**
Langkahnya dengan paksa Seon seret dari arah halte sampai ke dorm. Tubuhnya benar-benar terasa berat dan sakit. Seon menundukkan kepalanya dalam menahan takut saat melewati jalanan yang sekitarnya hanya terdapat taman tanpa lampu dan rumah yang juga sama gelapnya. Seon tidak suka, ia tidak berani jika sudah di hadapkan dengan lokasi yang minim penerangan.
Tangannya saling meremat satu sama lain, bibir gembil Seon sesekali bergumam pelan menenangkan dirinya sendiri. Beruntung rasa takutnya tak bertahan lama karena setelah kegelapan tadi, akhirnya jalanan terang pun Seon lewati. Tentunya itu sedikit banyak dapat menenangkan kembali hati Seon yang sudah berdetak kencang tak karuan.
Saat pintu dorm sudah berada di depan mata, rasa takut Seon seolah kembali datang. Menggema kuat di kepalanya ucapan Heeseung tadi yang menyuruhnya untuk tidak pulang terlalu larut. Sedangkan kini jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat tiga puluh lima. Seon menarik dan membuang napasnya berkali-kali, mencoba menenangkan dirinya sendiri dari rasa panik.
ceklek..
Sepi. Bahkan bisa di bilang sunyi. Tak ada satu pun suara yang menyambut kedatangan Seon. Bocah itu terdiam sejenak di ambang pintu seraya memastikan keadaan di dalam. Baru kemudian berani melangkahkan kakinya lebih dalam setelah mencopot sepatu dan meletakkannya ke atas rak.
"Sudah berani mengabaikan perintahku?"
Tubuh Seon terasa seperti membeku. Dalam keterkejutannya akan suara dingin Heeseung yang berasal dari ruang tamu, Seon dapat merasakan matanya berkaca-kaca. Bukan karena takut akan siksaan, namun jelas karena bentakan. Seon yakin Heeseung akan membentaknya setelah ini. Dan Seon benci itu.
"JAWAB!"
Seon tersentak kaget. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya meluruh. Seon menggeleng patah-patah, ia mendongakkan kepalanya, memaksakan memandang langsung wajah si sulung dengan kondisi muka yang sudah basah akan liquid bening. Heeseung balik menatapnya datar, tidak ada rasa kasihan sama sekali di sana.
"Hyungie, Jangan bentak."
"Apa? Kau masih berani melawan dan mengalihkan pembicaraan saat salahmu saja sudah sejelas ini, Seonwoo Kim?" Tanya Heeseung tajam. Seon menggigit bibirnya kuat-kuat, ia meremat tangannya erat hingga memerah. Bahkan mungkin mengeluarkan darah. Entah, Seon tidak perduli.
"Seon lelah. Seon mohon, Seon ingin tidur.." ujarnya lirih. Seon berusaha mengatur napasnya yang terasa sesak karena menahan tangis.
brak!
"Kau pikir aku tidak lelah menunggumu pulang?! Kau seenaknya keluar sampai selarut ini tanpa membawa kunci cadangan! Kau pikir ke mana Kau akan pulang, Hah?!"
Heeseung menggebrak meja yang ada di depannya. Melampiaskan banyaknya emosi yang kini bersarang di dadanya. Seon hanya diam saja setelah tadi kembali tersentak kaget akibat gebrakan meja si sulung.
"Pergi ke kamarmu dan tidur! Jangan sampai sakit besok, dan jangan sampai menyalahkan siapapun saat hal itu benar-benar terjadi."
Itu adalah ucapan terakhir Heeseung setelah panjang lebar ia meluapkan amarahnya. Seon memandang kosong ke arah meja yang terdapat kunci pintu di atasnya. Perlahan, jemarinya yang gemetar parah bergerak mengambil kunci dari atas meja, kemudian mengunci pintu dorm dengan susah payah. Tubuhnya tremor.
"Seon mohon, hiks ayo terkunci. Seon lelah." Gumamnya frustasi. Tubuh Seon akhirnya luruh ke lantai saat berhasil mengunci pintu itu meski tangan gemetarnya masih setia menemani. Tangisnya ia tahan sekuat tenaga, tidak ingin mengganggu dan membangunkan hyungnya yang lain.
"Ck! Berisik! Berhenti berdrama dan tidurlah! Aku muak mendengar tangisanmu." Bentakan keras Sunghoon yang kini lewat di hadapannya membuat Seon seketika terdiam. Ia menunduk, mengusapi air matanya dengan kasar kemudian mendongak menatap Sunghoon dengan senyum tipis.
"Maaf, Seon tidur dulu, Hyung. Seon tidak akan menangis lagi. Selamat malam, hyungie. Tidur nyenyak, Ne." Seon perlahan berusaha bangkit. Melangkah dengan lemas menuju kamarnya.
"Anak aneh. Aku harap Taki kembali dan menggantikan posisinya. huh.." Sunghoon menghela napasnya berat. Ia memutuskan untuk kembali ke kamar setelah meminum segelas air di dapur.
**
"SUDAH KUBILANG JANGAN TERLALU SERING DATANG KE SINI!"
"Apa yang kau inginkan? Sudahlah. Tinggal bersama Ahjumma Liu saja sudah cukup, bukan? Jangan sering-sering mencari Appa."
Seon, anak korban perceraian orang tuanya sejak dini. Saat usianya menginjak angka lima tahun-- di mana orang tuanya baru saja memilih untuk berpisah, Seon di tinggalkan sendiri di rumah bersama dengan pengasuhnya-- Ahjumma Liu. Perempuan muda yang menjadi salah satu sumber ketakutannya akan bentakan.
Seon hanya tinggal berdua bersama si pengasuh. Hak asuhnya memang jatuh ke tangan sang Ibu, tetapi kenyatannya, wanita itu justru tinggal di rumahnya sendiri dan hanya pulang beberapa hari sekali. Ayahnya juga sama saja. Terkadang Seon yang waktu itu sudah berusia sepuluh tahun sampai harus menghampiri mereka dan meminta keduanya untuk pulang.
Dan tahu apa yang Seon dapatkan?
Penolakan dan bentakan.
Mereka seolah menolaknya. Menolak kehadirannya yang katanya mengganggu. Seon kecil memang hanyalah seorang anak polos yang sering di bilang bodoh oleh para tetangga dan teman sekolahnya karena tidak pernah memasuki jajaran ranking. Nilainya juga selalu pas-pasan. Alasan itu lah yang akhirnya menjadi faktor utama perceraian kedua orang tuanya.
Seon tahu, mereka malu.
"Kenapa Seon masih hidup sampai sekarang? Eomma dan Appa malu mempunyai anak seperti Seon. Mereka tidak ingin Seon ada, Tidak ada yang mengharapkan kehadiran Seon ada di dunia ini," racau Seon lirih. Bantal gulingnya Seon peluk erat. Sesekali Seon mengusapkan air matanya ke sana.
"Hyungdeul benci Seon, Semua orang benci Seon." Seon mulai tidak terkendali. Ia terisak keras dengan membekap wajahnya sendiri menggunakan bantal sekencang-kencangnya. Berusaha kuat membuat suaranya menjadi kedap.
"Seon tidak suka di bentak! Seon tidak suka.." Suaranya melemah, Seon memukul-mukul keras dadanya sendiri seolah mengurangi sesaknya yang semakin terasa.
"Hyungie, Mianhae. Maafkan Seon."
Lirihannya mengakhiri tangis pilunya malam ini. Seon tertidur setelah memaksakan menghentikan isakannya yang ia takutkan akan menjadi pengganggu bagi tidur para hyung-nya.
**
Dengan sebuah earphone kecil yang menyumpal telinga kanannya, Seon berdiam diri di pojok ruangan. Ia hanya berdiam diri menahan dingin yang semakin lama semakin terasa tidak enak sembari mendengarkan lagu to my youth yang belakangan ini memang tengah sering-seringnya ia dengarkan.
Di tengah ramainya suasana ruang latihan siang itu, Nyatanya Seon tetap sendiri.
**
22-05
KAMU SEDANG MEMBACA
[im]perfect
FanfictionSeon Woo Kim, Maknae dari sebuah boy group besar yang sudah didebutkan selama lebih dari tiga tahun; Universe. Seon panggilannya. Penggemar juga biasanya menyapa bocah berpipi gembul itu dengan sebutan sunshine. Parasnya yang manis dan menggemaskan...