APORIA

735 87 6
                                    

Di tengah rasa frustasi karena file lappy masih belum bisa balik. Mau nulis ulang chapter tapi feel-nya udah beda.

Sabar yaw, bentar lagi semoga beres

.
.
.

Aku selalu memikirkan banyak hal. Dan diantara semua hal rumit yang berjejal dalam ruang sempit di kepalaku, masih ada banyak pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban.

Seperti, kenapa dunia seakan selalu berjalan untuk orang lain? Sementara aku merasa selalu terjebak di ruang dan waktu yang sama.

Pena dalam genggamannya mengambang di atas permukaan buku yang terbuka lebar di atas pangkuan. Sekali lagi Wei Wuxian memindai kalimat yang baru saja ia tulis disana, memikirkan apa yang harus ia bubuhkan selanjutnya.

Sebenarnya, Wei Wuxian memiliki banyak hal yang ingin ia sampaikan disana. Isi kepalanya seakan mendidih oleh berbagai argumen maupun pertanyaan yang saling berdesakan. Namun pada akhirnya Wei Wuxian tidak bisa menulis apapun lagi. Terlalu banyak hal rumit yang saling terjalin sampai membuatnya tenggelam dalam kebingungan.

Ia memilih menutup bukunya rapat-rapat. Mendongakkan kepala ke arah langit yang tertutup rimbunan pohon Ek tua berdaun lebat.

Musim panas sudah berada di penghujung, yang artinya udara menyengat saat ini akan segera berganti menjadi dingin. Daun-daun hijau di pohon inipun mulai berubah, sebagian dari mereka sudah kehilangan klorofil dan berguguran.

"Bahkan pohon ini memiliki kehidupan yang lebih menyenangkan." Gumamnya menerawang.

Setiap musim berganti, pohon ini selalu berubah. Di musim semi, daun-daun baru tumbuh disertai bunga yang ikut menjuntai. Menjadi kehijauan di musim panas, menguning di musim gugur, dan saat musim dingin tiba, seluruh daunnya seakan disulap menjadi lapisan mantel putih yang dingin.

Pohon ini memiliki kehidupan yang bergulir, tapi Wei Wuxian merasa bahwa hidupnya hanya berhenti di satu waktu.

Arus waktu seakan tidak pernah menyentuhnya sama sekali.

Dan itu membuatnya iri pada pohon ini.

Konyol memang jika membandingkan hidup seseorang dengan sebatang pohon. Akan tetapi, jika ia harus membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain maka akan terasa semakin menyedihkan.

Orang-orang yang dia kenal sudah mencuri garis start jauh sebelum ia bisa memulai apapun. Disaat mereka telah berpikir sampai Z sementara Wei Wuxian terjebak di alfabet C.

Bukannya tidak pernah mencoba, tapi setiap usaha yang dia lakukan seakan tidak pernah membuahkan hasil. Semakin Wei Wuxian mencoba berlari, langkahnya malah semakin terasa mundur. Jangankan garis finish, memikirkan rencana makan malam saja ia masih kelabakan.

Sebenarnya apa yang sedang kukatakan? Batinnya begitu menyadari bahwa sejak tadi ia hanya meracau tidak jelas dalam benaknya.

Wei Wuxian menghela napas jengah.

Digempur oleh rasa jenuh luar biasa yang membuatnya mempertanyakan kembali arti dari eksistensi dirinya di dunia ini. Wei Wuxian merasa bahwa hidupnya sama sekali tidak memiliki arti.

Dia sama sekali tidak memiliki mimpi, bahkan ambisi. Selama ini Wei Wuxian hanya hidup mengikuti arus. Ia tak pernah punya keinginan untuk melawan.

Dan mungkin itu juga yang membuatnya terjebak dalam lingkaran yang seperti tidak ada ujungnya ini.

"Sampai kapan kau akan menghela napas seperti itu?"

Sebuah suara maskulin menggoyahkan lamunan Wei Wuxian. Mendung yang semula melayang-layang di atas kepalanya perlahan memudar seiring dengan wajah rupawan Wangji yang tertangkap retina abu-abu Wei Wuxian. Mau tak mau, bibirnya menyungging senyum melihat kekasihnya datang dan duduk tepat disampingnya.

WANGXIAN's PALACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang