"RIGEL!"
"RIGEL!"
"RIGEL!"
"TOLONG JANGAN LAKUKAN INI PADAKU, AKU MASIH INGIN HIDUP!" rintih serta isakan tangis seorang gadis bernama Alexa kepada seorang pemuda bernama Rigel.
Rigel Baskara, pria itu menatap Alexa dengan tatapan marah dan dengan dendam yang mendarah daging--serta kedua tangannya yang sedang mencekik gadis itu tanpa belas kasihan sama sekali. "Kau pikir selama ini aku hidup?!"
Alexa hampir kehilangan nafasnya. Rigel tak akan membiarkan mati dengan mudah, ia melonggarkan cekikannya dan gadis itu pun mulai berteriak lagi. "Kau memang bajingan! Berani-beraninya kau mencekik ku!"
"Kau yang bajingan!" Rigel kembali mencekiknya tanpa belas kasihan. "Selama ini aku selalu diam dengan tingkah kurang waras mu, tapi kali ini tidak! Aku tidak akan membiarkan manusia-manusia seperti mu ada di dunia ini!"
Tangannya masih mencekiknya, dan kakinya mulai mendorong gadis itu agar sampai di tebing sekolah.
Rigel hampir mendorong Alexa untuk jatuh ke bawah, tetapi ia tahan dulu. "Selamat tinggal kekasihku..."
Alexa menggelengkan kepalanya sambil menangis. "JANGAN-JANGAN, TOLONG AKU!"
Dalam hitungan detik, Rigel segera mendorong Alexa kebawah. Mendorongnya dari lantai 5. Awalnya terdengar jeritan gadis itu, tapi suara benda jatuh itu menghentikan jeritan-nya dan Rigel tersenyum puas, tak lupa pria itu juga sedikit menghapus air matanya yang mengalir setetes itu
---
[Bandung, 2019]
Meyra terbangun dari tidurnya dengan gelisah. Wajahnya berkeringat dingin, nafasnya tak beraturan--sepertinya gadis itu baru saja terbangun dari mimpi buruknya lagi. "Aku bermimpi itu lagi!" keluh Meyra untuk yang kesekian kalinya. Rasanya lelah sekali, setiap kali tertidur selalu memimpikan hal yang sama, dan mimpi itu benar-benar buruk. Ia selalu takut ketika bangun.
"Kenapa mereka selalu ada di-mimpiku? Apakah mereka itu nyata? Atau hanya sekedar mimpi?" gumamnya yang masih mengatur nafasnya.
Meyra pun buru-buru mengambil laptop yang ada di sampingnya dan segera membuka internet--untuk mencari tahu arti mimpinya.
"Arti mimpi melihat pembunuhan," kata Meyra seraya mengetikan jarinya pada laptopnya dengan terburu-buru. Disana ada beberapa arti dan Meyra membuka yang paling atas saja.
"Tapi apa yang ku cemaskan? Dan apa yang ku takutkan? Padahal aku biasa-biasa saja?" gumamnya lagi. Ia memegang kepalanya yang nyeri lama-kelamaan jika memikirkan ini terus."Mungkin kau takut pada sekolah baru mu, hahaha..." celetuk Advait, sepupunya Meyra. Pria itu sekarang berada di depan pintu kamar adik perempuannya.
Meyra memegang dadanya yang shock melihat Advait tiba-tiba ada disana. Dengan kesal gadis itu melemparkan bantalnya ke arah kakaknya. "Kau mau aku mati jantungan?!"
"Lebay!" komentar Advait seraya berjalan ke arah adiknya. "Kau cemas karena sebentar lagi kau akan pergi ke asrama dan meninggalkan sepupu mu yang tampan ini, hahaha..."
"Terlalu percaya diri itu tidak baik ya," balas Meyra seraya mendelik tajam. "Lagipula kenapa aku harus bersekolah sejauh itu? Dan harus tinggal di asrama? Yang benar saja? Mana sekolahnya di pelosok, aaa yang benar saja! Masa muda ku di habiskan disana?!"
"Mungkin karena kau tak berguna dirumah, makanya di sekolah asramakan hahaha. Lagipula dirumah kau hanya menonton drakor 24/7 dan tidak mengerjakan pekerjaan rumah, atau setidaknya keluar kamar sesaat," ujar Advait yang memang mulutnya agak pedas.
"Lalu di asrama? Sama saja kan?" Meyra memutar bola matanya malas.
