Luna berdiri di depan cermin kamar mandi, menatap pantulan dirinya yang terlihat kusut. Meskipun tengah menghadapi masalah rumah tangga, ia tetap harus bersiap ke yayasan seperti biasa. Dengan malas Luna menyikat giginya, pikirannya melayang pada kejadian tadi malam.
Bintang memeluknya erat, memohon agar Luna percaya bahwa berita tentang Bintang menghamili Lidya itu tidak benar. Luna ingat bagaimana suara lirih Bintang terdengar begitu tulus saat bersumpah demi cinta mereka. Tanpa sadar Luna mengulum senyum kecil yang segera sirna ketika teringat kembali situasinya.
Ia masih ragu, tapi entah mengapa sebagian dirinya ingin percaya pada Bintang. Pelukan hangat suaminya semalam terasa begitu nyaman, Luna bahkan tertidur pulas dalam dekapannya hingga pagi. Apakah ia sanggup kehilangan pria yang baru dinikahinya itu? Luna menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan keraguan yang bergelayut di benaknya.
Seusai bersiap, Luna melangkah menuju ruang makan dan mendapati Bintang tengah sibuk menyiapkan sarapan. Bintang menyunggingkan senyum lebar begitu melihat kedatangan Luna.
"Selamat pagi, Lun. Aku sudah siapkan sandwich dan jus jeruk kesukaanmu," sapanya riang.
Luna balas tersenyum canggung. Ia duduk dan menyantap sarapan dalam diam. Sesekali matanya melirik ke arah Bintang yang makan dengan lahap. Suaminya itu berusaha bersikap biasa, seolah tidak ada masalah besar yang mengguncang rumah tangga mereka.
Luna masih ragu. Ia belum bisa sepenuhnya mempercayai Bintang begitu saja tanpa bukti yang kuat. Setelah menyelesaikan sarapannya, Luna segera pamit untuk berangkat ke yayasan.
"Hati-hati di jalan ya, Sayang," pesan Bintang seraya mengecup pipi Luna.
Luna hanya mengangguk singkat dan melenggang pergi meninggalkan Bintang yang menatap kepergiannya dengan senyum penuh arti.
***
Sesampainya di yayasan, Luna langsung disambut keramaian para wartawan di depan pintu masuk. Dengan susah payah ia menerobos kerumunan untuk masuk ke dalam gedung. Begitu tiba di ruangannya, Luna menghempaskan tubuh ke kursi dan mendesah lelah.
Tak lama kemudian Yenny masuk dengan tergopoh-gopoh. "Maaf Mbak Luna, ada tamu yang menunggu di pintu belakang, memaksa ingin bertemu," ujarnya panik.
Luna mengibaskan tangan tak sabar. "Aku sedang tidak ingin diganggu. Suruh saja tamu itu pergi!"
"Tapi Mbak, katanya ini soal Mas Bintang..."
Mendengar nama suaminya disebut, Luna langsung waspada. "Siapa tamu itu?"
"Seorang wanita bernama Lidya. Dia mengaku sebagai teman dekat Tuan Bintang," jelas Yenny.
Luna mengernyit curiga. Lidya? Apakah Lidya yang sama dengan yang disebutkan si media? Mantan Bintang yang dikabarkan hamil anak Bintang? Apa yang diinginkan perempuan itu?Apa dia ingin mengatakan kalau memang dia benar hamil anak Bintang? Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benak Luna. Didorong rasa penasaran, akhirnya ia pun memutuskan untuk menemui tamu misterius itu.
***
Luna duduk dengan gelisah di kursinya, menanti kedatangan tamu yang mengaku sebagai Lidya. Beberapa menit kemudian, sesosok wanita cantik memasuki ruangan diantar oleh Yenny. Perutnya yang membuncit menandakan kehamilan yang sudah cukup besar.
"Selamat siang Mbak Luna, saya Lidya," sapanya ramah.
Luna meneguk ludah gugup. Jadi inikah Lidya yang digosipkan tengah mengandung anak Bintang? Luna mengamati penampilan Lidya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Lidya sangat cantik dengan tubuh mungilnya. Bahkan perutnya yang membuncit tidak menyembunyikan keindahan tubuhnya.
Luna lalu mengamati bahasa tubuh perempuan itu, berusaha mencari kebohongan di sana.
"Jadi...Anda benar-benar mantan pacar suami saya?" tanya Luna hati-hati.
Lidya mengangguk pelan. "Ya Mbak. Kami sempat berpacaran selama beberapa waktu sebelum akhirnya berpisah beberapa bulan yang lalu," akunya jujur.
Jantung Luna berdegup kencang. Pertanyaan selanjutnya sudah di ujung lidah, tapi Luna ragu untuk mengatakannya. Lidya yang menangkap keraguan Luna segera angkat bicara.
"Tapi saya tegaskan, anak yang saya kandung ini bukan anak Mas Bintang," terang Lidya tegas.
"Bintang tidak pernah menyentuh saya. Kami berpacaran juga tidak lama, hanya dua bulan. Selama berpacaran Mas Bintang tidak pernah menyentuh saya," jelasnya.
Luna mengerjap, syok mendengar pernyataan blak-blakan itu. "A-apa...maksud Anda?"
"Ini memang salah saya karena tidak jujur pada Mas Bintang. Sewaktu kami mulai berpacaran, saya diam-diam masih berhubungan dengan pria lain. Seorang pria beristri. Dan inilah akibatnya," aku Lidya seraya mengelus perutnya.
Luna termangu mencerna penuturan Lidya. Jadi selama ini Bintang berkata jujur soal berita bohong itu? Rupanya Lidyalah yang berbohong dan mengkhianatinya.
"Kenapa Anda baru mengaku sekarang setelah nama baik suami saya tercemar?" desak Luna penasaran.
Lidya menunduk dalam-dalam. "Maafkan saya Mbak Luna. Ini semua karena saya dalam tekanan... Laki-laki yang menghamili saya bukan orang sembarangan. Saya takut hubungan saya dengan laki-laki itu akan terbongkar ke media kalau saya mengakui bahwa anak ini bukan anak Mas Bintang."
"Lalu bagaimana dengan nama baik Bintang?" sahut Luna dengan nada tinggi.
"Mas Bintang tahu siapa laki-laki itu. Dan demi keselematan saya, dia setuju untuk menjaga rahasia ini," ujar Lidya lirih.
Luna tertegun. Jadi selama ini Bintang sengaja menjadikan dirinya korban demi menepati janjinya pada Lidya? Suaminya itu bahkan rela dituduh menghamili mantan kekasihnya sendiri.
"Maafkan saya Mbak Luna...gara-gara saya, rumah tangga Mbak Luna jadi kacau begini," sesal Lidya dengan mata berkaca-kaca.
Melihat penyesalan tulus Lidya, kemarahan di hati Luna sirna seketika. Digantikan rasa kagum pada sikap suaminya yang bersedia mengorbankan reputasinya demi orang lain.
"Anda tidak perlu khawatir. Saya nggak tahu bagaimana, tapi saya yakin semua kesalahpahaman ini bisa diselesaikan," ujar Luna bijak.
Lidya tersenyum lega dan berjanji akan segera mengklarifikasi skandal kehamilannya ke media. Lidya juga mengatakan kalau laki-laki yang menghamili dirinya berjanji akan mencarikan solusi untuk masalah ini. Solusi yang akan membersihkan nama baik Bintang. Setelah mengucap terima kasih, Lidya pun undur diri dari hadapan Luna.
Sepeninggal Lidya, Luna termenung memikirkan Bintang. Rasa bersalah kini bergelayut di hatinya karena telah menuduh suaminya yang setia itu berkhianat. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu Bintang dan meminta maaf padanya.
***
Begitu tiba di rumah sore itu, Luna langsung mencari keberadaan Bintang. Sayangnya suaminya itu tidak ada di mana-mana. Dengan panik Luna segera menghubungi ponsel Bintang.
"Halo Lun, ada apa menelepon?" sahut suara di seberang.
"Kamu di mana? Aku sudah di rumah nih," tanya Luna tidak sabaran.
Terdengar kekehan kecil Bintang. "Oh, aku lagi di jalan pulang. Memangnya kenapa? Kangen ya sama aku?" godanya jahil.
Tanpa menjawab candaan sang suami, Luna langsung menutup telepon. Ia tidak sabar menunggu kedatangan Bintang untuk menumpahkan semua yang dirasakannya saat ini. Luna pun mondar-mandir tak karuan di dalam kamar menanti sang suami pulang.
Begitu mendengar suara pintu depan terbuka, Luna menjerit memanggil Bintang. "Aku di kamar!"
Derap langkah kaki Bintang terdengar mendekat. Begitu sosok suaminya muncul di ambang pintu, tanpa ba bi bu lagi Luna langsung memeluknya erat.
Bintang sedikit terhuyung ke belakang menerima terjangan mendadak Luna. "Lho kenapa? Kok tiba-tiba..."
Belum sempat Bintang menyelesaikan kalimatnya, bibir Luna sudah lebih dulu membungkam mulutnya. Ciuman panas dan penuh gairah pun terjadi.
Gratis baca sampai akhir cerita! Dan, kalau kamu menyukai kisah-kisah romantis, jangan lewatkan karya-karyaku lainnya di Karyakarsa. Klik link di Bio ya!
YOU ARE READING
Unwanted Marriage
RomanceLuna, putri satu-satunya presiden yang sedang berkuasa, dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya dengan Bintang, putra sulung dari calon presiden berikutnya dari partai yang sama dengan ayahnya. Luna yang tadinya menolak perjodohan tersebut akhirnya...