12. Rasa yang Tidak Berbalas

20 5 5
                                    

"Terus? Gue harus ngapain? Toh dia bukan cowok gue!"

.

.

.


Hari ini hari dimana semua calon Ketua dan wakil ketua OSIS di suruh berkumpul dan masing-masing kelas perwakilan dua sampai tiga orang untuk turut hadir di aula SMA 01. Setelah semuanya dinyatakan sudah siap, sudah mengirimkan video berisikan pengenalan diri dan visi-misi masing-masing dan macam macam persyaratan lainnya, hari penentuan nomor urut calon pun tiba. Di jam pelajaran pertama Mala, Dikta dan dua teman sekelasnya izin tidak masuk kelas dan menuju aula dan rasanya ini adalah pertama kali Mala izin karena urusan seperti ini, biasanya ia akan izin karena merasa sakit tapi jika sakit itu masih bisa ia tahan ia tetap memaksakan untuk masuk seperti pusing atau gejala awal bulan.

Berbeda dengan siswa lain yang memilih untuk memanfaatkan situasi supaya tidak masuk kelas. Asalkan kondisi tubuhnya masih bisa duduk di bangku dan telinganya masih bisa mendengar penjelasan guru tak masalah baginya jika sekedar sakit kepala ataupun yang lain.

Mikrofon mulai menyala menandakan acara segera di selenggarakan. Acara penentuan nomor urut itu di awali dengan pembukaan singkat dari Pembina OSIS suasana ruangan dipenuhi oleh antusiasme dan tegangnya para calon serta seluruh siswa yang hadir. Mala dan Dikta beserta calon lain duduk di kursi terdepan sesuai aturan yang ada.

Panitia pemilihan OSIS memperkenalkan diri satu per satu setelah itu barulah di persilahkan pada masing-masing calon memperkenalkan diri mereka. Kemudian, dengan penuh semangat, pembina OSIS mempersilakan salah satu anggota panitia untuk melakukan pengundian nomor urut calon. Suasana ruangan menjadi hening ketika nomor urut pertama ditarik secara acak. Setiap nomor urut yang diumumkan disambut dengan tepuk tangan dari seluruh siswa yang hadir. Hasil pengundian tersebut, Dikta dan Mala mendapat nomor urut dua.

Proses pengundian nomor urut calon ketua dan wakil ketua OSIS berlangsung lancar dan penuh keceriaan. Setiap calon menerima nomor urutnya dengan lapang dada, siap untuk memulai perjalanan kampanye mereka menuju pemilihan yang akan datang.

Mala akhirnya bernafas lega karena bisa keluar dari aula yang di penuhi dengan ketegangan dan rasa gugup yang tiada tara ia rasakan. Maklum saja, ini adalah hal baru bagi Mala, segala rinci kegiatan di organisasi tak ia ketahui sebelum nya. Sehingga keterampilan berorganisasinya masih sangat minim, bahkan mungkin saja tidak ada.

Setelah acara selesai, mereka semua kembali ke kelas karena jam pelajaran pertama belum usai. Satu jam berlalu, bel pun berbunyi pertanda sudah jam istirahat, seluruh siswa pun berhamburan tak mau tempat duduk mereka di ambil orang lain di kantin karena terlambat semenit saja dapat dipastikan mereka akan makan sambilan berdiri, belum lagi soal antrian yang setiap harinya bak panjangnya rel kereta api.

Begitu pula dengan Mala dan Nisa yang harus lari-larian di koridor demi mendapat mie ayam serta tempat duduk mereka karena hari ini keduanya sama sama tidak membawa bekal. Nyatanya, usaha mereka sia-sia, kantin telah penuh oleh anak-anak kelas dua dan tiga yang mana sebentar lagi akan di tambah oleh anak kelas satu.

"Lo cari kursi, gue bakal pesen mie ayam buat kita berdua." Ucap Nisa membagi tugas dengan nafas yang belum sepenuhnya teratur.

Mala mengangguk sambil mengedarkan pandangannya ke seisi kantin mencari tempat duduk untuk mereka berdua. Namun nihil, ia tak menemukan satu pun. Nisa telah pergi menyisakan ia yang berdiri di tengah-tengah suasana ramai dan berisik dari obrolan masing-masing siswa.

Hingga saat mengedarkan pandangannya, matanya berhenti pada meja anak cowok yang mana mereka adalah Ben, Kasino dan Indra. Teman sekelasnya sendiri. Detik itu juga, Ben memergoki Mala yang melihat kearah mereka, senyumnya merekah, tangannya terangkat memberi gerakan yang berarti menyuruhnya untuk bergabung lalu berteriak. "Sini, Mala!"

Your Attention Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang