10. Angkatan Pertama

49 12 2
                                    

"Apa kau tahu? Aku tak pernah menyangka jika aku akan mendapatkan tim untuk kasus ini," ujar Alam mulai bercerita dengan raut wajah bahagia. Mungkin jika tak pernah seperti ini, sampai lulus pria itu akan menyesal karena tak pernah berbuat apa-apa untuk sekolahnya.

"Kenapa kau tidak dari dulu kau buat tim saja?" tanya Meyra ditengah perjalanan panjang dan dingin ini.

Alam terdiam untuk beberapa saat. "Karena dulu belum ada kau. Jika kau tak pernah bermimpi tentang Alexa dan Rigel, mungkin kita tidak akan pernah membuat tim ini. Karena kunci tim kita ini adalah kau," balas Alam tanpa sedikit pun memudarkan senyumannya, seolah-olah sangat bangga mengenal Meyra.

Meyra terlihat berpikir. "Apa mungkin karena ibuku penulis itu, makanya aku sampai memimpikan mereka?"

"Bisa jadi, atau mungkin kau pernah membacanya?"

Meyra menggelengkan kepalanya. "Tidak pernah sama sekali."

Mereka pun kembali fokus ke jalanan. Namun rupanya Meyra mengingat sesuatu yang belum dia tanyakan sebelumnya. "Oh iya, apakah Rigel masih hidup?"

"Aku tak tahu soal itu," timpal Alam tak bersemangat.

"Namun di mimpiku, Rigel mengatakan jika Alexa meninggal maka dia akan ikut menyusulnya," gumamnya lagi.

Alam tiba-tiba tersenyum lagi. "Kita tanyakan langsung pada ayahmu. Mungkin dia juga tahu tentang kutukan dan mereka."

"Iya benar... Tapi kapan sampainya, lama sekali?"

"Perjalanan sangat jauh, kenapa pula kau sekolah berjauh-jauh ke Thorny Roses. Apakah di Kota mu tak ada sekolah?" ledek Alam.

"Banyak, tapi ayahku memaksa ku bersekolah disini. Katanya agar aku mandiri!"

Alam tersenyum penuh kecurigaan. "Pasti kau gadis manja ya kan?"

"Tentu saja aku gadis manja, makanya aku butuh pria yang mau memanjakan ku," balas Meyra bangga.

"Soal memanjakan adalah masalah yang gampang, aku pasti bisa melakukannya," timpal Alam.

"Oh, jadi kau secara tidak sengaja mendaftar menjadi pria ku?" sahut Meyra dengan senyuman manisnya.

Alam tertawa pelan. "Oh pendaftarannya sudah dibuka?"

Meyra mengangguk-anggukkan. "Untuk saja, spesial untukmu..."

"Wah, ini hari keberuntungan ku rupanya..."

Keduanya pun tertawa dengan bahagianya.

---

Mereka berenam sudah sampai di gudang dan memeriksa berkas-berkasnya dengan sangat teliti. Namun Sera terus-menerus mengantuk dan bahkan hampir terjatuh karena hampir tak sadarkan diri.

"Jika kau lelah, tidurlah. Jangan memaksakan diri," titah Bara dengan halusnya.

Sera merengek-rengek pelan. "Aku biasanya tidur sambil di peluk," katanya sambil memanyunkan bibirnya dengan manja.

Bara bergidik ngeri. "Kau sungguh ingin dipeluk olehku?"

"Tidak." Sera memutar bola matanya malas. "Aku ingin di peluk oleh Jungkook!" tambahnya masih memayunkan bibirnya.

Lula membuang nafas jengah lalu melemparkan bantal itu ke arah Sera. "Tidur saja, bermimpi lah dipeluk oleh Jungkook," ketusnya yang sudah geram dengan tingkah Sera yang aneh-aneh.

"Lagipula aku sudah mirip dengan Jungkook. Kau tak perlu berjauh-jauh ke Korea sana," ujar Bara dengan penuh percaya diri. Tangan kanannya mengibas rambut depannya ke belakang.

Thorny Roses Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang