4. Closer

71 16 0
                                    

Halo Adel

Mau bikin tugas kapan?

Adel?

Del

Adell

WOI ADEL BANGUN!

Ting! Ting! Ting! Pesan itu membuat Adel terbangun dari tidurnya. Adel menyalakan ponselnya, dia tidak sempat melihat siapa yang mengirim pesan kepadanya. Jam menunjukkan pukul 06.45. Sial, Adel terlambat.

Dengan tergesa-gesa, cewek itu memakai seragam, menyiapkan tasnya, langsung menaiki motornya dan mengebut.

Sampai di sekolah.

Seorang satpam hendak menutup pintu gerbang sekolah, ketika matanya melihat Adel, dengan baju acak-acakkan dan motor besar, satpam itu buru-buru menarik kembali gerbang, mempersilahkan Adel masuk tanpa berkata sepatah kata pun.

***
Jam istirahat.

Adel memilih diam di kelas. Dia malas bertemu dengan orang, apalagi Zee. Tapi ternyata, yang diam di kelas bukan cuma Adel. Satu gadis bermata hitam cemerlang, dengan rambut dikucir dua. Gadis pemilik nama Ashel.

"Adel" Ashel menghampiri Adel. Adel diam saja, menunggu Ashel melanjutkan.

"Kapan mau bikin tugasnya?" tanya Ashel.

"Terserah" Adel menjawab seadanya.

"Yang bener" Ashel balas menjawab "deadline-nya dua hari lagi, kalo ditunda nanti gak jadi-jadi"

Adel menatap Ashel dengan tatapan malas, lalu berkata "Pulang sekolah, di rumah gue"

***
"ASHELLLLLL" teriakan Kathrin bergema di lobby sekolah.

Ashel menoleh, melihat Kathrin dan Marsha tersenyum kepadanya.

"Aku mau main ke rumah Kathrin, ikut ya?" kata Marsha.

Ashel cemberut, dia menggeleng, tidak bisa.

"Tumben" kata Kathrin.

Tiba-tiba, muncul sebuah motor besar, Ducati Desmosedici GP. Motor Adel.

"Naik"

Ashel menelan ludah. Dia tidak menyangka Adel akan membawa motor sebesar itu. Adel menunggu.

Kathrin dan Marsha melongo, saling bertatapan.

"Jadi lo mau naik atau mau ngeliatin gue?" kata kata Adel membuat pipi Ashel memerah.

Ashel buru-buru naik ke motor Adel. Motor itu melaju pergi, meninggalkan Kathrin dan Marsha yang masih saling tatap kebingungan.

***
Ashel turun dari motor Adel. Memandang kastil megah Adel.

"Jadi lo mau masuk atau mau ngeliatin rumah gue?" tanya Adel.

Ashel mendengus sebal.

Adel menarik tangan Ashel, membawanya masuk.

"IH—IH Adel, woi lepas" Ashel memberontak, tidak sudi tangannya dipegang Adel.

"Sensi amat sih lo," Adel berkomentar, melepaskan tangannya "emangnya lo kalo gue pegang kenapa? Rabies?"

"Bukan gitu" jawab Ashel kesal "gue bisa jalan sendiri, gausah pegang-pegang"

Adel hanya mengangkat bahu.

"Trus mau bikin videonya gimana?" tanya Adel "Emang lo bisa ngedit?"

Ashel tersenyum jahil, "Bisa"

"Oh ya?" tanya Adel, ikut tersenyum jahil.

"Lo nantangin?"

"Kalo iya gimana?"

Senyuman jahil Ashel berubah menjadi tatapan serius.

***

"Ok udah semua di videoin, tinggal gue edit di rumah"

Ashel memutar ulang video. Adel ikut melihat. Tapi pandangan mata Adel berpindah, mata itu menatap wajah Ashel.

"Lo gak takut sama gue?" tanya Adel spontan.

Ashel masih menonton video, menjawab "Nggak. Emang lo apa? Tuhan?"

Adel tersenyum tipis "Temen lo takut sama gue?"

"Kathrin sama Marsha?" Ashel balas bertanya, dijawab dengan anggukan Adel "Kathrin sih bilang gue jangan cari masalah sama lo, karena ortu lo kan yang punya sekolah—"

Ashel diam sebentar, lalu melanjutkan "Tapi gue bodoamat sih, lo gak semenyeramkan itu"

Ashel menatap Adel, "Kenapa lo berpikir kalo orang-orang takut sama lo?"

"Karena sejauh ini yang mau temenan sama gue cuma satu orang" jawab Adel.

"Siapa?"

"Zee, tetangga gue, dia murid kelas sebelah" jawab Adel "Zee orangnya bodoamat, kaya lo"

Ashel mengerutkan kening, "Gue juga bisa jadi temen lo"

Adel menatap Ashel lamat-lamat. Baru kali ini ada orang yang mengatakan hal itu kepadanya, gue juga bisa jadi temen lo.

Adel orangnya tidak menyeramkan. Adel ingin berteman dengan banyak orang, seperti Zee. Tapi Adel pikir, semua orang takut padanya, karena orangtuanya sangat berkuasa. Memang benar, ada beberapa anak yang diskors karena mencari masalah dengan Adel, tapi Adel tidak pernah benar-benarmelaporkan mereka ke orangtuanya, melainkan murid lain yang melaporkan kepada pihak sekolah.

Dulu, Adel suka sekali berkelahi, tapi karen hal itu, dia dijauihi. Tidak ada yang berani dengannya. Dan setelah sekian lama, akhirnya dia bertemu dengan orang yang tidak peduli sama sekali tentang betapa menyeramkannya dirinya.

Adel memeluk Ashel.

Lama.

Lama sekali.

"Jadi lo mau ngebiarin gue pulang atau mau meluk gue sampe besok?"

Pertanyaan Ashel membuat Adel melepaskan pelukannya. Makasih ya, begitu maksud tatapannya.

***
Cantik, cantik sekali.

Pena hitam mulai menggores kertas.

***

Haii!!! Makasih udah baca sampai sini. Tolong bantu pencet bintang yahhh! Terimakasiih, tunggu next part-nya ya!

Our Secret Diary (A DelShel Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang