HIII THEO IS BACK SETELAH MENGUMPULKAN NIAT UNTUK MENULISSS. btw di chapter ini author izin nambahin beberapa OC yaaa. sama warning aja di chapter ini ada HARSH WORDS YAAA, so be wiseee!!
***
Pagi yang cerah cocok dengan jadwal harinya, yaitu hari minggu. Matahari bersinar terik dan burung berkicau ria. Kiboy dan seseorang pemuda yang ia kenal betul itu tengah bercengkrama di teras rumah Kiboy. Tampaknya Kiboy sedang membuat teh. Jari Kiboy mengaduk sendok teh itu. Gula yang ia tuangkan tadi dengan cepat larut ke cairan coklat itu. Hidungnya menangkap aroma teh yang sangat wangi itu. Ia menarik napas sekaligus membiarkan aroma itu meresap ke tubuhnya. Ia menyimpulkan senyum yang lebar, kemudian tersenyum ke pemuda di depannya itu.
"Kerja lo udah bagus. Makasih. Tanpa lo OSIS juga kesusahan ngurusin ini."
Pemuda tadi itu diam menatap Kiboy. Ia tidak memberi balasan selain tatapan misterius. Kiboy membalas tatapannya. Diamnya pemuda itu membuat Kiboy sedikit terusik. Namun, ia membalasnya dengan senyuman yang diikuti degan melengkungnya kedua mata itu.
"Mau, teh, juga?" tanyanya basa-basi.
Pemuda itu menggeleng.
Kiboy, entah pura-pura atau tidak, tampak cemberut. "Beneran, kamu enggak mau?"
Pemuda itu hanya diam. Diam mengamati pemuda yang menjadi ketua sementara dengan khidmat. Kiboy menikmati tehnya, seperti tidak merasakan urgensi yang sebenarnya lawan bicaranya itu rasakan. "Udah seminggu sejak Tiffany sama Vivi kecelakaan. Kenapa Kairi belom balik?"
Kiboy langsung memicingkan matanya. Ia menurunkan cangkir tehnya itu perlahan sebelum menatap pemuda itu tajam. Ekspresinya berubah total, napasnya seperti terhenti sejenak. Kiboy tampaknya marah, paling tidak tidak suka dengan pertanyaan yang bagi dirinya melampaui batas. "Kairi itu bukan urusan lo. Lo tinggal lakuin tugas lo. Inget tempat lo itu di mana."
***
Sekarang Senin. Sudah satu minggu lebih satu hari setelah rombongan Banana bertemu di kafe untuk membahas permasalahan Irrad. Sudah satu minggu pula Tiffany dan Vivi mengalami kecelakaan. Beruntungnya mereka berdua karena walau lumayan parah, kecelakaan itu tidak fatal. Nyawa mereka masih selamat. Namun, naasnya, kecelakaan itu jauh lebih dari cukup untuk menjadi alasan bagi Banana dan ketiga temannya, Brusko, Skylar, dan Gugun, untuk menghentikan 'operasi' mereka yang hanya berumur dua hari.
Perempuan berambut panjang yang dikucir satu itu, namanya Helen, mendekati temannya yang tengah duduk di pinggir lapangan.
"Eh, Mir," panggil Helen membuat Mira yang tadi tengah menikmati minuman esnya menoleh.
"Hai, Len."
"Ngapain?"
"Enggak ngapa-ngapain."
Helen hanya berdecik tidak percaya. Matanya mengikuti sorot pandang Mira yang sedari tadi tertuju ke lapangan. "Lo ngeliatin Brusko?"
Benar. Kelas XI MIA 1, kelas Banana, Brusko, dan Skylar, tengah menjalani pelajaran olahraga. Karena tadi ada upacara hari Senin, jadwal menjadi agak mundur, sehingga murid yang telah istirahat memiliki kesempatan untuk mengamati kelas itu yang tengah berlaga basket di lapangan.
Mira berdecik kesal, menaruh minuman dinginnya di bangku. "Apa sih, Len. Stop mention Brusko, Brusko, Brusko, dan Brusko."
Helen tertawa karena ia berhasil menjahili temannya. Namun, yang dijahili tampak kesal. "Ngapain ketawa, apanya yang lucu coba! Asal lo tahu, ya, Brusko itu aslinya ... ."
KAMU SEDANG MEMBACA
the lurking light; RRQ
Horror"Irrad, jangan sembarangan ngambil yang bukan punya kita." "Ih, padahal gue cuma metik setangkai bunga." "Balikin." "Tapi, cakep ga si, Sky?" the story may contain bxb (queer) relationship, be wise. don't like, don't read.