01; His life.

659 88 20
                                    

**

Malam di dorm adalah keadaan yang paling Seon sukai. Di kamar pada pukul delapan hari ini, Seon tengah merebahkan diri di ranjangnya. Membuka ponsel untuk melihat fancamnya sendiri di youtube. Itu memanglah kebiasaannya. Salah satu bentuk dari selflovenya.

"Woah.. Aku tampan, ya.. hihi."

Seon terkikik geli. Ia seharusnya tidak se-narsis ini, kan? Saat video mulai disetel, Seon menatap takut-takut ke arah kolom komentar. Jemarinya seolah ingin membukanya, namun Seon rasanya ragu. Meski ia yakin yang menjadi top komen adalah kata-kata positif dari penggemarnya, tetap saja pasti ada hate komen yang terselip.

"Seon, kenapa kau sangat tampan?"

"Suaramu sangat stabil. Kau hebat, My sunshine!"

"Dance mu adalah favoritku, Seon! Terus berlatih dan berkembang, ne~ love you!"

Seon tersenyum haru, mendapat begitu banyak dukungan dari fans adalah salah satu obat terampuh untuk menyembuhkan rasa lelah dan insecure yang selama ini terus ia tahan. Hingga tanpa sadar jemarinya terus menggulir puluhan komentar itu semakin ke bawah, Beberapa komentar jelek pun mulai bermunculan.

"Hei, pabo-ya! diet lah! kau sudah mirip seperti babi!"

"Dasar terlalu percaya diri! Ku harap nasibmu akan sama seperti Taki dan keluar dari universe!"

"Jelek sekali, haha. Maknae tetapi tidak ada imut-imutnya."

"Halo, Gendut."

"Kenapa kau gendut sekali, Seonwoo?"

Bibir gembil Seon merosot ke bawah, Ponselnya ia letakkan asal ke kasur. Niatnya yang tadi hanya ingin menilai penampilan dirinya sendiri hancur sudah. Selalu seperti ini setiap saat. Seon memaklumi sebenarnya. Usianya baru enam belas tahun. Seon tidak sedewasa itu untuk menghadapi komentar-komentar jahat dari mereka semua.

ceklek..

"Makan malam. Apa kau tidak lapar?" Heeseung berdiri di ambang pintu. Seon menatapnya takut-takut. Anak itu segera bangkit, merapihkan kasurnya agar tidak terlihat sebegitu berantakan, kemudian mengikuti langkah si sulung ke meja makan.

"Kenapa kata-kata mereka begitu jahat~?" Gumam Seon lirih. Heeseung yang mendengarnya terkekeh sarkas.

"Aku pikir, kau pantas." timpal si pemuda dua puluh tahun itu dengan sangat pelan. Pikirnya, Seon tidak akan mendengar. Namun nyatanya, dugaannya salah.

"Eung.. hehe. Sepertinya iya.. Seon memang pantas, ya, hyungie."

Heeseung terdiam seketika itu juga. Melihat Seon yang kini dengan ceria tetap duduk di meja makan bersama member lain, Heeseung hanya bisa terdiam. Terpaku menyadari betapa kasar ucapannya tadi.

"Kenapa, hyung? Ayo duduk dan makan." Tegur Jungwon karena merasa aneh akan sikap Heeseung. Setelah mengenyahkan rasa bersalahnya tadi, Heeseung pada akhirnya tetap ikut duduk bersama para adik-adiknya.

"Hei, Kau tidak menjalani diet? kemarin lusa berat badanmu naik, kan?" Niki bertanya heran pada si bungsu. Pergerakan Seon yang hendak menyendokkan makanan ke mulutnya seketika terhenti. Anak itu kembali menjatuhkan sendoknya ke atas piring.

"Tapi manager hyung tidak berkata apa-apa--

"Kau harusnya tahu diri, bukan?" Sunghoon memotong dengan sengit.

"Jaga berat badanmu, Seon-ah. Kami tidak mengatakannya dalam sisi yang buruk, kami mengatakannya karena khawatir dengan kesehatanmu." Saat ucapan dari belah bibir Jungwon itu mengudara, seketika Seon langsung melihat ke arah tubuhnya.

Permukaan perut yang sedikit menampilkan baby bump, lengannya yang terlihat sedikit berisi, dan bagian pahanya yang.. memang terlihat lebih besar dari semenjak awal masa debutnya dulu. Seon ingin memakluminya, jujur. Ia tahu ia masih dalam masa pertumbuhan. Tetapi Seon juga harus ingat bahwasanya ia adalah seorang idol.

"Iya, Hyung.. Seon akan berusaha mengurangi porsi makan Seon setelah ini. Seon berjanji."

