Vero melenguh panjang sambil menjenjangkan leher saat bibirku mendaratkan banyak kecupan di sana, seakan memberiku akses untuk mencumbuinya. Aroma yang menguar dari tubuhnya membuatku semakin terangsang. Tangan kiriku beringsut turun menuju pangkal pahanya. Gaun yang dia gunakan memudahkanku menemukan liang senggamanya yang sudah basah dari balik celana dalamnya.
"Ben ... tidak ...."
Vero mendesah saat tanganku membelai bibir vaginanya dengan lembut. Tanganku nyaris menyusup masuk ke dalam underware-nya, tetapi Vero buru-buru menjauhkan tubuhnya hingga jarak kami kembali terurai.
Napas Vero memburu. Kepalanya menunduk sambil terus menggeleng.
"Tidak, Ben. Ini tidak benar."
"Ini benar. Aku menyukaimu, Vero."
"Tapi aku pacar ayahmu, Ben!" ujar Vero, sedikit meninggikan suaranya. "Sekalipun aku bukan pacarnya, aku tetap terlalu tua untukmu."
Aku kembali maju beberapa langkah hingga jarak kami semakin sempit. Dengan mantap aku menggeleng, tanganku beringsut naik membelai wajahnya.
"Aku tidak peduli, Vero. Aku tidak peduli dengan statusmu, aku tidak peduli dengan usiamu. Aku tidak peduli dengan semuanya."
"Tapiㅡ"
Aku melumat bibir Vero sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. Aku bisa merasakan balasan yang begitu dalam darinya, membuatku yakin kalau dia juga menginginkanku.
Kulingkarkan tanganku ke tubuhnya, merengkuhnya lebih erat. Ciuman kami terasa semakin intens saat aku menurunkan ritsleting gaunnya. Gips yang membalut tangan Vero memang sedikit menyusahkan, tapi setelah beberapa saat bergelut, akhirnya seonggok kain itu berhasil jatuh ke lantai hingga aku bisa melihat dengan jelas betapa seksi tubuh telanjang Vero dari jarak sedekat ini.
"Shit ...," umpatku tertahan, tak bisa mengalihkan pandanganku dari dadanya yang kencang. "You're so beautiful, Vero."
"Benㅡ"
Sebelum Vero kembali bicara, aku pun kembali melumat bibirnya kasar. Usapan tangan kiri Vero di tengkukku menjadi sinyal bahwa Vero memberiku izin untuk melakukan hal lebih.
Tanpa melepas pagutan bibir kami, kurebahkan Vero di atas ranjang lebarnya. Ciuman yang awalnya berada di bibir, perlahan turun menuju tengkuk, bahu, hingga berakhir di belahan dadanya.
Kuhirup aroma Vero dalam-dalam sebelum lidahku menyambut salah satu puting susunya yang mencuat dan menjilatnya lembut seperti menjilat es krim.
"Fuck!" erang Vero. Dadanya membusung kuat. Desahannya semakin kencang terdengar saat aku meremas dada lainnya yang menganggur sambil sesekali memilin puting susunya yang seksi menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Aku menyeringai. Jilatan itu perlahan berubah jadi kuluman dan sedotan hingga berhasil membuai Vero begitu dalam. Tangan kanan Vero yang dibalut gips dia letakkan di samping tubuh, sementara tangan kirinya meremas rambutku kasar, seolah memintaku untuk tetap tinggal di gunung kembarnya.
"Siapa lebih baik? Aku atau ayahku?" tanyaku tanpa melepas cumbuanku di atas payudaranya.
Vero tidak menjawab. Namun, desahannya yang kian lantang saat aku menggigit putingnya membuatku yakin kalau jawabannya adalah aku.
Ciumanku beringsut turun menuju perut rata Vero. Tak berselang lama, wajahku tiba di depan kewanitaannya yang masih tertutup celana dalam.
"Kau basah." Aku menengadahkan kepala agar bisa menatap Vero. Wanita itu juga menatapku dengan sisa napasnya yang memburu. "You want me."
KAMU SEDANG MEMBACA
Man & Desire [2nd Desire Series]
Roman d'amour"Because man and desire can't be separated." 🔞Mature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Happy reading🌻