"Hei apa yang kalian lakukan?! Meyra kenapa baru bangun dan masih diam di kasur mu? Sekarang kau harus pergi ke sekolah barumu!" geram Rayhan--ayahanda Meyra dan Advait.
Meyra menggaruk-garuk kepalanya. "Iya benar juga, kenapa aku masih diam disini! Ini semua gara-gara kau!" Meyra menatap Advait tajam lalu segera berlari ke kamar mandi untuk bersiap-siap.
Meyra Agatha atau lebih sering dipanggil Meyra, lahir tahun 2004. Ia tinggal bersama ayah dan sepupunya yang sudah dia anggap sebagai kakak sendiri. Sejak lahir ke-dunia ini, Meyra tak pernah melihat wajah ibu kandungnya.
Tahun ini Meyra masuk ke sekolah menengah atas. Sekolah yang sudah Rayhan pilihkan untuk anak sematawayangnya. Sejujurnya sekolah ini dulunya adalah tempat Rayhan bersekolah juga, dan beberapa tahun kemudian anaknya pun bersekolah disini, ia merasa senang.
"Jadi ini putrimu, pak Rayhan?" tanya kepala sekolah kepada Rayhan. Ya, saat ini Rayhan dan putri cantiknya yang bernama Meyra Agatha sedang berada di ruangan kepala sekolah.
Rayhan tersenyum tulus sambil menatap wajah putrinya yang mirip sekali dengan istrinya yang telah lama tiada. "Ya dia putriku, putri kesayanganku..."
Kepala sekolah perempuan itu pun ikut tersenyum senang melihat tatapan rindu milik Rayhan. "Dia sangat mirip dengan Mira..." celetuk kepala sekolah seolah-olah sudah mengenal Rayhan dan istrinya.
Meyra mengernyit dahinya kebingungan. "Kenapa ibu bisa tahu jika aku mirip dengan ibu-ku? Dan kenapa ibu sendiri bisa tahu nama ibu kandungku?" Meyra bertanya-tanya sambil menatap ayahnya yang hanya memegang keningnya sambil tersenyum pasrah.
Kepala sekolah yang bernama Selly pun segera menjawab, "Dulu ayah dan ibumu bersekolah disini--mereka juga tinggal di asrama ini. Mereka berdua sangat terkenal pada masanya. Ayahmu seorang pemimpin asrama laki-laki dengan segudang bakatnya. Dia bisa bermain basket, sepak bola, alat musik dan bernyanyi--ayahmu dulu banyak penggemarnya. Sedangkan ibumu dulu juga terkenal karena...." Selly menggantungkan kalimatnya sekejab sambil menatap Rayhan.
"Karena?"
"Dia pintar dan cantik."
Meyra tersenyum kecut. "Apakah ibuku juga pemimpin asrama perempuan? Seperti ayah yang menjadi pemimpin asrama laki-laki?"
"Tidak nak," balas Rayhan. "Tapi Bu Selly lah yang menjadi pemimpin asrama perempuan. Dia dulu partner ayah di sekolah ini."
"Betul." Selly tertawa diikuti Rayhan sambil mengingat masa masa itu.
"Menyenangkan juga sepertinya menjadi pemimpin asrama, bisa melakukan apapun dan sesukanya.." gumam Meyra yang tak terdengar jelas di telinga kedua manusia yang ada di ruangan ini.
"Apa nak? Kau berbicara sesuatu?"
"Tidak..." jawab Meyra.
Rayhan kini menatap Selly lagi. "Bagaimana Sel? Apakah anakku diterima disini? Apakah dia harus melakukan tes terlebih dahulu?" tanya Rayhan.
"Tes?" Meyra hampir syok, dia akan di tes matematika begitu? Ah, jangan matematika, ia tak bisa.
"Tidak perlu, dia langsung diterima dan mendapatkan kamarnya sendiri," terang Selly dengan tenang.
Meyra langsung bersorak dalam hati kegirangan. Ia tak perlu repot-repot panik kalau ada orang dalam.
Selly menatap Meyra lalu mengulurkan tangannya seraya berkata, "Selamat datang di sekolah Thorny Roses."
Sekolah dengan nama tercantik yang pernah ku temui! Batin Meyra sambil menerima jabatan tangan kepala sekolahnya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Thorny Roses
RandomSekolah "Thorny Roses" terkutuk. Murid-murid Thorny Roses harus selalu waspada di setiap semester, terutama anak-anak tingkat D yang selalu menjadi sasarannya. Kutukan tersebut membuat sekolah Thorny Roses harus kehilangan satu persatu muridnya di...