Tim Brown : Setya Kadarsatya, Lina Kurniawati, Aerina
...
Suara canda tawa menghangatkan suasana perjalanan mereka saat itu. Di dalam mobil, tiga remaja bernyanyi ria sambil melontarkan candaan garing sambil memakan cemilan. Bersama dengan sopir keluarga, mereka menempuh perjalanan yang tidak sebentar.
"Kapan sampainya sih?" tanya salah satunya mengeluh.
Gadis dengan rambut panjang terurai dengan pakaian kasual yang tergolong modis dan tentunya mahai itu mulai menyandarkan tubuhnya karena merasa bosan.
"Sabar, Queen. Namanya juga pedesaan, ya, pasti jauh dari kota lah." sahut Rendy satu-satunya lelaki selain sopir yang berada dalam rombongan itu.
Sementara itu satu lagi gadis dengan rambut pendek sebahu mengangguk pertanda setuju. Bersabar sedikit, demi tugas sekolah selama liburan dan demi nilai tertinggi, nih! ujar Citra.
Ketiga remaja yang tengah duduk di kelas XI SMA itu merupakan cucu dari keluarga Dewantara. Statusnya adalah sepupu. Mereka mengadakan perjalanan dalam misi menghasilkan cerita liburan terseru yang dijadikan sayembara oleh pihak sekolah, Oleh karena itu, mereka memilih salah satu desa terpelosok yang masih asri dan jauh dari hiruk pikuk kota, atas dasar usulan Citra.
Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya gerbang desa dengan lambang seekor ikan raksasa di atas gapura menarik perhatian ketiganya. Ketika sampai, mereka langsung menuju vila keluarga dan istirahat sebentar sebelum berkeliling saat matahari sudah tergelincir.
Vila keluarga yang ini jarang dikunjungi, ya? Kek suram bener, ucap Rendy.
Citra dan Queensha saling menoleh. Tidak ada kata di antara keduanya, hanya saja Citra merasakan sekujur tubuhnya mendadak merinding setelah mendengar ucapan sepupunya itu.
"Selamat datang di desa kami. Ada beberapa hal yang perlu saya ingatkan, selama berkunjung tolong untuk menjaga sikap dan tidak mengusik apa pun, baik itu tumbuhan, fasilitas yang ada, maupun sungai di penghujung desa ini." Pak Jajang, penjaga vila itu mengingatkan.
Bila sudah diingatkan, pasti ada hal yang sudah terjadi. Bukankah itu prinsip peringatan? Supaya tidak terulang lagi untuk kedua kalinya.
"Baik," kata Citra menyahut. Queensha hanya mengangguk malas, begitu pula Rendy yang tidak menghiraukan ucapan penjaga vila tersebut.
Sesuai kesepakatan, mereka berjalan-jalan di desa di sore hari. Hanya di kawasan terdekat vila, karena di sana pun banyak tempat yang tidak dapat mereka temukan di kota.
Sering kali, Citra mendengkus pelan melihat sepupunya yang terlampau senang hingga bertindak ceroboh. Seperti hampir saja membuang sampah jajanan mereka sembarangan, maupun berfoto di area yang sudah ada tanda terlarang.
"Apa kalian tidak paham aturan yang sudah dijelaskan saat di vila tadi? Tolonglah, jaga sikap kalian jika tidak ingin terkena masalah!" kata Citra berusaha memperingatkan.
Sepupunya itu justru berbalik pergi ke pasar mingguan yang kebetulan diadakan. ketika mereka sampai di sini. Queensha menuju pedagang aksesoris yang menjual berbagai gantungan kunci dan pernak-pernik lainnya, namun paling dominan ialah berbentuk ikan yang digantung pada tangkai gantungan.
"Kenapa banyak yang berbentuk ikan?" tanya Queensha iseng. Sementara Rendy acuh dan meninggalkan sepupunya itu untuk membeli batagor.
Citra menghela napas. Sedikit menyesal mengajak sepupunya ini pergi bersama ke tempat yang diharuskan menjaga sikap dan berhati-hati.
"Karena di desa ini terdapat ikan keramat yang dihormati warga sekitar. Jumlahnya tetap dari dulu hingga sekarang. Siapa pun dilarang untuk menangkap apalagi memakan ikan tersebut. Terlebih lagi, jika mencemari sungai, bahaya ...." ujar pedagang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kolaborasi Cerpen
Short StoryDalam beberapa kisah pendek ini terdapat tulisan yang menarik dan penuh semangat dari tiga orang yang belum saling kenal menjadi satu kelompok kolaborasi. Berjuang menyatukan ide serta pikiran, menyesuaikan karakter yang berbeda-beda. Bahkan, sering...