"Ya. Itu bagus. Ayo makan. Tolong jangan ada suara apapun lagi. Kita sama-sama lelah, Aku mohon kerja samanya agar kita bisa cepat beristirahat. Selamat makan."

**

Tiga tahun.

Setelah kejadian Taki yang terpeleset hingga mengakibatkan kepalanya terluka parah waktu itu mengakibatkan berubahnya interaksi mereka bertujuh.

Seon sejujurnya tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi. Selama satu tahun masa trainee-nya dulu, Seon kira semuanya akan baik-baik saja. Apalagi saat mengetahui fakta bahwa ia akan debut berdelapan dengan keenam hyung dan satu dongsaengnya, rasanya luar biasa tidak dapat Seon jelaskan.

Namun, belum satu bulan kesempurnaan itu Seon rasakan, semuanya mendadak hancur lebur dalam satu kejadian mengerikan yang rasa-rasanya bahkan tidak dapat Seon ingat lagi. Saat itu, MV debut mereka belum di rilis. Terpaksa lah di undur, itupun dengan formasi bertujuh. Taki jelas tidak ikut. Orang tuanya bahkan pergi menemui CEO dari agensi mereka, dan manager Universe, hanya untuk sekedar meluapkan emosi.

Seon bisa menerima itu. Orang tua mana yang terima anaknya terluka?

Seon di marahi dengan keras. Atas tuduhan telah mendorong Taki dengan niat awal bercanda, namun berakhir mencelakakan anak itu hingga berakhir terluka parah dan bahkan tidak sadarkan diri. Seon sendiri kala itu. Appa tidak mau menemaninya. Member Universe juga tidak ada sama sekali yang mau mencoba membelanya di hadapan orang tua Taki.

Jika saja potensinya tidak sebesar itu dalam bidang menyanyi dan menari, Seon yakin Manager hyung tidak akan membelanya begitu keras sampai ia bisa terbebas dari tuduhan orang tua Taki.

Kasus itu selesai secara kekeluargaan. Taki terpaksa hiatus sampai sekarang karena memang si empu pun belum mau kembali ke grup. Apalagi orang tuanya juga melarang dengan sangat tegas.

"Kau tidak tidur?"

Jake yang baru saja berbaring di ranjangnya mengubah posisinya menjadi menyamping. Agar bisa menatap Seon yang kini tengah sama seperti dirinya; berbaring di ranjang. Keduanya bersitatap, sampai Jake tidak tahan dan memutuskan untuk tertidur telentang, menatap langit-langit kamar.

"Kau tidak merindukan orang tuamu?" Tanya Jake random. Seon tertawa kecil, ia memilin jemarinya gugup, Selalu begitu. Padahal Seon setiap hari memang tidur bersama Room-matenya itu. Tetapi rasanya selalu saja canggung, Ia tidak pernah terbiasa.

"Seon rindu, rindu sekali. Hehe. Tetapi sepertinya Eomma dan Appa sibuk," Ujarnya lesu.

Jake hanya mampu terdiam, menumpu kan kepalanya dengan kedua tangan di atas bantal.

"Kalau hyung?"

"Aku.. Rindu. Jelas. Siapa yang tidak rindu, sih? Kalau saja aku bisa pulang sekarang dan menemui mereka, aku bersumpah akan langsung memeluk mereka berdua erat-erat. Hahaha." Mata Jake berkaca-kaca. Seon yang melihatnya tersenyum lembut.

"Hyungie, semangat, ne~? Seon di sini jika hyungie membutuhkan peluk, atau.. apapun. Intinya, Seon di sini. Jangan sungkan untuk curhat, okay?" Seon menatapnya hangat. Jake terdiam untuk beberapa saat. Ia tersenyum tipis. Namun ketika bayangan sosok Taki yang berlumuran darah terlintas di kepalanya, Jake seketika mendatarkan raut wajahnya.

"Terima kasih. Aku tidur dulu. Kau tidurlah segera, Seon." Jake membalik badannya. Sengaja agar ia tidak lagi bisa menatap kegiatan anak itu. Setelah berhasil memejamkan mata dan tidak lagi fokus memikirkan Seon, Jake akhirnya tertidur pulas.

"Hyungie~ Jangan bersedih. Seon tidak ingin melihat hyung-hyung sedih. Bahagia kalian itu bahagianya Seon. Seon sayang kalian, selamat tidur.."

Air mata yang sejak tadi sudah tertanam di pelupuk matanya akhirnya terjun bebas saat Seon menutup mata. Keluarga utuh.. Seon juga menginginkan itu.

**

04-05

[im]perfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang