Bab 12

25 4 2
                                    

Kemarahan Attar

“Apa yang Mas lakukan sama Kak Inka. Mas Attar kan sudah menikah? Mengapa masih berduaan. Ingat Kak Fatin, Mas!” Dinda mencecar kakaknya dengan berbagai pertanyaan yang membuat Attar menarik adiknya dan membawanya ke tempat yang agak sepi. Sementara Inka mengekor di belakang mereka.

“Anak kecil, nggak usah tahu urusan orang dewasa. Cukup sekolah yang bener dan jangan kepo!” Bukan Attar yang bersuara melainkan Inka.

“Benar kata Kak Inka,” ujar Attar. Ia tidak mau memarahi adiknya, apalagi di depan orang banyak. “Sudah Adik pulang saja.” Attar mengeluarkan ponselnya, tidak lama kemudian memperlihatkannya kepada Dinda kalau ia baru saja mentransfer uang ke adiknya.

“Nyebelin! Memang Dinda bodoh apa pake disogok segala.” Dinda menyentakkan kakinya dan bergabung kembali dengan teman-temannya.

Setelah Dinda pergi, Inka mengajak Attar jalan kembali. Mereka memasuki sebuah gerai yang menjual tas-tas branded. Attar jadi teringat Fatin dan berniat membelikan istrinya tas.

“Dinda bakalan bilang nggak ya?” tanya Inka sambil melihat-lihat tas.

“Bilang apa?” Attar pura-pura bodoh. Ia tidak takut Dinda mengadu kepada maminya, toh ia juga punya kartu truf mami.

“Bilang soal kita lah!”

“Kita nggak punya hubungan apa-apa, kan. Just business.”

“Oo begitu. Bagaimana kalau begini,” Inka bergelayut manja di engan Attar, tetapi hanya sesaat karena laki-laki itu berusaha melepaskan diri.

“Jaga sikap, Ka. Ini di tempat umum. Kali aja ada teman gue lewat.” Attar meninggalkan Inka, ia kembali memilih tas untuk Fatin. Setelah melihat ada yang menarik, Attar mengambil satu dan bersiap membayarnya.

“Gue satu, ya?”

Attar tidak bisa menolaknya. Selalu begitu.

***
Kebohongan satu akan tercipta kebohongan yang lain. Itulah yang terjadi sama Attar sekarang. Jika ia sedang off, jarang ditemukan Attar di rumah lama-lama. Jika di rumah pun, ia tidak bisa lepas dari gadget. Perubahan Attar tidak saja membuat Fatin heran, tetapi juga maminya bertanya-tanya. Pasalnya Attar jadi jarang mengunjunginya.

Kalau suaminya berubah, Fatin hanya diam saja, tidak dengan Mami Sarah. Begitu mengetahui Attar sedang off, perempuan paruh baya yang masih cantik itu menyambangi apartemen putra dan menantunya.

“Ada angin apa yang membawa Mami ke sini?” tanya Attar setelah mencium punggung tangan maminya. Sejak Attar mengetahui, dalang kepergian Inka adalah maminya, sikapnya agak berubah. Ia belum membongkarnya karena ingin mengumpulkan bukti yang cukup dahulu.

“Harusnya Mami bertanya, tumben kamu di rumah. Biasanya nggak betah di rumah. Apa yang kamu lakukan di luar sana?” Mami Sarah langsung bertanya to the point.

Attar diam saja, tidak mau menjawab pertanyaan maminya. Ia malah fokus pada laptopnya. “Mas, Mami sedang bertanya lo? Kamu kira Mami nggak tahu apa-apa kalau pura-pura fokus di laptop. Sudah jangan modus!” Mami Sarah mau menutup layar monitor, tetapi ditahan oleh Attar.

“Mami kenapa sih masih ikut campur urusan aku. Attar sudah gede, Mi! Bukan anak TK yang semua diurusin Mami!” Suara Attar yang agak meninggi membuat Fatin yang ada di dapur datang dan menghampiri ibu dan anak itu.

“Mas, turunin suaranya. Ingat sedang berbicara dengan siapa sekarang?” Fatin membimbimbing Mami yang shock dengan suara tinggi Attar. “Ingat jantung Mami, Mas.” Fatin memberikan Mami Sarah minum .

Bukan Cinta yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang