Bab 9

30 3 3
                                    

Ujian Dimulai

Menikah dengan Attar bukanlah impian Fatin terlebih laki-lak yang kini tertidur pulas di sampingnya itu pernah dua kali menjauhinya. Namun, jika takdir menggariskan mereka harus bersama, terikat dalam ikatan perkawinan yang sah, apakah Fatin harus menolaknya?

Terhitung sudah empat hari mereka bersama sejak Om Andi, kakak dari mamanya menjabat tangan Attar di sebuah masjid, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Air mata Fatin menetes melihat prosesi yang sakral dari balik layar LED, Muhammad Athar Fahrezi telah resmi menjadi suaminya, imamnya.

Bahagia makin menyelimuti hati Fatin, tatkala untuk pertama kali kulitnya bersinggungan denga kulit Attar, ia mencium tangan dan sebuah kecupan diberikan suaminya. Fatin tidak pernah menyangka jika bisa satu ranjang dengan Attar. Ia kira akan tidur sendiri-sendiri. entah Fatin atau Attar yang di sofa, nyatanya Laki-laki itu mengajak mereka menjalani pernikahan yang normal.

Attar mengajaknya belajar mencintai, belajar percaya dan melupakan apa yang telah terjadi. Tentu saja Fatin menyambut hal ini dengan senang. Meski masih meraba-raba cintanya, Fatin yakin Attar-lah akan selalu menjadi imamnya. Dan mereka akan bahagia selamanya.

Kepergian Attar untuk terbang pertama kali setelah menikah tidak menyurutkan kebahagiaan pasangan baru itu. Canggihnya teknologi membuat mereka bisa berhubungan di mana pun berada dan kapan saja. Dengan antusias dan senang yang membuncah di dada, Fatin akan selalu menunggu telpon dari Attar.

Namun, ada yang berbeda dari Attar setelah kepergiannya beberapa hari. entah hanya perasaan Fatin saja atau Attar-nya berubah. Suaminya tidak seantusias hari pertama dan kedua sejak ia terbang. Fatin tanya pun kadang nggak nyambung. Ada apa gerangan.

“Lagi apa, Mas?” tanya Fatin sperti biasa. Suaminya terlihat sedang santai dengan tiduran di hotel tempatnya menginap.

“Rebahan, rasanya capek banget. Sayang guling hidupnya ketinggalan.”

Fatin menutup mulutnya menahan tawa. “Jadi harus dibawa ya guling hidupnya? Ngekor mulu dong? Ntar repot lagi  diintilin.”

“Nggak repot kalau yang ngikutin cewek cantik,” gombal Attar menggoda Fatin.

|Pramugari juga cantik.”

“Cantikan istri Mas.”

“Masak?”

“Iyalah!” kata Attar, sesekali matanya beralih ke ponsel lain.

“Mas lagi sibuk, ya? Kok nggak fokus lihatin Fatin?” Fatin merasa ada yng tidak beres dengan suaminya. Apakah ini benar atau perasaannya saja.

“Ya begitulah. Maaf ya Sayang, Mas tutup dulu telponnya. Ntar disambung lagi.” Attar menyudahi panggilan dengan melupakan sun jarak jauh yang menjadi kesepakatan mereka.

Fatin berusaha menepis perasaannya. Semoga semua baik-baik saja.
***
Hari Attar pulang. Suaminya meminta tidak usah menjemputnya karena akan bertemu dengan temannya setelah landing. Kemungkinan sampai rumah sore hari.Fatin menurut. Ia lebih memilih beberes apartemen dan memasak. Attar bukanlah tipe pemilih makanan. Semua makanan yang disodorkan kepadanya pasti dimakan.

Untuk menyambut kedatangan suaminya Fatin memasak sop iga dengan tempe goring dan sambal. Sungguh menggugah selera. Sebelum asar semua masakan telah matang. Ada juga pudding, cake dan aneka buah-buahan.

Fatin bergegas mandi dan memakai pakaian terbaik untk menyambut suaminya. Namun, ditunggu hiingga pukul 5 sore, Attar belum menujukkan batang hidupnya. Ke mana suaminya. Mana dua ponselnya di luar jangkauan. Ia mencoba berpikir positif. Sambil menunggu, Fatin nonton televisi atau membaca untuk membunuh waktu.

Bukan Cinta yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang