Bunyi penyatuan kami menggema di setiap sudut studio fotoku ini. Sherry terus mendesah tak berdaya, sementara aku semakin kuat menghunjam lubang kenikmatannya yang basah dan licin.
"Ini ... sangat ... nikmat ...," pujinya diiringi desah bercampur erangan erotis. Dada Sherry yang masih tertutup lingerie terlihat semakin memantul di depan mataku.
Tanganku yang awalnya masih mencengkeram tangan Sherry pun beringsut turun menuju lingerie-nya. Dengan sekali gerakan, aku berhasil melucuti kain sialan itu hingga dada Sherry yang kencang dengan puting mencuat terpampang di depan wajahku tanpa sehelai penghalang.
Sherry, yang sepertinya tak sabar, segera menarik wajahku mendekat ke arah puncak dadanya. Seakan tahu yang dia inginkan, aku pun segera menjilat, melumat, dan mengulum susunya penuh nafsu. Seperti bayi kehausan. Tangan kananku yang menganggur pun ikut meremas dada sintal Sherry yang lain.
"Kau ... benar-benar gila, Matt ... penis dan mulutmu gila!"
Lagi-lagi Sherry memujiku, membuatku semakin bersemangat menambah ritme genjotanku di bawah sana sekaligus permainanku di atas dadanya. Desahan Sherry terdengar kian menggema. Jeritan panjang pun dia lontarkan saat pelepasan datang menghantam dirinya.
Aku yang belum tiba di puncak kenikmatan pun mempercepat tempo permainan. Begitu pelepasanku hampir tiba, aku pun segera mengeluarkan kejantananku lalu mengarahkannya ke perut dan dada Sherry. Tak lama berselang, cairanku tumpah di sana, membanjiri tubuh Sherry yang penuh peluh.
Napas kami sama-sama memburu. Tubuh kami sama-sama basah dialiri peluh dan cairan orgasme. Sherry menatapku lekat dengan sisa-sisa napasnya.
"Kau bisa mengeluarkannya di dalam," ujar Sherry sambil mengalihkan pandangannya menuju kejantananku selama beberapa detik.
Aku tergelak kecil lalu mengangguk. "Aku akan melakukannya nanti."
"Nanti? Kau berharap kita tidur bersama lagi?"
"Kenapa? Bukannya kau sendiri yang bilang kalau penis dan mulutku ini gila?" tembakku yang berhasil membuat pipi Sherry merona.
Aku mengikis jarak di antara kami lalu melumat bibirnya lembut. Membalas ciumanku, Sherry ikut memagut bibir dan lidahku dengan manja.
"Minggu depan kita ada pemotretan lagi," kataku sebelum ciuman kami semakin bergerak liar. Sherry mengangguk. "Apa tema pemotretan kita?"
"Bikini dan pantai."
Aku tersenyum. Kuarahkan bibirku ke telinga Sherry lalu berbisik dengan suara rendahku. "Minggu depan aku akan memberikan kenikmatan yang lebih daripada hari ini. Bersiaplah."
***
Seminggu kemudian, aku dan Sherry melakukan pemotretan di sebuah pantai indah tapi masih sepi oleh pengunjung. Bikini kuning yang Sherry gunakan membuat adikku di bawah sana terus memberontak minta dikeluarkan. Lebih-lebih saat dirinya masuk ke dalam air hingga tubuhnya dibasahi air laut. Andai tidak ada kru yang lain, aku pasti sudah menyetubuhinya sekarang juga.
Pemotretan akhirnya selesai saat sore menjelang. Semua kru pun mulai membereskan alat-alat yang mereka gunakan untuk pemotretan. Saat manager Sherry memintanya untuk pergi, wanita itu lantas menolak.
"Aku masih mau bermain di pantai. Kalian duluan saja," ujarnya. Mata kami bertemu sedetik kemudian, seolah memberiku kode untuk mengikutinya.
Aku meneguk saliva susah payah. Tak mau kehilangan kesempatan, aku pun menyuruh asistenku untuk membawa kru kembali ke hotel lebih dulu. Lagi pula, hotel kami berada di seberang pantai. Aku dan Sherry bisa kembali kapan pun kami mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Man & Desire [2nd Desire Series]
Romance"Because man and desire can't be separated." 🔞Mature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Happy reading🌻