menggebu-gebu.

Bersambung

Night Screams✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang