[02] Rumah

11 2 2
                                    

—◇—

       Setengah hati Yuri berdiri, berjalan meninggalkan pohon rindang tempatnya berteduh. Yuri akan melupakan kejadian memalukan ini dan berniat untuk mencari teman suapaya dirinya tidak merasa sendirian. Dengan langkah yang sedikit berat Yuri berjalan menuju ke ruangan seni, untungnya secuek-cueknya Yuan dia masih perduli kepada dirinya, karena mau bagaimanapun mereka itu bersaudara, pasti ada rasa empati di dalam diri Yuan kepada Yuri adiknya.

Sedikit cerita, Yuan dan Yuri memiliki hubungan yang baik. Walaupun Yuan terlihat cuek, tetapi dia masih bisa diandalkan ketika Yuri membutuhkan. Hubungan mereka seperti kakak adik pada umumnya yang kadang bertengkar, terkadang akur. Satu hal yang membuat Yuri sedikit membeci Yuan itu ketika ibunya dengan terang-terangan memberikan kasih sayang yang lebih kepada Yuan. Bapak pun tak kalah sayang kepada kakaknya itu, apa pun yang diinginkan putranya pasti dituruti tanpa berpikir panjang, berbeda dengan dirinya yang harus merengek terlebih dahulu agar dituruti kemauannya.

Tidak terasa berjalan sekitar 5 menitan telah membawanya keruangan seni, ruangan yang cukup luas dengan berberapa kerajinan dan alat-alat memari. Yuri segera berjalan memecahkan kerumunan dan mencari barisan kelasnya, karena langsung mendapat hukuman ia pun belum dapat kesempatan untuk mengenal siapapun di kelasnya.

Yuri menghela napas panjang, ia berencana untuk mengajak bicara salah satu perempuan yang duduk di depannya. Perempuan itu berkulit putih dengan rambut panjang dikepang dua, manis dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Yuri berpikir akan mengajaknya untuk berteman karena perempuan itu terlihat lugu dan manis.

"Halo!" sapa Yuri sambil menepuk punduk perempuan itu, dia menoleh dan tersenyum tipis lalu bertanya, "Ada apa?"

"Kita sekelas, nama kamu siapa?" Respon yang cukup baik membuat Yuri percaya diri.

"Namaku Ratna, Ratna Antiana. Kamu?" tanyanya terlihat sedikit gugup lalu membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. Yuri jadi gemas sendiri melihat kelakuan perempuan itu.

"Yuri!" jawabnya sambil menglurkan tangan. Setelah mendengar namanya, perempuan itu terlihat ragu untuk menjabat tangan Yuri, tetapi beberapa detik kemudian perempuan itu membalas uluran tangan Yuri.

Tangan Ratna menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia terlihat ragu untuk bertanya, tetapi karena merasa penasaran akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya, "Kamu yang tadi pagi dihukum?"

Dengan sedikit ragu Yuri mengangguk sambil tersenyum, ia jadi merasa canggung akan situasinya. "Aku tidak akan membuat masalah, kok. Jadi, kita bisa berteman, kan?"

"Tentu saja, selama kamu tidak menyebabkan masalah bagiku," jawaban polos Ratna membuat Yuri meneguk ludahnya sendiri, ia tidak mengira perempuan yang terlihat polos itu memiliki mulut yang tajam.

"Tentu saja."

"Hallo, semuanya! Acaranya akan segera dimulai, yang merasa namanya dipanggil silahkan ke depan untuk menunjukan bakat yang ingin kalian tunyjukan!" Suara melengking itu membuat Ratna segera berbalik menghadap ke arah depan, takut akan mendapat teguran dari kakak kelasnya.

Acaranya selesai pukul 2.30 sore hari, hari yang sangat melelahkan bagi Yuri apalagi ia dipaksa olahraga oleh ketua OSIS sialan itu. Ratna sudah pamit pulang terlebih dahulu sedangkan ia masih berdiri di depan gerbang sekolah menunggu Yuan yang mengambil motornya di tempat parkiran.

5 menit berlalu akhirnya yang ditunggu datang juga, Yuan lalu menyodorkan helmnya kearah Yuri. Yuri yang gampang kesal langsung mencerca kakanya dengan kata-kata yang pedas. "Kenapa lama banget, sih? Jarak dari parkiran ke sini perasaan gak nyampe 10 KM, deh?"

"Mau naik atau enggak?" sarkas Yuan langsung membungkam mulut Yuri. Yuri pun segera naik dengan hati yang sedikit kesal, tetapi apalah daya ia tidak ingin berdesak-desakan dengan orang lain di dalam angkot.

Bukannya Yuri tidak mau membangkang, tetapi pengalamannya dulu merajuk kepada kekakaknya selalu berakhir dengan kesialan bukan kemenanga. Pernah sekali Yuri menyuru Yuan untuk datang menjemputnya, Yuan memang bersedia tetapi entah kenapa dia terlalu lama datang membuat Yuri kesal. Saat Yuri merajuk dan mengancam akan pulang naik angkot Yuan malah tidak perduli dan pergi begitu saja meninggalkan Yuri sendirian di tepian jalanan, padahal dirinya berharap untuk dibujuk tidak langsung ditinggalkan begitu saja. Logikanya buat apa dia datang jauh-jauh dari rumah berniat untuk menjemputnya tetapi ketika sudah bertemu malah Yuan pulang sendiri tanpa membawa dirinya, benar-benar menyebalkan.

Jarak antara sekolah dan rumah lumayan cukup jauh, bisa memakan waktu sekitar 15 menitan menggunakan motor dan bisa memakan waktu sekitar 35 menitan ketika menunggu kendaraan umum seperti angkot, karena harus berjalan terlebih dahulu untuk sampai di jalan yang dilewati oleh angkot.

Suasana jalan yang sepi dengan angin sepoi-sepoi membuat Yuri sedikit mengantuk, ia pun merebahkan kepalanya di punggung Yuan. Yuan yang merasakan sandaran langsung berucap, "Jangan tidur nanti jatuh!"

"Em ... oke-oke," jawab Yuri dengan acuh tak acuh, tangannya sedikit memegang jaket Yuan. Sudah menjadi kebiasaan jika naik motor berdua Yuri selalu memegang baju orang di depannya alasannya ia takut terjatuh, memang dasar perempuan penakut.

Sampailah mereka di depan rumah minimalis dengan kebun bunga di halamannya, itu ulah ibunya yang suka berkebun. Apapun jenis bungan yang menrutu ibunya cantik pasti akan dibeli dan disimpan dihalaman rumah katanya biar kelihatan cantik dan segar.

"Assalamualaikum!" ucap Yuri sambil membuka pintu di susul Yuan di belakangnya yang telah memarkirkan motornya terlebih dahulu.

"Wa'alaikumsallam. Eh, anak Ibu sudah pulang, gimana sekolahnya, lancar?" tanya Rina ibunya Yuri dan Yuan.

"Lancar, Bu," jawab Yuan seadanya setelah mencium punggung tangan ibunya.

"Bu, aku kena hukuman!" keluh Yuri sambil merebahkan badannya di atas sofa.

"Kamu jangan cari gara-gara dong, Ri!" jawab ibu membuat Yuri memasang wajah memelas.

"Bukan salahku, Bu!" belanya.

"Benar, Yuan?"

"Kenapa tanya Yuan?" gerutu Yuri kesal, kakaknya pasti akan menceritakan kebenarannya dia tidak akan membelanya.

"Dia ketahuan keluyuran sebelum MPLS dimulai," jawab Yuan seadanya lalu pamit ke atas untuk membersihkan diri daripada mendengar ibunya yang sudah pasti akan mengomel.

"Kamu!" Rina menjewer telinga putrinya membuat yang punya telinga meringis kesakitan, "Ampun, Bu! Aku enggak salah!"

"Terus kenapa kamu bisa dihukum kalau kamu enggak salah? Kapan kamu bisa jadi anak yang baik seperti kakakmu Yuan. Lihatlah kakakmu, nilai akademisnya bagus, selalu menjadi juara kelas sejak kecil, prilakunya baik, kenapa kamu berbeda dari dia? Kenapa kamu begitu bandel dan susah dibilangin, hah?" kesal Rina dengan sedikit berteriak membuat wajah Yuri memerah.

"Karena aku Yuri bukan Yuan yang selalu Ibu banggakan!" sinis Yuri lalu berjalan pergi ke kamar meninggalkan ibunya yang hanya menatap datar punggung putrinya itu.

"Anak gadis lebih susah diatur daripada pria, kapan dia akan bersikap dewasa?" keluh Rina lalu pergi ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya.

Terkadang hidup memang tidak adil bagi sebagian orang, tetapi pasti ada alasan yang baik dibalik itu semua.

#

Hai^^

05.05.24

CrazyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang