_^^_
Cuaca siang ini sangatlah terik, matahari terasa berdiri tepat di atas kepala Yuri. Yuri terus menengok ke arah kiri dan kanan melihat sekeliling yang tampak lenggang, sudah 15 menit sejak ia berdiri menunggu kendaraan umum, tetapi yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang juga, jika menjadi orang lain mungkin dia sudah berada di rumah dan bermasal-malasan.
Tadi Ratna sempat mengajaknya untuk ikut, tetapi Yuri merasa tidak enak hati menerima ajakannya, mau bagaimanapun Yuri harus belajar mandiri ia tidak boleh ketergantungan kepada orang lain lagi. Contohnya sekarang, karena sudah terbiasa mengandalkan Yuan untuk pergi kemana-mana, kini dirinya merasa kesusahan tanpa adanya Yuan dikehidupannya. Dahulu, Yuri sempat ingin belajar motor tetapi ayahnya selalu mendahulukan Yuan karena dia seorang pria, apalagi ibunya selalu melarang Yuri untuk belajar dengan seribu alasan, Yuri pun akhirnya diam memperhatikan karena lelah terus berdebat dengan ibunya.
Waktu itu, saat dirinya baru menginjak kelas 1 SMP, ayah membeli motor matic agar Yuan bisa belajar dan pergi ke sekolah sendiri agar ayah tidak perlu repot-repot untuk mengantarnya. Siang itu wajah Yuan tampak bersinar kala melihat motor matic berwarna biru yang diparkirkan dipekarangan rumah. Ayah membelikannya sebagai hadiah karena Yuan mendapatkan peringkat pertama dengan nilai ujian yang paling tinggi.
"Pak, motornya bagus, aku boleh nyoba?" tanya Yuan dengan mata berbinar.
Vian dengan senyuman lebar mengangguk lalu menjawab, "Bapak membelinya untukmu, Nak. Kamu senang?"
"Serius, Pak? Buat Yuan?" jawab Yuan sedikit tidak percaya, mau bagaimanapun dia masih anak dibawah umur.
"Iya, biar kamu belajar lebih rajin lagi, ya!" ucap Vian sambil mengelus kepala Yuan dengan lembut lalu memberikan kunci motornya kepada Yuan.
Yuri yang mendengar percakapan itu langsung mendekat, lalu bertanya, "Yuri bagaimana, Pak? Yuri juga mau!"
Rengekan Yuri malah dijawan oleh Rina dari arah dapur. "Kamu contoh Kakakmu, baru merengek minta ini itu!"
"Iya, kamu harus belajar lebih giat lagi seperti Yuan!" Yuri yang mendengarnya langsung mengerucutkan bibir kesal.
"Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Rina ketika melihat wajah Yuri yang cemberut setelah menyodorkan secangkir kopi panas untuk suaminya di teras luar sambil melihat Yuan yang sedang belajar mengendarai motornya sendiri.
"Pak, Yuri pengen belajar juga, ya?" pinta Yuri yang mengabaikan pertanyaan dari ibunya padahal Rina berada tepat disamping ayahnya.
"Kamu kan perempuan, biar kakakmu saja yang belajar!" jawab Rina.
"Benar yang Ibumu katakan, biar kakamu saja yang belajar, kalau nanti ada apa-apa kamu minta tolong kakamu saja!" ucap Vian menyetujui perkataan istrinya.
"Tapikan, Pak, Yuri juga mau belajar biar bisa terus enggak ngerepotin orang lain, biar Yu—"
Perkataan Yuri langsung dipotong oleh Rina, "Yuri! Kamu bisa diam tidak?! Kalau nanti ada apa-apa saat kamu bawa motor gimana? Siapa yang mau tanggung jawab?"
"Bu! Emang kalau Yuan yang belajar itu bakalan ngejamin kalau dia gak akan kecelakaan?" sarkas Yuri membuat Rina berdiri dengan mata yang melotot tajam, sambil menunjukan jarinya Rina berucap, "Kamu! Kalau ngomong, tuh dijaga! Dia kakakmu, jangan ngomong yang enggak-enggak!"
"Aku juga anakmu, bukan cuman Yuan!"
"Sudah cukup! Kamu masuk ke dalam saja, Ri!" tegas Vian membuat Yuri terdiam, mau bilang bagaimanapun pasti ayahnya akan mendukung ucapan ibunya, dengan menghentakan kakinya Yuri segera pergi ke dalam rumah dan membating pintu dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy
Teen FictionSebuah keluarga yang terlihat harmonis. Namun, di balik itu semua keluarga ini membuat banyak ketidak adilan bagi kedua anak kembarnya. Salah satunya sering diabaikan dan yang lainnya terlalu diperhatian, sehingga menciptakan ketidak seimbangan anta...