7. Mangga Pemersatu

30 16 8
                                    

Mereka kali ini begitu kompak


.
.
.


Tanpa mendengar jawaban dari Mala, Lelaki itu lebih dulu menariknya perlahan dan menuntunnya ke suatu tempat. Mala yang awalnya ingin menolak akhirnya mau tak mau mengekori lelaki itu dengan tangan mereka yang masih berpegangan.

Saat Mala bertanya tujuan mereka kemana, Dikta tidak menjawab. Hingga langkah mereka membawa ke area belakang sekolah yang mana terdapat pohon mangga besar di sebalik pagar. Di situ perhatian Mala cukup teralihkan oleh buah yang menggantung banyak di pohon tersebut dan nampak melezatkan. Namun untuk menjangkaunya, seseorang harus bisa melewati pagar dan memanjat pohon mangga tersebut yang mungkin milik warga sekitar sekolah.

"Sampai!" Mala menoleh saat Dikta berkata demikian. Lantas ia mengernyit bingung mengapa Dikta membawanya ke tempat seperti ini.

"Terus? Kita ngapain disini?!" Mala menghela nafasnya. "Lo kan tau kalau kita bakal ada rapat, Ta!" Saat berbicara demikian sang lawan bicara malah menaruh tasnya di atas rumput dan sekarang hendak melepaskan jam tangan di tangan kirinya dengan arah pandang yang fokus ke satu titik yaitu pohon di depan mereka.

Setelah terlepas, Dikta akhirnya menatap Mala yang kebingungan. "Masih ada sekitar 15 menit, jadi kita bisa ambil kesempatan dengan mengambil mangga-mangga itu sebelum Angga sama yang lain ambil!" Ucapnya yang sontak membuat Mala tercengang.

"Hah? Terus ngambilnya? Masa harus panjat pager itu?!"

"Itu mah gampang, lagian gak tinggi-tinggi amat kok! Terus ini bakal jadi seru!" Ucapnya membuat Mala semakin bingung di buatnya, Dikta kembali melanjutkan. "Tutup matanya kalau mau tau yang serunya gimana!"

Mendengarnya, Mala sejenak tak mengerti namun agar semua ini cepat berakhir dan mereka bisa segera kembali, Mala pun menutup kedua matanya sampai dimana ia merasakan tubuhnya di bopong di awali dengan kedua tangannya yang di tarik ke depan lalu tubuhnya di angkat ke atas tubuh seseorang yang tidak lain dan tidak bukan ialah Dikta. Mala membuka matanya mendapati ia di atas punggung Dikta, ia pun mengeratkan tangannya yang melingkar di bahu lelaki itu takut jatuh. Berniat untuk protes tapi buru-buru Dikta membawanya ke dekat pagar.

"Ayo naik!" Ucap Dikta menginstruksi.

"Maksud lo gue naik ke atas pager gitu?"

"Iya! Ayo, bentar lagi kita mau rapat!"

"Ah! Ngapain sih, Ta!" Ucapnya mendumel namun masih melakukan apa yang di instruksi kan oleh Dikta supaya semuanya cepat berakhir.

Setelah berada di puncak pagar, giliran Dikta yang dengan mudahnya naik lalu keduanya pun turun dari pagar tersebut ke luar lingkungan sekolah tepatnya di samping pohon mangga besar itu. "Nah sekarang lo naik ke atas punggung gue!"

"Ngapain lagi?" tanya Mala dengan nada pasrah.

"Mau mangga gak?" tanya Dikta sambil menunjuk salah satu mangga yang nampak lezat dan sedikit lebih mudah untuk di jangkau. Dikta membungkuk dan sempat mengajak perempuan itu ke atas punggung nya sampai akhirnya Mala naik dengan gerakan yang hati-hati.

Untung saja kala itu Mala menggenakan celana kalau saja bawahannya saat itu adalah rok sekolah mana mau ia naik ke atas punggung Dikta.

"Ihh gue takut jatuh! Gak usah banyak gerak, ah!"

"Gak, gak jatoh kok! Sekarang pegangan!" Setelah berada di bahu Dikta, lelaki itu pun

perlahan menegakkan tubuhnya dan kini dengan begitu mereka bisa menjangkau mangga yang mereka mau dengan mudah.

"Nahh itu ambil, La!" Dikta berjalan mendekati mangga yang menjadi sasaran mereka lalu dengan mudah pula Mala memetiknya.

Ngomong-ngomong, pohon mangga itu memang sering menjadi sasaran empuk bagi anak SMA 01 terkhususnya rombongan Dikta. Tahun lalu, waktu pohon tersebut sudah berbuah dan menghasilkan banyak mangga ia dan yang lain melakukan trik yang sama. Padahal mereka tahu kalau pohon tersebut adalah milik warga yang tinggal di sekitar. Dan siapa bilang kalau mereka selalu beruntung dapat memakan mangga manis itu dengan gratis dan tanpa halangan apapun, pernah satu kali mereka di pergok oleh si punya pohon mangga tersebut hingga terlibat aksi kejar-kejaran dan bahkan guru-guru SMA 01 turun tangan dengan melarang siswanya untuk mengambil mangga di belakang sekolah karena si punya pohon itu mengkomplen ke pihak sekolah. Untung saja, guru-guru tidak ada yang tau siapa saja pihak yang terlibat.

Your Attention Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang