06. Still didn't understand

41 4 1
                                    

Mia menerima kopi hangat pemberian Dipta. Keduanya memilih untuk menikmati waktu istirahat di atap rumah sakit itu. Dan juga untuk menenangkan perasaan Mia yang sulit dijelaskan kepada siapa pun. Dipta memandangi Mia yang masih murung. Dia ingat wajah Mia yang seperti ini ketika pameran seni Selma tiga tahun yang lalu. Tetapi gadis itu tidak pernah menceritakannya hingga saat ini tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Tetapi Dipta ingat ketika pagi tadi Mia menanyakan tentang pernikahan Selma. Jika Dipta menghubungkannya dengan kehadiran Hanan di kafetaria rumah sakit itu, kemungkinan besar Mia mengenal Hanan. Kali ini Dipta tidak bisa menahan rasa penasarannya karena semuanya berputar di dalam pikirannya.

"Mi. Tadi aku liat calon tunangannya Selma keluar dari kafetaria abis kamu keluar dari sana juga. Kamu kenal dia?"

Mia menahan nafasnya sembari menatap Dipta. Mungkin sudah saatnya Mia tidak menyembunyikan kenyataannya jika memang dirinya sangat mengenal calon tunangan teman Dipta itu.

Mia menganggukkan kepalanya. "Temen SMA aku pas di Bandung sebelum aku pindah ke Jakarta."

"Oh jadi dia temen kamu. Kenapa nggak cerita padahal aku cerita kalo dia calon tunangannya Selma?" Dipta tidak biasanya menelisik seperti ini.

"Nggak ada alesan tentang itu, Dip. Aku cuma nggak tahu harus respon apa karena udah lama nggak denger nama dia waktu itu." Mia menjelaskan.

"Dia mantan kamu?"

Kali ini pertanyaan Dipta membuat Mia terdiam. Jika diingat kembali ke masa lalu, Mia dan Hanan tidak pernah memiliki hubungan khusus untuk orang yang saling memadu cinta. Karena hubungan mereka saat itu adalah saudara tiri yang memiliki hubungan terlarang.

"Nggak. Aku ngga pernah pacaran sama dia."

Dipta menghela nafasnya dan mengusap pucuk kepala Mia. "Aku cuma mau bilang Mi. Kalo ada yang bikin kamu sedih atau sakit hati, aku nggak bakal diem aja."

Mia terperangah hingga gadis itu membalas tatapan teduh Dipta. Dipta tersenyum. "Aku udah suka kamu semenjak orang tua kita saling ngenalin kita. Aku nggak bisa bohong kamu tipe aku. Makanya, aku nggak mau ada yang ngerusak wajah cantik kamu dengan nangis kaya tadi."

Mia hanya menatap Dipta yang masih tersenyum sembari meneguk kopi hangatnya. Dipta tidak pernah mengecewakannya hingga Mia merasa tidak sesempurna itu di hadapan Dipta. Tetapi pemuda itu selalu melihat Mia melebihi apa pun sehingga gadis itu selalu merasa tenang jika bersama Dipta. Seperti saat ini.

.

Sudah beberapa hari semenjak pertemuannya dengan Mia. Walaupun Hanan berada di gedung apartemen yang sama dengan Mia, tetapi mereka jarang bertemu. Pernah sekali Hanan melihat Mia baru berangkat dengan motor vespanya di tengah malam. Sepertinya gadis itu lebih banyak sibuk di malam hari akhir-akhir ini. Kali ini  Hanan tengah memantau proyek di salah satu wilayah yang tidak terlalu jauh dari apartemennya. Di tengah kegiatannya, Hanan mendapatkan telepon dari Selma. Hanan baru ingat dirinya belum menghubungi Selma sejak kepindahannya ke Jakarta.

"Halo, Sel."

"Aku di Jakarta. Ketemuan sama aku sekarang."

Suara Selma tidak seperti biasanya sehingga Hanan mulai menyadari kesalahannya yang membuat gadis itu mengejarnya hingga ke Jakarta. Seseorang mungkin sudah membocorkan kepergiannya ke Jakarta kepada Selma tetapi Hanan sudah mengetahui bahwa semuanya akan diketahui Selma.

Selma bersilang dada ketika Hanan sudah tiba di salah satu cafe. Selma berdehem dan menatap tajam ke arah Hanan yang masih terdiam sembari melirik ke arah Selma.

"Maaf, Sel."

Selma menghela nafasnya. "Jadi ada proyek baru di Jakarta? Aku kira kamu kemana nggak ngabarin dari kemarin."

Our SmiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang