—÷—
Waktu terasa berjalan dengan begitu lambat, entah apa saja yang dilakukan oleh dokter di dalam ruang operasi itu membuat jantung Vian tidak tenang. Vian bahkan mematikan ponselnya karena Yuri terus menelepon dan menanyakan bagaimana kondisi Yuan saat ini.
Setelah menunggu hampir 2 jam dengan ketidak pastikan akhirnya dokter ke luar dengan keringat yang membajiri seluruh wajahnya yang mulai menua, dengan tidak sabaran Vian langsung bertanya, "Dok, bagaimana kondisi anak saya? Dia baik-baik saja, kan?"
Sebelum menjawab dokter itu menghela napas dengan panjang, sesekali menyeka keringat di dahinya. "Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi putra anda tidak bisa kami selamatkan. Karena retakan di kepala yang cukup dalam dan parah sehingga merusak beberapa saraf-saraf yang penting. Kami turut berduka." Setelah mengatakan itu dengan penuh penyesalan dokter segera pergi meninggalkan Vian sendirian yang hanya terdiam kaku menatap ruang operasi dengan tatapan yang tidak bisa diartikan oleh siapapun.
Bagaikan tersambar oleh petir tubuhnya langsung melemah bahkan kakinya tidak mampu nenompang badannya sendiri, hatinya sakit, sangat sakit. Putra yang ia besarkan yang ia rawat dan sayangi kini telah pergi kepangkuan Ilahi.
Vian bertanya-tanya kepada Tuhan, kenapa putranya diambil dengan keadaan yang sangat menyedihkan, apa salah anak malang itu? Yuan adalah anak yang baik dan berbakti tidak pernah sekalipun ia menyakiti hati kedua orang tuanya, mengapa takdir begitu kejam kepadanya.
Tidak berselang lama suster ke luar dengan membawa jasad Yuan untuk dipindahkan ke kamar mayat. Vian segera bangun, berdiri lalu mengguncang-guncangkan tubuh lemas dan pucat itu dengan harapan akan mendapat mukjizat dari Tuhan, tetapi harapan tinggalkan harapan sampai di ujung lorong pun putranya tidak kunjung membuka mata. Apa yang harus Vian katakan kepada istrinya dan anaknya? Mengapa hal-hal seperti ini harus terjadi pada keluarga kecilnya? Mati-matian Vian mengurus dan membesarkan kedua anaknya tetapi kenapa kesakitan ini yang akhirnya harus ia dapatkan.
"Permisi, Pak. Bapak bisa pulang sekarang, jenazahnya akan kami antaranya besok pagi ke rumah anda. Sekali lagi kami turut berduka cita," ucap seorang suster yang telah memasukan putranya ke dalam ruangan mayat.
Vian hanya diam dengan wajah kosong, mau bagaimana pun keluarganya di rumah menunggu kabar tentang kondisi Yuan, tetapi ia tidak akan sanggup untuk mengatakan bahwa kita telah kehilangan Yuan. Tanpa terasa air matanya mulai menetes, hal yang terjadi sangatlah tiba-tiba layaknya bencana yang tidak diduga, terlebih umur Yuan yang masih terbilang muda, baru saja menginjakkan kakinya di SMA itu pun ia baru masuk untuk pertama kalinya, belum berbulan-bulan apalagi bertahun-tahun.
Dengan cepat Vian menyadarkan dirinya dan menghapus air matanya, jika ia lemah seperti ini siapa yang akan merangkul keluarga kecilnya di rumah? Istri dan anaknya harus segera tahu kondisi Yuan agar tidak berharap keajaiban yang tidak akan mungkin terjadi. Vian pun segera berjalan dan memesan ojek untuk pulang karena tadi ia ikut naik ambulans.
>>
Rina membuka matanya pelan, telinganya mendengar suara isak tangis yang sangat memilukan, matanya mengerjap perlahan melihat Yuri yang sedang menangis sesegukan sambil memegang tangannya, bahkan air matanya sudah membasahi tangan Rina.
"Kenapa? Apa yang terjadi?" Rina bertanya dengan nada lirih, berharap ingatannya tadi hanyalah bunga tidur atau halusinasinya saja, tetapi hanya suara tangis yang menjawab pertanyaannya membuatnya tersadar, putranya telah terluka.
"Di mana Bapak? Cepat hubungi dia, ayo kita kerumah sakit!" Dengan nada yang bergetar Rina berusaha bangun dan mengambil jaket untuk bergegas pergi ke rumah sakit.
"Bapak tidak menjawab, aku tidak tahu Yuan dibawa kerumah sakit mana," ucap Yuri dengan pelan, sebagai anak ia merasa tidak bisa diandalkan, coba kalau Yuan yang berada di sini, pasti dia akan mendapatkan solusi yang cepat dan bagus.
"Bodoh! Kita cari ke rumah sakit terdekat!" maki Rina membuat Yuri tersentak kaget, ini baru pertama kalinya ibu memarahinya dengan kata-kata yang begitu kejam. Ingin melawan tetapi ini bukanlah situasi yang tepat untuk bertengkar, Yuri harus bisa memaklumi kelakuan ibunya yang sedang dalam keadaan kalut.
Yuri hendak berdiri, tetapi derita pintu membuatnya menoleh. Di ambang pintu berdiri Vian dengan mata yang memerah bahkan tangannya terlihat bergetar seperti menahan amarah. Rina yang melihat suaminya langsung mendekatinya dan bertanya dengan pertanyaan beruntun, "Yuan mana? Dia masih dirawat, kapan dia akan pulang? Dia bak-baik saja, kan?"
Pertanyaan itu membuat hati Vian terasa diiris, perih dan sangat sakit. Vian langsung memeluk Rina mendekapnya dengan sangat erat, berusaha untuk memberikan kekuatan kepada istrinya.
"Putra kita sudah tengan di surga, Sayang!" ucap Vian pelan sambil mengelus rambut istrinya.
Rina yang mendengar itu langsung tersentak kaget, ia mendorong tubuh Vian dan memukulnya dengan keras. "Itu tidak mungkin! Putraku masih hidup, dia anak yang kuat. Kamu jangan bercanda!" Sesak, hatinya tidak menerima kepergian yang begitu mendadak, otaknya seakan tidak ingin mempercayai apa yang di dengar oleh telinganya. Pandangannya buram, air matanya mulai menetes membasahi pipi yang bahkan belum mengering sepenuhnya.
"Aku tidak akan percaya sebelum melihat dengan mataku sendiri, kamu penipu!" jeritan Rina membuat Vian meneteskan air mata, dengan sekuat tenaga Vian meredakan tangisannya agar suaranya tidak ikutan bergetar.
"Kamu yang ikhlas, ya. Besok dia akan diantar ke rumah," jelasnya dengan lembut, membuat Rina terbujur kaku tidak bisa berkata apa-apa.
Yuri yang mendengarnya di belakang merasa hancur dan bersalah, seharusnya ia tidak gegabah asal mendorong Yuan karena perkataannya. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana jika kedua orang tuanya makin membenci dirinya, pikiran itu terus berkecambuk di dalam benak Yuri sampai ia tidak mampu menahannya lagi dan akhirnya pingsan.
##
Haii^^
12.05.24
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy
Teen FictionSebuah keluarga yang terlihat harmonis. Namun, di balik itu semua keluarga ini membuat banyak ketidak adilan bagi kedua anak kembarnya. Salah satunya sering diabaikan dan yang lainnya terlalu diperhatian, sehingga menciptakan ketidak seimbangan anta...