10.1 Kesenangan (a)

14 7 9
                                    

"Wihhh lucuuu banget!!"

.
.
.




Keesokan harinya, Mala kembali melanjutkan aktivitas nya seperi biasa. Pagi hari sebelum berangkat, ia sarapan roti selai buatan asisten rumah biasanya ada Ranti yang menyiapkan tetapi karena hari ini perempuan itu ada pekerjaan yang harus ia lakukan mungkin mengurus penerbitan buku yang ia buat.

Pagi itu, Mala sama sekali tidak bertemu ayahnya. Mungkin sudah berangkat bekerja. Pikir Mala jadi ia berangkat bersama Pak Endra. Seperti hari biasanya.

Mala bercermin dan melihat kondisi matanya yang membengkak karena menangis. Ia menghela nafas sudah cukup dua orang yang bertanya-tanya mengapa matanya bisa seperti itu, ia tak mau teman-teman di sekolahnya juga bertanya demikian.

Di depan cermin, dengan hati-hati ia memegang gunting setelah beberapa helai rambut ia bawa kedepan untuk ia buat poni. Sebenarnya apa yang ia lakukan saat itu sama sekali bukan keahliannya bahkan ada beberapa potongan yang tidak rapi hingga merusak sedikit bentuk poni yang ia inginkan. Namun ia tetap melanjutkan hingga jadilah penampilan baru Mala dengan beberapa helai rambut menjadi poninya dan agak panjang hingga menutupi matanya.

Setelah merasa siap, akhirnya ia turun menemui Pak Endra yang sudah menunggu nya di garasi. "Wiihhh, Non, kapan punya poni?" tanyanya, pasti akan bertanya begitu, pikir Mala.

"Mala cuman bosan aja dan pengen punya poni tadi pagi Mala potong sendiri."

Raut wajah Pak Endra nampak sedikit gelagapan dan salah tingkah mungkin ingin mengkritik tapi tidak enak hati dengan anak majikannya itu. Akhirnnya Pak Endra memilih untuk masuk ke mobil dan mengantar Mala ke sekolah.

Jujur, penampilan Mala saat ini membuatnya kurang pede. Terlebih potongan poninya di rasa Mala kurang rapi. Hufh! Seharusnya ia meminta bantuan ke yang ahli dalam bidang tersebut agar hasilnya lebih bagus.

Setibanya di sekolah, Mala turun dan mulai memasuki area parkiran dimana seperti hari biasa parkiran penuh dengan anak cowok yang berkumpul. Jantungnya semakin berdebar kala beberapa anak cowok disana bersiul dan terang-terangan memanggil namanya, siulan serta godaan itu terdengar menghina Mala terlebih setelah memanggilnya mereka tertawa dan saling mengoper nama Mala untuk menjadi kekasihnya. Benar-benar memalukan!

Mala bisa saja melabrak mereka ataupun menampar satu persatu pipi mereka itu tapi, ia berusaha untuk tidak melawan terlebih ia sebentar lagi akan jauh dari parkiran dan tawa mereka tidak lagi di dengar oleh Mala. Namun terdengar klakson motor yang dibunyikan beberapa kali hingga menyita perhatian beberapa siswa termasuk Mala disitu Mala berbalik menemukan Dikta dengan motor vespanya datang dan berhenti di sampingnya.

Ternyata cowok itu sekolah. Pikir Mala.

"Ya ampun, kangen banget gue ama lo!" Ucapnya di balik helm. Mendengarnya pipi Mala terasa panas namunn untuk menutupi salah tingkahnya perempuan itu malah menampar lengan Dikta yang membuat sang empu meringis.

Dikta membuka kaca helmnya semakin lebar sehingga ia lebih leluasa memandang wajah Mala yang ternyata baru ia sadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. "Eh, gue ngerasa ada yang bed-

Belum sempat menyelesaikan omongannya, Mala buru-buru pergi, secepat mungkin ia melangkah, meninggalkan Dikta yang juga buru-buru memarkirkan motor dan mengejar perempuan itu.

Kini keduanya sudah berada di lorong. Mala beberapa kali berucap menyesal telah membuat poni yang malah membuatnya malu tujuh turunan. Di tambah reaksi cowok-cowok di tempat parkiran tadi semakin membuat rasa malu Mala semakin naik ke ubun-ubun.

Tak lama terdengar langkah kaki mendekat kemudian mensejajarkan diri dengan Mala. Siapa lagi kalau bukan Dikta. "Ya ampun cepet banget sih lo jalannya?" Ucapnya sambil terengah-engah. Cukup melelahkan mengejar Mala.

Your Attention Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang