02. Missfortune

54 16 0
                                    

Miriel's POV

Aku menggerutu dalam hati, mengutuk diriku yang membaca novel itu hingga larut, membuatku bangun kesiangan dan terpaksa mengejar bus. Aku merasa sedikit lega ketika aku berhasil menapakkan kaki di halaman parkiran sekolah.

"Selamat pagi semuanya. Bagi seluruh siswa-siswi, diharapkan untuk segera masuk ke kelas masing-masing karena doa pagi akan segera dimulai. Kami ulangi…"

Aku menarik nafas frustasi. Memang terlalu cepat untuk merasa lega.

Aku melangkahkan kaki lebih cepat ketika mendengar siaran pengumuman pagi terulang sekali lagi. Dadaku semakin berdebar tidak tenang saat melihat waktu di ponselku tersisa hanya dua menit sebelum bel pelajaran dimulai berbunyi.

Belokan di depan adalah belokan terakhir, aku hanya perlu melangkah ke kanan dan berjalan lurus untuk mencapai kelasku.

Setidaknya sebelum seseorang menabrakku dari arah yang berlawanan. Ketika bahu kami bersentuhan, memori kilas balik terputar bagaikan klip video lima detik dalam pikiranku.

"MIRIEL-!" Alyssa merentangkan tangannya, berusaha menggapai uluran tanganku yang terlambat.

"ALYSSA!"

Apa-apaan itu?

Aku segera menoleh ke kanan kiri, depan belakang. Tidak mungkin mereka mendahuluiku dalam waktu sesingkat itu. Siapa orang itu? Siapa siswa itu? Bagaimana bisa mereka melakukan itu?

Tinggal semenit sebelum bel berbunyi, aku tidak bisa menyia-nyiakan waktuku lagi. Kakiku bergerak melesat lurus. Tanganku dengan sigap membuka pintu. Mataku tertuju ke meja guru yang masih kosong. Teman-teman sekelasku yang sudah duduk di bangku mereka, sempat memperhatikan ku sejenak, kemudian kembali memperdulikan urusan masing-masing.

Dadaku yang tadinya berdebar begitu hebat kini mulai merasa lega begitu aku meletakkan pantat di bangku. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras-keras, melakukannya berulang kali untuk mengatur ritme nafas kembali.

Ugh, kakiku terasa lemas sekarang. Tanganku dengan gesit meraih botol minum yang kusimpan di kantong samping ranselku dan meneguknya.

"Kamu hampir saja terlambat, Mir." ujar teman sebangkuku, Ibel.

Aku mengernyitkan alis. Kenapa dia mengucapkan sesuatu yang jelas-jelas menjadi objek kekhawatiranku sekitar lima menit yang lalu?

"Tanpa kamu beritahu pun aku sudah tahu, Bel. Ha ha ha." sarkasku padanya. Aku memutar bola mataku.

"Marilah kita siapkan hati kita untuk berdoa."

Penyiar doa hari ini mulai menuturkan doa berkat hari ini. Namun entah kenapa, aku malah memikirkan apa yang sebenarnya terjadi tadi. Aku yakin, walau hanya sekilas, aku melihat ada seorang gadis bersurai lurus panjang.

Selama ini aku mengira diriku sebagai tipe yang mudah mengingat wajah, tapi kenapa aku tidak bisa mengingat wajahnya? Selain itu, aku yakin dengan kemampuanku yang dapat dengan mudah mengenali setiap wajah dari siswa-siswi setiap angkatan walau tidak mengingat nama-nama mereka. Gadis itu, aku yakin aku tidak pernah melihatnya.

Selain itu, siapa Alyssa? Kenapa dia terjatuh ke dalam air? Kenapa aku meneriakkan namanya? Aku tidak merasa pernah berkenalan dengan seseorang bernama Alyssa.

Aku menggaruk bagian belakang telingaku setelah doa pagi selesai. Ini benar-benar aneh sekali.

Pelajaran pertama adalah Fisika. Sir Edward yang merupakan pengampu mapel mulai memaparkan materi, melanjutkan pembahasan latihan soal dua hari yang lalu. Aku pun meraih ranselku, hendak mengeluarkan buku binder dan kotak pensilku. Aku menemukan buku binderku, namun tidak melihat kotak pensilku berada di dalam tasku.

The Greatest Escape [ON GOING] - TWW 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang