11.1 Tak Ingin Terluka (a)

21 5 1
                                    

"Tapi ini gak bakal lama, ibu janji bakal ngelunasin semuanya secepatnya!"

.

.

.




Hari semakin gelap sementara Mala dan Dikta baru sampai di depan gerbang rumah perempuan itu. Mala turun dari motor kemudian membuka gerbangnya lebar-lebar.

Dikta tersenyum. "Gue cabut dulu!" Ujarnya namun saat hendak memutar kunci motornya tetiba suara Mala terdengar.

"Eh, gak.. masuk dulu?" Ujarnya menawarkan lantas membuat Dikta bingung, ya karena ini bukan Mala yang ia kenal.

"Yaudah!" Mendapat tawaran seperti itu, sayang sekali bukan.. untuk di tolak, Dikta menurunkan standar motornya kemudian melepas helm yang melindungi kepalanya sepanjang perjalanan.

Disitu, Mala sontak memutar kedua bola matanya, jujur ia hanya sekadar basa-basi karena Dikta sudah berbaik hati mengantarnya pulang walaupun jarak antara rumahnya dengan lelaki itu cukup jauh, mungkin. "Giliran di tawarin gitu aja langsung mau!" Mendengarnya Dikta terkekeh lalu menyusul Mala yang tengah berjalan masuk ke dalam rumah.

Setelah salam, Mala pun mempersilahkan Dikta untuk duduk di sofa.

"Nyokap lo mana?" tanya Dikta sambil duduk di sofa putih di ruang tamu itu.

"Kayaknya masih di kantor, gue ganti baju dulu.." Mala pun pergi ke lantai atas untuk mengganti seragamnya ke baju yang biasa ia kenakan saat di rumah. Disisi lain, Dikta sendirian di ruangan itu seperti yang ia lakukan saat pertama kali berkunjung ke rumah Mala, satu hal yang selalu menyita perhatiannya yaitu bingkai foto besar yang mana ada Mala kecil disana.

Tak lama Mala kembali dengan penampilan berbeda, kaos biru dan celana kain panjang. "Bi, Papa sama Mama belum pulang?!" tanyanya pada asisten rumah tak lama asisten yang ditanyai begitu menjawab dari arah dapur.

Kemudian ia berjalan pelan ke sofa sambil menggigit bibir bawahnya, entah mengapa tiba-tiba ia merasa canggung. Sementara Dikta senantiasa sumringah. "Oke, kayaknya gue gak bakal lama.."

"H-hah? Mati?!"

Sontak Dikta tertawa mendengar jawaban polos dari perempuan itu. Ya kali ini ia salah mengatakan sesuatu sehingga Mala salah mengartikan maksud Dikta. "Maksud gue, gue bakal cabut bentar lagi, soalnya udah mau magrib." Jelasnya dengan nada lembut sehingga membuat bulu kuduk Mala merinding, maksudnya bukan merinding jijik, takut atau sebagainya.. tetapiii yaaa kalian tau lah..heheh

"Makanya lo ngomong yang jelas, gue jadi salah ngartikan!"

Dikta terkekeh melihat reaksi Mala yang sedikit kesal tak lama ponselnya berdering pertanda ada panggilan sesuatu. Segera ia merogoh sakunya lalu memencet tombol hijau di layar hingga terdapat suara seseorang di balik benda pipih itu.

"H-hah...gak kedengaran.." Dikta beranjak dari duduknya menuju teras. Sementara itu, Mala menepuk dahinya, menyesali perbuatannya, bisa-bisa nya ia mengajak Dikta masuk kedalam rumahnya setelah kejadian tidak mengenakkan antara ia dan Demian kemarin malam, kalau saja Demian sudah pulang dan melihat Dikta ..mungkin Dikta akan pulang dengan muka bonyok.

Disini Mala langsung memikirkan bagaimana cara menyuruh Dikta pulang karena bisa jadi ayahnya sekarang sedang di perjalanan pulang. Mala takut terjadi hal yang tidak mengenakkan dan argh! Mala mulai memikirkan hal-hal yang tidak-tidak.

Ia sedikit menyesal telah mengajak Dikta untuk masuk ke rumahnya.

Bukan apa-apa ia takut terjadi yang tidak-tidak saat Demian melihat Dikta dan menimbulkan kesalahpahaman lainnya.

Your Attention Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang