Kita Bikin Romantis

500 64 4
                                    

-- Wilujeng Maos Kalih Khidmat Sedaya --

.

.

.

.


Limaa hari kemudian

Kathleen merasa sebal pada dirinya sendiri.

Sebab apa? Sebab masih takut belajar menyetir kendaraan roda empat dan enggan mengendarai motor.

Takut jatuh katanya, kalau naik kuda besi di jalan.

Padahal, rata-rata bule di Bali kan pada semangat nyobain pakek motor, ya? Sampai ada yang nyungsep di sawah.

Kok Kathleen malah takut?

Jadi kemana-mana mbak bule ini harus diantar oleh supir keluarganya yang selalu standby 24 jam di rumah.

"Mendingan tadi nyuruh pak Wiryo buat nunggu aja," kata Kathleen menggerutu setelah selesai mengabari sang supir di telepon.

Ia melihat arloji mewahnya, terpantau masih jam 10.

"Kenapa sih selalu kayak gini."

"Kalo ngga bisa ngajar tuh ya bilang dari pagi gitu loh."

Jangan ditanya lagi kalau sudah seperti itu, ya pasti sedang bad mood. Karena tiba-tiba saja dosen pengampu mata kuliah ethnography of nations mendadak berhalangan hadir.

Padahal jiwa extrovertnya sudah menggebu-gebu siap menjalani kehidupan sebagai mahasiswi yang riang gembira.

Dengan langkah gontai, Kathleen berjalan keluar dari lift meninggalkan gedung fakultas Hubungan Internasional. Ia mengirim pesan kepada sahabat-sahabatnya, bermaksud menanyakan apakah mereka sedang longgar atau tidak. Namun seribu sayang, jawabannya sungguh menyedihkan.

Yemima membalas pesannya bahwa sekarang ia baru mengikuti rapat BEM. Satu menit kemudian Giselle menyusul, gadis itu menjawab sedang menyusun proker dan perempuan berdarah Jepang menjawab paling akhir, ia berkata jika dirinya dilanda panik attack karena kuis dadakan.

Sebagai sahabat yang perhatian, Kathleen mengirimi kata-kata penyemangat untuk ke-tiga kawannya itu.

"Ke cafe depan aja deh. Sambil nunggu pak Wiryo dateng."

Ia memasang airpods, mendengarkan playlist lagu-lagu favoritnya guna mengusir suasana hati buruknya ini.

"Kalo jalan kaki ke gerbang masuk, jauh banget. Apa ... pakek sepeda kampus aja?" Tanya Kathleen pada dirinya sendiri.

Sambil cemberut Kathleen menggumam, "Eh, tapi shelter sepeda juga lumayan jauh."

"Gapapa lah, jalan dikit," katanya menyemangati diri sendiri.

"Okee. Let's go kita bersepeda."

Akan tetapi, ketika Kathleen ingin melangkahkan kaki, terdengar suara kayuhan sepeda mendekat.

Ckitt...

Ternyata sepeda itu berhenti tepat di sampingnya.

"Kak Kathleen?"

Sesosok yang dipanggil langsung memalingkan muka ke sumber suara. Ia segera melepas benda yang menyumpal telinganya ini.

"WAKSHA?!?!?" Pekik Kathleen gembira.

Anggaplah rasa bad mood perempuan berambut pirang itu hilang sekejap karena bertemu seseorang yang sangat ditunggu eksistensinya.

"Kak Kathleen mau kemana?" Tanya Waksha sopan, ia berangsur turun dari sepeda.

KatresnanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang