[01] Sekolah

16 2 3
                                    

-🌿-

Delapan tahun kemudian.

Sekolah SMAN Nusa Bangsa dipenuhi oleh hiruk-pikuk siswa-siswi baru, mereka sedang melaksanakan masa pengenalan lingkungan sekolah. Yuri dengan kaki jenjangnya berlarian ke sana-kemari mengelilingi gedung sekolah yang sangat luas dan besar. Sedangkan Yuan hanya diam di lapangan menunggu para seniornya datang dan memberikan isntruksi dan agenda apa saja yang akan mereka lakukan.

Setalah puas mengelilingi gedung sekolah Yuri berniat untuk segera kembali ke lapangan, tetapi di perjalanan ia melihat dua orang kakak kelasnya bejalan ke arahnya. Yuri pun segera bersembunyi, samar-samar ia mendengar mereka membicarakan seorang pria.

"Iya, angkatan sekarang ada cowok gantengnya tahu. Jadi penasaran seganteng apa, sih dia," ucap seorang perempuan yang memiliki rambut panjang sepinggang. Yuri merasa sedikit heran, kenapa gadis itu memanjangkan rambutnya dan dibiarkan digerai, itukan mengganggu dan membuat kepalanya gerah, pikirnya.

"Kamu mikirinnya cowok ganteng terus, bukannya kamu sudah punya pacar?" sarkas perempuan berjilba putih yang bejalan di sebelahnya dengan tatapan mengejek.

"Kamu kalau ngomong suka pedes, ya!" gerutunya.

Yuri yang mendengar itu sedikit penasaran, pasalnya ia belum melihat orang yang dimatanya ganteng saat memasuki gerbang sekolah tadi. Yuri segera mengesampingkan pemikiran itu lalu memikirkan cara agar ia bisa sampai lebih cepat kelapangan tanpa ketahuan oleh kedua kakak kelasnya barusan, jika ia ketahuan bekeliaran sendirian tanpa bimbingan kakak kelasnya ia akan mendapatkan masalah yang besar dihari pertamanya sekolah.

Yuri segera membungkuk berniat untuk mengendap-endap pergi tanpa ketahuan, tetapi saat berbalik seseorang sudah berdiri tepat di hadapannya membuat Yuri berteriak kaget, "Eh, astaghfirullah!"

"Kenapa? Ada hantu?" Seorang pria berdiri tepat di hadapan Yuri dengan menyilangkan kedua tangannya di atas dada, pakaiannya rapih terdapat name tag di atas saku bajunya, sepertinya anggota OSIS.

Yuri mengernyit bingung, sejak kapan pria itu berdiri di belangnya, kenapa ia tidak menyadari kehadirannya. "Anu ... tadi abis dari toilet, Kak!" jawab Yuri dengan cepat mencari alasan.

"Emang gue nanya?" sinisnya sambil mengangkat sebelah alisnya, membuat Yuri tanpa sadar mencibir dalam hati. Sok ganteng banget ni orang!

"Kalau gak nanya aku permisi dulu, deh, Kak." Setelah menyelesaikan ucapannya Yuri hendak pergi tetapi tangannya dicekal dan di seret ke lapangan tempat semua murid berkumpul.

"Kak, aku bisa jalan sendiri, kok," rengeng Yuri karena malu ketahuan bersembunyi oleh kakak kelasnya.

Semua pasang mata memperhatikan Yuri yang diseret secara paksa oleh seorang pria. Yuan yang melihatnya langsung melotot tajam melihat adik yang hanya berbeda 10 menit darinya itu memasang wajah memelas kepadanya. Yuri memang anak yang bandel, sudah dinasehatin malah tidak perduli dan sekarang dia kena batunya.

"Perhatian!" Suara tegas dari pria itu menggema membuat semua orang yang melihat langsung diam memperhatikan. Setelah dirasa cukup tenang pria itu melanjutkan ucapannya, "Ini adalah contoh murid yang tidak disiplin! Dia berkeliaran di sekitar sekolah tanpa bimbingan siapapun padahal sudah dijelaskan semua murid baru harus berkumpul di lapangan!"

Yuri yang sedang dibicarakan menunduk malu, sesekali matanya melirik Yuan yang bahkan tidak terlihat perduli membuatnya berdecak kesal. "Nama lo siapa?"

Yuri mengangkat wajahnya, lalu menjawabnya dengan cepat, "Yuri Aryani dari kelas 10 IPS-5."

"Karena gue lagi berbaik hati, lo lari kelilingi lapangan ini 20 putaran!" tegas pria yang Yuri belum tahu namanya itu siapa.

"Ta—"

"Bro! Dia itu kan cewek ringanin sedikit, lah hukumannya," sela pria berkacamata membuat Yuri menoleh, matanya sedikit berbinar dan memberikan senyuman seolah-olah mengucapakan kata terima kasih walau tidak terucap.

"Ren, di sini ketua OSISnya siapa?" cerca pria itu sambil tersenyum miring membuat Yuri menatap tajam pria yang memiliki hidung mancung itu, rasa-rasanya Yuri ingin sekali memukul pria itu dengan kayu. Sungguh pria itu tidak memiliki perasaan atau belas kasih kepada perempuan lembut nan lemah ini.

Pria yang dipanggi Ren itu hanya diam tidak mau memperpanjang pembicaraan, padahal Yuri sudah menatap penuh harap pada pria berkacamata itu.

"Sudah dengar, kan? Ayo lari!" teriaknya membuat Yuri melotot tajam.

"Heh!" desis perempuan berambut panjang dikoridor tadi. Yuri melirik sekilas dan membaca name tagnya, Adinda Amira. "Kalau Rian udah nyuru, tuh cepet lakuin!"

Yuri menatap sinis Adinda dan menatap pria yang dipanggil Ren dengan wajah memelas, tetapi yang ditatap dengan penuh harapan itu malah mengangguk menyuru Yuri untuk segera berlari.

"Sana lari!" ucap Adinda sinis. Yuri yang tidak memiliki pembela pun dengan berat hati mulai berlari menyusuri lapangan yang sangat luas ini, ia akan mengingat wajah pria menjengkelkan itu untuk seumur hidupnya.

Saat Yuri sibuk berlari dengan pikiran yang kesal dan mulutnya yang terus mengomel, semua siswa baru melakukan agendanya dengan nyaman dan ceria tanpa memperdulikan dirinya yang kelelahan berlari.

Panasnya terik matahari membuat keringat bercucuran memenuhi wajah bulatnya Yuri, rambutnya yang diikat sudah lepek sejak putaran kelima tadi. Sekarang ia sedang duduk meregangkan kakinya di bawah pohon rindang sambil mengibas-ngibaskan tangan ke wajahnya. Sia-sia tadi ia mengenakan wedak karena disuru oleh ibunya, sekarang pasti sudah luntur oleh keringat, kalau begini ceritanya tadi ia akan diam menuruti saja apa yang Yuan katakan.

Pucuk dicinta bulan pun tiba, yang dipikirkan akhirnya datang sambil membawa segelas botol minuman dingin.

"Buat aku? Terima kasih!" Tanpa menunggu jawaban Yuan, Yuri segera mengambil botol yang disodorkan oleh Yuan dengan senang hati lalu meneguknya hingga habis.

"Udah selesai 20 putaran?" tanya Yuan dan Yuri hanya menganggu mengiyakan.

"Kalau tuh cewek gak disuru merhatiin, aku udah istirahat dari tadi, emang nyebelin!" gerutu Yuri sambil melirik Adinda yang baru saja pergi beberapa saat yang lalu.

Yuan menghela napas panjang lalu berucap dengan nada tegas, "Aku, kan sudah bilang jangan cari gara-gara, kenapa kamu tidak bisa dibilangin?"

"Aku, kan tadi emang mau ke toilet, cuman apes aja ketemu dia di jalan," ucap Yuri dengan nada menyesal, menyesal karena ucapannya adalah sebuah kebohongan.

"Aku tahu, ya gimana karakter kamu, jangan coba-coba bohongin aku!" sinis Yuan yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Yuri, sepertinya energi Yuri sudah terkuras habis sehingga dia tidak menjawab ejekan Yuan kepada dirinya.

"10 menit lagi jam istirahat berakhir, kamu langsung masuk ke ruang seni yang ada di koridor sebelah kiri dekat perpustakaan, kamu tahu kan tempatnya?" tanya Yuan sambil memperhatikan ekspresi adiknya itu. Yuri hanya mengangguk mengiyakan lalu Yuan segera pergi meninggalkan Yuri sendirian.

*

Hallo^^

02.05.24

CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang