Masih belum ada hilal untuk boy meet boy ◍•ᴗ•◍
.
.
.Liburan musim panas telah berlalu, dan kegiatan menjenuhkan para siswa kembali dimulai.
Di pertengahan musim panas, pagi hari pun terasa seperti matahari seakan-akan berada tepat di atas kepala. Mesin pendingin dan kipas angin di ruang guru maupun ruangan kelas terdengar mendengung. Berusaha sekeras mungkin untuk menyingkirkan hawa panas yang berputar-putar di udara.
Pria paru baya yang tengah menjelaskan materi logaritma di depan kelas pun tak ambil pusing ketika ekor matanya menemukan sebagian murid, khususnya yang berada dibarisan belakang telah menanggalkan dasi dan membuka kancing teratas mereka. Murid-murid itu tak lagi fokus pada penjelasan guru matematika yang terkenal galak itu dan memilih menggunakan buku sebagai kipas tambahan karena kipas angin di ruangan kelas tak lagi cukup mendinginkan tubuh yang kian tersiksa kepanasan.
Mungkin pria itu juga sama tersiksanya. Maka meskipun merasa jengkel akan tingkah beberapa muridnya yang tak disiplin. Dia tidak bisa melakukan apapun selain meleburkan cacian yang mendesak di ujung lidah bersama keringat yang mengucur di dahinya.
Di lain sisi, jauh di pekarangan sekolah yang luas Lan Wangji seakan tak bereaksi dengan cuaca ekstrim saat ini. Sang ketua disipliner yang mendapat giliran patroli hari ini bergeming dari posisinya. Berdiri di depan gerbang sekolah yang menjulang seakan menunggu seseorang.
Sesekali iris emasnya melirik arlojinyang melingkar di tangan kirinya.
Ini sudah sepuluh menit semenjak kelas pertama di mulai. Biasanya Wangji akan berdiri di sama selama tiga puluh menit. Jika tidak ada pelanggar maka ia hanya akan mampir ke ruang disipliner untuk membuat laporan singkat dan kembali ke kelas. Tapi jika ada pelanggar, maka sudah sudah tugasnya untuk menjatuhi hukuman langsung dan mengawasinya sampai hukuman murid itu selesai.
Hukumannya bisa beragam.
Yang paling ringan adalah membersihkan toilet. Dan yang paling berat adalah menyalin buku peraturan yang tebalnya sudah seperti ensiklopedi sejarah yang tak mungkin beres ditulis dalam waktu hitungan jam.
Terakhir kali seseorang yang mendapat hukuman itu adalah murid kelas X yang diam-diam merokok di halaman belakang sekolah dan sialnya ketauan Wangji. Dia menyalin buku itu sampai matahari tenggelam dan besoknya tidak masuk sampai berhari-hari akibat tangannya yang harus dibebat karena menulis tanpa henti.
Namun anehnya. Tidak ada satupun orangtua yang protes.
Gusu Academy adalah sekolah terbaik di negara mereka. Bagi para orangtua yang menganggap anak sebagai aset dan pajangan yang bisa dibanggakan pada para orangtua yang tidak bisa memasukan anaknya ke Gusu Academy, hukuman seperti itu bukanlah apa-apa.
Selama anak mereka masih bisa belajar di sana sampai lulus, mereka akan bungkam. Karena di sekolah itulah mereka meletakan martabat dan harga diri mereka.
Kembali pada Wangji yang masih bergeming.
Di bawah terik matahari yang kian merangkak, seragam musim panasnya yang berupa kemeja putih dengan aksen hitam di bagian lengan pendeknya sudah mulai basah di bagian kerah dan punggung. Kulit wajahnya yang putih sudah memerah karena panas. Namun ekspresinya tak menunjukan penderitaan sama sekali.
Iris emasnya masih awas menembus pagar sekolah yang kokoh, ke jalanan yang dihiasi pohon magnolia di sisi kanan dan kirinya.
Sampai di kejauhan, sosok pemuda berlarian dengan susah payah. Seragam putih yang tak dikancing seluruhnya tersibak-sibak hingga memperlihatkan kaus oblong hitam dibalik seragam.
KAMU SEDANG MEMBACA
WANGXIAN's PALACE
Fanfictionantologi perjalanan cinta WANGXIAN Kumpulan cerita oneshoot WANGXIAN