Pemuda itu berlari di jalanan yang gelap, tergopoh-gopoh karena napasnya itu sudah berada di batas maksimal. Ia memacu kakinya secepat mungkin, dan sesekali ketika kelokan setenang mungkin agar tidak membuat suara, sekaligus untuk menarik napas. Ia sesekali melirik ke belakang. Di sana, yang ada hanya kegelapan. Bahkan, lampu jalan tampak tidak menyala. Barangkali malam ini pemuda itu beruntung karena bulan masih berkenan untuk menampakkan dirinya. Barangkali pemuda itu beruntung, bulan masih ada.
Si pemuda melihat papan iklan di tepi jalan, ada minimarket di sana. Papannya mati. Hanya tersisa warna-warna yang entah bagaimana telah memudar. Ia membuka pintu kaca itu dengan cekatan, menyelinap masuk dan mencari tempat bersembunyi.
Matanya menyisir seantero minimarket kosong tanpa adanya cahaya. Lampu-lampu
"Namaku," ia bergumam sendiri, sangat lirih seakan suara tidak jadi keluar dari mulutnya, "Irrad."
Napasnya tercekat, dadanya sakit. Ia meremas area dada kirinya. Rasa sakit ini mungkin telah menghinggapinya selama beberapa hari terakhir. Apakah beberapa hari adalah istilah yang benar? Atau apakah yang lebih tepat adalah beberapa minggu, atau beberapa bulan? Irrad, pemuda itu tidak tahu. Namun, ada satu hal yang pasti.
Mulut pemuda itu kering, ia ingin melanjutkan ucapan lirihnya lagi kepada dirinya sendiri. "Dan aku yakin, ini bukan duniaku."
Ia menutup matanya, menenangkan pikiran sebelum mengulangi ucapannya itu dua kali lagi untuk menyakinkan dirinya sendiri.
Untuk beberapa saat ia tenang. Sejenak ia mencoba untuk mereka ulang bagaimana ia bisa terdampar di dunia yang antah berantah ini. Ayo, Irrad, ayo. Bis. Toilet. Pantai. Gambaran-gambaran itu muncul di otaknya. Namun, ia tidak bisa mengaitkannya menjadi satu untaian lini masa yang padu. Pikirannya kacau dan pasti akan semakin kacau.
Ia mendadak membuka matanya. Perasaan itu kembali lagi. Perasaan tentang akan datangnya bencana. Bencana akan datang, rasanya seperti mengetahui besok dunia akan hancur. Satu jam lagi akan hancur. Satu detik lagi akan hancur. Ia kembali. Sosok itu kembali. Ia akan mengejar Irrad hingga ke ujung dunia.
Pemuda itu hafal, setelah perasaan keputusasaan ini datang pasti akan datang suara langkah. Irrad tidak tahu apakah suara langkah itu adalah milik apapun itu yang mengejarnya atau itu adalah efek dari menurunnya kestabilan psikologi karena dunia aneh ini memanipulasi otaknya. Barangkali kalau itu memang suara langkah sesosok yang mengejarnya, pendengaran Irrad berarti menjadi jauh lebih peka. Mungkin, insting bertahan hidupnya di sini membuatnya menjadi demikian. Langkah itu, yang selalu ia hindari. Langkah milik orang yang bahkan tidak pernah ia tatap, atau berani ia tatap. Langkah itu tenang bagain tetesan air yang jatuh ke kubangan. Tetes demi tetes menggetarkan riak. Pelan, tetapi konstan. Langkah yang mengisyaratkan untuk permainan kejar-kejaran akan segera dimulai lagi.
Rasa takut ini menghampirinya lagi. Jujur saja, ia sendiri tidak bisa membayangkan apa yang mengerjarnya. Pernahkah kalian merasa di belakang kalian ada sesuatu. Kalian tidak berani menatap, menoleh, atau bahkan diam di sana. Insting kalian sekarang hanya lari dan lari. Itu adalah hal yang ia rasakan semenjak kedatangannya di sini. Irrad tidak tahu apakah ini saatnya untuk ia menyerah saja. Kakinya letih, bahkan berdarah-darah karena entah-apa-yang-mengejarnya sepertinya tidak ingin membiarkan ia beristirahat. Barangkali apabila menyerah, yang mengejarnya itu akan menangkapnya. Entah itu apakah monster yang akan memakannya, hantu yang akan menakutinya sampai mati, atau alien, ia tidak peduli. Barangkali dengan menyerah, ia bisa berhenti berlari, menghentikan semua kegilaan ini.
Matanya itu memandang ke langit-langit. Terpal putih itu menatapnya balik bisu. Makhluk, ia berasumsi yang mengejarnya itu 'suatu makhluk', pasti berada di atap minimarket itu. Pemuda itu seakan bisa menatap tembus langit-langit. Irrad mengembuskan napas berat. Ia mengacak-acak rambutnya frustrasi sebelum menyeringai. Dunia yang ini ngajak berantem. Begitulah pikirnya sebelum ia memacu larinya lagi, kabur dari entah apa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
the lurking light; RRQ
Horror"Irrad, jangan sembarangan ngambil yang bukan punya kita." "Ih, padahal gue cuma metik setangkai bunga." "Balikin." "Tapi, cakep ga si, Sky?" the story may contain bxb (queer) relationship, be wise. don't like, don't read.