Tim Black : Sintia, Nona Bulan, Phillar Oktavia
***
Apa pelangi tidak akan pernah bisa kita lihat lagi? Kael, bocah laki-laki berambut gondrong bertanya seraya mendongakkan kepala. Mengamati langit yang begitu suram.
Tidak ada warna lain selain abu-abu kehitaman yang menghiasi bentangan langit tersebut.
Rune, sebagai sahabat dekatnya langsung memberi respon dengan gelengan kepala. Ikut merasa gamang ketika dihadapkan pada situasi seperti ini.
Sudah hampir setahun ini desa Rainbownia, desa yang mereka tempati, tak pernah lagi didatangi hujan. Sehingga pelangi sebagai sumber kekuatan bagi desa tersebut tak lagi bisa dilihat.
Dan karena hal itu pula seluruh penduduk desa Rainbownia dilanda kesedihan dan kesengsaraan berkepanjangan. Selalu tergambar ekspresi murung di wajah mereka, dan hampir seluruh aktivitas di desa jadi terhenti layaknya desa mati.
Berbagai macam cara sudah dilakukan Kael dan Rune. Dimulai menjalankan ritual aneh, mengirim persembahan untuk dewa hujan, melakukan tarian kuno hingga menemui orang pintar yang konon mampu mendatangkan pelangi. Sayangnya, semua itu berujung nihil.
Rune, sahabat dekatnya yang sempat ikut pasrah langsung menggelengkan kepala tegas ketika sekelebat ide mendadak muncul dalam kepala.
Masih! seru Rune semangat, Kita masih punya hal yang bisa kita coba untuk mendatangkan pelangi.
Kael menoleh, sebelah alisnya berjengit. Kali ini apa lagi?
Rune tersenyum penuh arti. Kau ingat tentang kuil ajaib yang ada di hutan terlarang?
Ketika Kael angguk-angguk sebagai jawaban, Rune lantas menunjukkan senyum penuh maksud. Hal itu membuat Kael melotot seolah mampu membaca apa yang ada dalam kepala sahabatnya tersebut.
Jangan bilang kau ingin kita datang ke sana? Kael langsung menebak apa yang sedang direncanakan sahabatnya.
Rune bangkit dari posisi duduk, melakukan peregangan sejenak. Ugh, ayolah, El! Jangan bilang kau ingin menolak ide gilaku kali ini? Setelah menemukan kuil itu, kita bisa meminta pelangi untuk desa ini.
Kael ikut berdiri, menatap Rune dengan tatapan kesal. Ide gilamu yang mana yang tidak kita coba? Tapi kali ini aku tidak akan setuju untuk pergi ke sana!
Mereka sempat adu mulut sesaat untuk mempertahankan ego masing-masing. Kael tidak habis pikir Rune bisa memercayai rumor palsu tentang kuil ajaib yang kabarnya bisa mengabulkan apapun keinginan jika berhasil menemukannya di hutan terlarang.
Itu hanya rumor, Run! Kita akan mati sia-sia jika memaksa masuk ke sana. Kael tetap kukuh dengan pendiriannya.
Rune membalikkan tubuh, siap melangkah pergi. Itu lebih baik dari pada harus mati di tengah kesengsaraan seperti ini. Aku akan tetap pergi, terserah denganmu.
Kael menatap kepergian Rune dengan perasaan bimbang. Mengamati punggung Rune yang semakin menjauh, nyaris hilang dari pandangan.
Ck! Ka-kalau begitu aku ikut. Pandangannya turun ke bawah, sedikit gelagapan malu karena harus menurunkan gengsi.
Akhirnya Kael luluh juga. Mana mungkin dirinya tega membiarkan Rune masuk ke dalam hutan terlarang sendirian.
Tapi kau harus berjanji menjagaku saat di sana! sambungnya sambil berjalan menyusul Rune.
Kedua kaki Rune spontan terhenti ketika mendengarnya, segera berbalik badan sembari melambaikan tangan.
Phew! Rune mengedipkan sebelah mata sambil menggerakkan tiga jari ke depan untuk membuat pistol, selalu dengan gaya andalannya. Itu baru sahabatku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kolaborasi Cerpen
Short StoryDalam beberapa kisah pendek ini terdapat tulisan yang menarik dan penuh semangat dari tiga orang yang belum saling kenal menjadi satu kelompok kolaborasi. Berjuang menyatukan ide serta pikiran, menyesuaikan karakter yang berbeda-beda. Bahkan, sering...