•••
Hari pernikahan akhirnya tiba. Syabira tak lagi memiliki kesempatan atau bahkan permohonan untuk menolak. Begitupun Kaivan. Keduanya sama-sama mendapatkan ancaman yang di tujukan pada kelemahan mereka masing-masing.
Dan, pernikahan yang tak pernah di inginkan itu akhirnya benar-benar terjadi.
Sejak Kaivan usai melantunkan akad pernikahan, Syabira tak henti-hentinya mengumpat keras dalam hati. Ia ingin lari dan sembunyi. Namun tentu itu hanyalah angan semata. Aksa dan mamanya sejak tadi terus berada di sisinya, memberinya sebuah ketenangan dan juga mewantinya agar tak kabur darisana.
Syabira mati-matian menahan mual ketika Kaivan di persilakan mencium keningnya, dan ia mencium punggung tangan pemuda itu.
Tetapi, acara hari itu berjalan dengan lancar. Mereka berdua berhasil melewati resepsi meriah itu walau semuanya tengah di baluti pura-pura tanpa sedikitpun rasa cinta.
Tak ada percakapan berarti antara keduanya. Yang terdengar hanya suara Kaivan yang terus menghimbau Syabira agar bisa bersikap sebaik mungkin di depan para tamu, setidaknya sampai acara benar-benar selesai.
Maka dengan terpaksa, Syabira berusaha mati-matian menyunggingkan senyuman palsu untuk para tamu penting di acara resepsi pernikahan mereka.
~~~
Waktu yang ditunggu-tunggu Saybira akhirnya tiba, pesta pernikahannya telah usai sejak 30 menit yang lalu dan saat ini ia tengah sibuk menghapus sisa riasan di wajahnya di rest room ball room hotel yang telah di sewa oleh orang tua Kaivan untuk pernikahan mereka.
Sedangkan Kaivan sejak tadi nampak gelisah sembari memandang ponselnya di genggaman dengan wajah murung.
Setelah ini mereka berdua akan benar-benar tinggal satu atap! Sungguh, Kaivan benar-benar tak pernah membayangkan hal ini dalam hidupnya.
Syabira akhirnya terlihat keluar dari rest room dengan baju ternyaman andalannya dan ia langsung melihat sosok Kaivan yang gusar tengah berdiri tepat di depan pintu masuk ball room hotel.
"Minggir" serunya pelan namun terdengar lugas.
Sontak Kaivan sedikit tersentak akan kehadiran Bira yang menurutnya sangat tiba-tiba itu. Ia memandang penampilan si gadis lamat-lamat lalu mendesah pelan.
'Tuhan... Ini beneran istriku? Gadis kasar dan bar-bar ini telah terikat denganku dalam hubungan pernikahan, kuatkan aku Tuhan...'
"Mau kemana? Kenapa berpakaian seperti itu?"
Wajar Kaivan bertanya karna di matanya Syabira terlihat seperti orang yang hendak balapan motor.
"Idih, gak usah sok ngatur lo! Awas, gue mau pulang!"
"Pulang sama saya. Kamu pasti sudah di beritahu kalau setelah menikah kita akan tinggal di satu atap yang sama"
"Najis, jauh-jauh lo boty!"
Syabira langsung pergi dan dengan sengaja menabrakkan pundaknya pada tubuh pemuda di hadapannya.
"Syabira"
Langkah gadis itu terhenti setelah mendengar panggilan dengan nada dingin dari Kaivan.
"Bukan cuma kamu yang marah sama pernikahan terpaksa ini, tapi saya juga"
Syabira berbalik dengan kedua tangan yang melipat di dada.
"Terus?"
"Jangan bersikap seolah-olah hanya kamu yang di rugikan disini. Apa susahnya menurut sama perkataan orang tuamu? Dasar perempuan gak punya aturan"
Mendengar ucapan yang menohok hati dan harga dirinya tentu membuat Syabira marah. Kedua tangannya mengepal kuat dengan amarah yang mulai memuncak.
"Ngaca! Lo juga gak punya aturan! udah menyimpang, ngerebut cowo orang lagi! Harga diri lo udah gak ada di mata gue tau gak?!"
Kaivan menghela napas berat.
"Gak usah bawa-bawa masalah pribadi saya, itu bukan ranah kamu"
"Ranah gue lah anjing! Lo udah rebut cowo pertama gue! Dan gara-gara kejadian itu gue jadi gak bisa percaya sama cowo manapun! Lo mikir gak kalau ada di posisi gue? Di suruh nikah sama orang yang udah ngebuat kepercayaan gue hancur sama hampir semua laki-laki"
"MIKIR GAK?! Dasar brengsek!"
Syabira berlalu tanpa mau mendengar apapun lagi dari bibir Kaivan. Ia berjalan dengan langkah cepat sembari menahan semua umpatan yang masih tertahan dalam benak.
Sedangkan Kaivan kini masih berdiri diam di tempatnya berpijak. Ia akui memang ada rasa bersalah yang terbesit ketika mendengar semua ocehan kasar dari Bira tadi. Tapi, entah mengapa rasanya begitu sulit untuk mengucap kata maaf.
Bibirnya kelu, terlebih ketika mata mereka saling beradu, Kaivan di buat bungkam kala menyorot iris yang menyimpan kelam pada netra milik Syabira.
Huft.
Kaivan tahu ini akan menjadi rumit. Tapi ia tidak pernah menyangka kalau gadis yang di nikahinya akan sekeras kepala itu.
>>>
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gay Hubby | JAEMINJEONG
Dla nastolatków"Di bilang cantik sama cewek cantik gue udah biasa. Tapi, pernah gak sih lo di bilang cantik sama cowok boty dengan tatapan dominannya?" -Syabira-