Liam menatap calon istrinya yang terus tertidur. Katanya dia yang menolongnya yang hampir 3 tahun tertidur.
Liam mulai berlatih otot, berusaha menyesuaikan diri dengan tubuhnya yang sempat tidak bergerak bertahun-tahun.
Sekarang Liam sudah bisa berjalan normal, tanpa membutuhkan waktu yang lama karena tubuhnya memang sehat.
"Kapan, Liam? Kasihan keluarga Putri jika harus menunggu kamu siap menikahinya, dia yang menolong," Fiana mengusap lengan anaknya, dia harap Liam tidak banyak berpikir lagi.
Fiana, Alva, Anton maupun Melati tidak tahu jika akan berefek menjadi berbalik pada Putri. Jika Liam tidak menikahinya maka Putri akan benar-benar menjadi putri tidur menggantikan Liam.
Dengan semua penjelasan. Liam pun berhenti berpikir. Dia tidak mungkin terus memandang dan yakin Putri akan bangun dengan sendirinya.
***
"Haus? Kamu mau minum?" Melati mengusap wajah Putri.
Putri terlihat masih kebingungan. Dia merasa masih seperti kemarin, padahal sudah satu bulan lamanya tertidur.
Putri menggeleng lalu menatap sosok lain. Finn hanya menatap lurus, tidak ramah lagi. Seperti bukan Finn yang selama ini dia lihat.
Liam melirik Finn lalu tersenyum samar. Ternyata dua manusia di depannya itu saling menyukai.
Liam tersenyum kian puas. Dia akhirnya bisa merebut apa yang disukai Finn. Jika tahu itu dari awal, Liam tidak akan banyak berpikir.
Lihat saja. Liam dengan sangat yakin, dia akan merebut Putri, tidak akan memberikan Finn kesempatan.
Liam membuka kotak cincin dan meraihnya. Dia sentuh jemari Putri, membuat Putri menatap kearahnya.
Liam memasangkan cincin yang belum sempat dipasangkan karena hebohnya para orang tua melihat Putri tidur bangun.
Liam tersenyum miring. "Kita resmi suami istri," ujarnya dengan tenang.
Seolah tengah menaburkan garam diluka keduanya.
Liam melirik Finn dengan senyuman mengejek walau tidak terlalu ketara.
***
Putri menatap punggung Liam yang lebih kokoh dari Finn itu. Dia terus mengayunkan langkah mengikuti Liam.
Putri tidak tahu dia akan dibawa ke rumah pria itu. Dia pikir tetap akan di rumah masing-masing mengingat mereka butuh waktu untuk saling melepas rasa canggung.
Tapi entah kenapa, Liam terkesan memaksa untuk bersama dan membawanya pulang ke tempat yang selama ini dia tinggalkan.
Putri tidak bisa melawan saat Melati maupun Anton menyuruhnya untuk mendengarkan apa yang dikatakan suaminya.
Putri tidak menyangka akan memiliki suami setelah selesai menuntaskan satu novelnya. Tahu begini, dia lebih baik tidak datang saat makan malam menyambut Finn.
"Kamar aku dimana?" Putri bertanya pelan.
Liam menoleh. "Apa?" dia tidak mendengar gumaman itu.
"Kamar aku dimana?" Putri mencoba menambah volume suaranya.
"Kita satu kamar, jangan drama minta kamar pisah," respon Liam dengan datar dan malas.
Liam membuka pintu kamarnya. Mempersilahkan Putri untuk masuk lebih dulu. Tatapan Liam terus mengikuti Putri lalu tersenyum samar.
Ternyata Putri tidak berubah. Tetap menjadi putri malu.
Liam menutup pintu membuat Putri menoleh waspada. Kenapa harus ditutup? Begitu pikirnya panik.
Liam tidak peduli. Dia hanya ingin memeriksa semua yang dia rindukan. Katanya 3 tahun tidak bangun. Tempatnya masih aman dan sering di bersihkan.
Tidak ada yang berbeda. Dia hanya perlu belajar tentang bisnis. Finn sudah maju selangkah lebih dulu, Liam tidak ingin kalah.
***
Putri begitu tegang saat Liam rebahan di sampingnya, mengerang nyaman seolah baru pertama kali merasakan kasur empuk.
Putri terus menatap lurus langit-langit kamar yang mewah. Dia sedang berperang, memilih untuk tidur di sofa.
"A-aku tidur—"
"Di sofa?" Liam menopang kepalanya dengan sebelah tangan sedangkan sebelahnya lagi menahan perut Putri agar tetap di tempatnya.
Putri terhenyak dan kembali mematung. Keduanya bersitatap.
Liam tersenyum miring. "Tidur di sini, atau—"
Putri berdebar panik, menatap Liam gelisah. Dulu saat kecil Liam nakal, apalagi setelah dewasa.
Sebagian besar hidupnya di luar negeri, bukankan sangat normal jika Liam hidup bebas?
Putri menyingkirkan tangan Liam di perutnya, itu tidak nyaman dan canggung.
Liam menatap itu lalu beralih cepat mencekik leher Putri dengan sebelah tangannya, hanya cekikan manja. Lebih tepatnya hanya ingin menyentuh leher cantik itu.
"Finn, kalian saling menyukai?" tanya Liam yang kini tatapannya turun ke bibir Putri.
Putri tetap terhenyak kaget, dia pikir akan dibunuh.
Putri tidak menjawab, dia tidak tahu dengan perasaan Finn dan dia juga berhak menolak menjawab itu.
Liam menabrakan bibirnya membuat Putri melotot dan segera mendorong wajah Liam lalu menamparnya.
Liam terhenyak sesaat lalu tersenyum miring. Walau pemalu, ternyata bukan perempuan lemah.
Liam kembali mencekik Putri lalu melumat bibirnya, dia gigit agar terbuka lalu menjejalkan lidahnya.
Putri terus berontak dan menangis takut setelah Liam menjauhkan diri sambil tertawa pelan.
"Wah, di tolak," gumamnya sambil menyeka bibir yang berdarah oleh gigitan Putri.
Ini pertama kalinya Liam merasa tertolak. Padahal Putri istrinya sekarang. Liam tatap Putri tajam, tidak ada senyuman.
Putri beringsut, dia ketakutan. Kenapa Liam dewasa jadi menyeramkan. Putri memekik saat gagal kabur.
"Ampuuunn!" Putri berontak histeris.
Liam terus menguncinya hingga Putri lemas dan berhenti walau tetap terisak.
Liam kembali menciumnya, membiarkan darah mereka menyatu. Membuat Putri takut, itu tujuannya agar mudah mengendalikannya.
Kali ini Finn akan kalah!
Liam juga akan merebut semua perhatian orang yang menyayangi Finn.
Baca duluan bagi yang mau ada di karyakarsa ya. Makasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta; Putra Tidur (TAMAT)
Storie d'amore#dewasa #sequel Kutukan Cinta; Turn On