Sakura turun dari mobil Range Rover yang dikendarai Juugo. Wanita itu berterima kasih karena Juugo telah mengantarnya sampai ke apartemen dengan selamat. Juugo pun menjawab dengan senang hati lalu segera pamit dan kembali tancap gas menuju kembali ke kantor.
Pintu apartemen tidak terkunci ketika Sakura masuk ke dalam. Ia mengumpat pada dirinya sendiri yang lalai mengunci pintu saat pergi tadi, beruntung tidak ada barang yang hilang. Hanya saja ia masih ingat lampu dalam keadaan mati saat ia, begitu juga televisi. Tetapi anehnya semua benda itu menyala saat ini.
Sakura berdiri tertegun, ia merasa ada yang aneh. Jangan-jangan ada pencuri atau penyusup yang masuk ke apartemennya. Dan benar saja, tiba-tiba dari balik pintu muncul dua sosok yang begitu mengejutkan Sakura.
"SURPRISE!!!! "
Ino dan Tenten pun muncul di hadapan Sakura dan berteriak seolah mereka berada di hujan belantara. Betapa terkejutnya Sakura melihat dua sahabat bejatnya itu tiba-tiba berada di dalam apartemennya.
Sakura mengelus dada, sedetik kemudian wajah tegangnya pun mengendur. "Sialan kalian! Aku hampir meninju wajah kalian tau!"
Ino dan Tenten malah cekikikan melihat sahabatnya yang hampir jantungan, kemudian keduanya menghambur memeluk tubuh Sakura dari kanan dan kiri. Satu bulan tidak bertemu menghadirkan rindu yang begitu mendalam bagi mereka.
Sakura merengkuh erat pinggang dua sahabatnya. Meskipun baginya mereka adalah dua manusia laknat, tetap saja Sakura begitu menyayangi mereka.
"Bagaimana bisa kalian ada disini?" Pertanyaan itu yang keluar pertama kali dari mulut Sakura.
"Kau kan pernah memberi alamatmu pada kami, apa kau lupa?" Jawab Ino yang kini melepas pelukannya.
"Maksudku bagaimana bisa kalian berada di dalam?" Tanya Sakura lagi.
"Itu karena kau terlalu ceroboh dan lupa mengunci pintu saat kau pergi." Ucap Tenten.
Ino langsung duduk di sofa seolah dialah tuan rumahnya. "Sayang sekali ya, kupikir akan menemukan pria di dalam kamarmu."
Sakura menatap malas ke arah Ino, "Otakmu itu selain mesum bisanya apa?"
Tenten kini beranjak menuju kulkas mini lalu membukanya mencari sesuatu. "Aku haus, apa kau punya minuman?" Tanpa menunggu jawaban Sakura ia langsung mengambil sekaleng soda.
Hari pun berjalan begitu cepat, Ino dan Tenten terus melakukan wawancara dengan Sakura. Seharian mereka hanya tiduran sambil bercerita menebus rindu yang telah menumpuk cukup lama. Kebersamaan itu kini terjalin kembali, canda dan tawa menggema hingga rasa lapar pun melanda. Mereka bertiga membuat makan malam bersama, hanya nasi goreng ala-ala yang berhasil jadi eksperimen terbaik mereka.
Makan malam selesai kala ketiga piring tandas begitu saja. Awalnya Sakura ingin bergegas tidur, pola hidupnya hampir teratur sejak ia bekerja di restoran. Tapi sayang dua temannya itu malah merengek ingin jalan-jalan karena bosan.
"Kalian mau kemana?" Tanya Sakura malas.
"Oh, ayolah.. Di kota ini pasti ada tempat yang asik untuk dituju bukan?" Tanya Tenten.
"Kau mau clubbing?" Tanya Ino.
Sakura menggeleng dengan segera. "Aku sedang tidak mood."
"Lihat, siapa sudah menjadi anak alim.." Sindir Tenten.
"Aku lebih tertarik jika kita pergi main billiard.." Imbuh Sakura.
"Sepertinya menarik, aku juga ingin menghabiskan lima gelas wine.." Ujar Ino.
"Dan menggotongmu pulang? Tidak! Jangan bebani aku tanggung jawab semacam itu!" Omel Tenten.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Never Know
FanfictionKehidupan pahit yang Sakura jalani sejak kecil memanglah tidak mudah, ia harus bergelut dengan nasib ditengah hiruk pikuknya dunia. Namun, takdir kelamnya itulah yang telah mempertemukannya dengan seorang pria kaya raya yang jatuh cinta padanya. Mam...