Dari kecil, Putri selalu menjadi Putri malu. Fokusnya hanya pada buku dan tempat ternyamannya hanya ada di kamar.
Selama tumbuh. Dia selalu sendiri. Tidak memiliki teman. Mengingat Putri tidak bisa berteman, dia hanya anak pemalu yang pintar.
Putri terlihat asyik dengan makanannya. Melati dan Anton juga asyik makan sambil berbincang mengenai anak Alva dan Fiana.
Mendengar nama Finn, Putri langsung memasang telinga.
"Finn pulang lusa, dia pindah kerja di sini, sama eyangnya pasti ga betah, kakeknya juga dari awal ga kasih izin," kata Anton.
"Hmm.. Keadaan Liam masih belum membaik?" Melati menyudahi makannya.
"Belum, dia masih jadi putra tidur, udah 3 tahun.." jawabnya.
Putri mengunyah pelan. Liam? Kembaran Finn yang usil dan pernah membuatnya menangis saat waktu kecil?
Dia kenapa?
Putri yang selama ini sibuk dengan dunianya jadi tidak terlalu tahu tentang Liam dan Finn yang saat SMP pindah itu.
"Udah cari tahu dari hal yang ga medis belum? Harus cari tahu juga, agak aneh,"
"Hm, Alva sama Fiana juga kena kutukan, bisa aja Liam juga.."
"Iya ya, mereka awalnya nikah karena itu," Melati baru ingat.
Putri terdiam. Kutukan? Dia tidak percaya itu.
"Put, gimana kerjaan?" Anton tersenyum hangat, Putrinya yang kini dewasa semakin terlihat seperti mendiang Putri.
Penyuka buku, belajar dan pintar.
"Jadi penulis novel pasti ga mudah, sayang.." Melati mengusap kepala Putri sekilas. Walau sudah besar, di matanya. Putri tetaplah putri kecilnya.
Putri tersenyum tipis. "Udah selesai, lagi di proses sama penerbit," jawabnya.
"Bagus, kalau gitu ikut bunda sama ayah ke rumah, mama, papa, ya?" riangnya. "Ada Finn pulangloh, kalian kan deket waktu kecil," jelasnya.
Putri menelan ludah gugup. Diajak bertemu cinta pertamanya? Apa dia bisa. Rasanya sudah malu dari sekarang.
"Kita jenguk Liam juga,"
***
"Udah," Alva tersenyum tipis. Istrinya masih murung, mengingat salah satu anak kembar mereka tidak kunjung bangun dari tidurnya.
"Dukun yang nanganin dulu?" Anton terlihat tenang, lebih dewasa dan Alva pun sama. Mereka bukan anak muda lagi.
"Hm, masih dia walau udah susah di ajak ke rumah sekarang, udah tua," Alva menghela nafas.
"Sabar, Va.. Kamu harus kuatin istri," Anton menepuk bahunya sekilas.
"Hm, pasti. Liam persis aku dulu, Ton.." Alva menatap Liam yang tenang nan damai. "Dia harus dinikahkan, tapi siapa? Siapa yang mau dan percaya kutukan itu ada?" Alva terlihat frustasi.
"Dinikahkan? Ternyata kutukanmu terulang, Va?" Anton masih penasaran.
"Bukan. Ini katanya karma dari kakek Robby, Ton." jawabnya.
Anton langsung terdiam. Dia tahu karma apa. Mengingat kakek tua itu sangat kejam dan egois.
"Harusnya bukan Liam yang mendapat karma yang seperti kutukanku itu, Ton." Alva merasa gagal membahagiakan istri dan anaknya.
Anton masih diam. Tidak menyangka bahwa karma itu ada. Bahkan sampai membuat Liam begitu.
Anton dan Anwar masih selalu menemani Alva, membantunya untuk mencari pengobatan untuk Liam. Tapi ternyata, itu bukan medis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Putra Tidur (TAMAT)
عاطفية#dewasa #sequel Kutukan Cinta; Turn On