12

1.1K 107 9
                                    

Hari tampak sudah gelap saat Hinata yang awalnya berdiri di depan jendela menikmati semilir angin yang berhembus dari celah-celah kecil jendela kamar yang minim, kini lari terbirit-birit dengan kakinya yang terpincang-pincang ke kasur.

Perempuan itu segera meringkuk lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut saat melihat rombongan sang pangeran di bawah sana tampak sedang menuju kemari.

Hinata semakin meringkuk sambil memejamkan matanya saat suara kunci dibuka terdengar keras dari dalam kamar, lalu laki-laki penuh aura intimidasi itu membuka pintu dan masuk ke dalam kamar yang telah disewanya.

Jantung Hinata berdebar kencang. Tubuhnya yang gemetar, berkeringat dingin. Takut dan trauma akan kehadiran sang pangeran.

Suara langkahnya terdengar begitu mengintimidasi. Hinata sampai-sampai kesusahan menelan ludahnya sendiri. Tangannya semakin menggenggam erat untaian selimut yang ia genggam saat sang pangeran kini duduk di kasur, tepat di sebelah tempatnya berbaring.

Hinata memekik saat selimut yang ia gunakan untuk tempat persembunyiannya kini dengan mudah disingkirkan. Air matanya jatuh saat sang pangeran melabuhkan tangannya pada pinggang sempitnya lalu menariknya untuk mendekat supaya mudah dikendalikan.

Tubuhnya yang ringan, kini diangkat dengan entengnya ke pangkuan sang pangeran secara tiba-tiba.

"Yang mulia...." Hinata yang tidak siap, reflek memekik. Kedua tangannya tiba-tiba menumpu pada bahu lebar laki-laki itu karena takut akan terjatuh.

Sasuke mengelus pipi bulat wanitanya dengan lembut. Ia merasa begitu tentram setelah seharian ini kepalanya begitu berisik. Seakan wajah wanitanya yang cantik jelita begitu memanjakan indra penglihatannya itu menjadi obat pelipur jiwanya.

Apalagi kini tubuh Hinata yang hanya menggunakan sepasang dalaman, tampak sangat cantik dan menggoda. Begitu pula kulit seputih susunya itu dihiasi tanda yang ia berikan di seluruh leher dan dadanya tampak semakin menggairahkan.

"Bagaimana harimu hari ini?" Saat telah berhasil menyentuhnya, Sasuke benar-benar tidak bisa mendiamkan tangannya. Kini tangannya itu berkeliaran menjalar ke leher dan dada terbuka Hinata yang telah ia tandai.

"Yang mulia, saya ingin pulang." Hinata meraih tangan besar itu yang dari tadi menjamah tubuhnya itu, dan memohon. Jika perlu Hinata akan berlutut supaya dirinya bisa bertemu sang ibunda. Dia sudah tak nyaman berada di sini.

Wajah tenang yang dari tadi tercipta kini berubah datar. Kedua tangannya yang digenggam kini dengan mudah memenjarakan tangan mungil Hinata di atas kasur setelah menjatuhkan tubuh kurusnya. Dan Sasuke kini berada di atas tubuh mungilnya. Begitu cepat keadaan berubah.

"Kau dilarang pulang sebelum aku yang membawamu pulang." Intimidasi Sasuke begitu kuat hingga membuat Hinata yang lemah dibuat begitu gemetar dan air matanya kembali mengalir karena tak bisa berbuat apa-apa dibawah tekanan sang calon raja.

Seolah Sasuke menunjukkan siapa yang paling berkuasa akan keputusan yang akan diambil dalam hidup Hinata mulai dari sekarang.

Sasuke membuka dalaman wanitanya dengan mudah. Ia sengaja hanya menyimpan sepasang dalaman saja untuk Hinata supaya dirinya tidak perlu repot-repot membukanya seperti beberapa waktu yang lalu.

"Arkhhh...." Hinata dibuat teriak kesakitan saat sang pangeran memasukinya dengan keras dan kering. Hinata menangis sambil meraung merasa tersiksa dengan perlakuan kejamnya.

"Yang mulia, hiksss..... Tolong berhenti. Ini sakit sekali!"

Sasuke tidak mempedulikan apapun. Laki-laki itu tampak menikmati irama tubuhnya yang menubruk tubuh Hinata dengan keras. Ia benar-benar tidak peduli saat Hinata memukul dan mencakar punggungnya karena permainan kasarnya.

Si Cantik Milik Sang RajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang