10 - Tidak Sabar
Mansion utama Dimitri yang berada di negara Inggris kota London terasa damai di luar. Angin musim dingin yang berhembus perlahan disertai dengan membawakan daun-daun yang telah berguguran tak lama ini.
Sedangkan di ruang kerja sang tuan besar Dimitri, terasa ketegangan yang begitu kental. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Semuanya terdiam dengan pikirannya masing-masing saat selesai membaca sebuah dokumen atau selembar kertas yang tergeletak di atas meja depan mereka.
Fransisco yang jengah menghentikan isapan pada cerutunya, ia meletakkannya pada asbak yang berada dekat dengannya. Dengan hembusan nafas ia mulai berbicara. Berbicara pada istrinya, anaknya dan cucunya, pada semua anggota yang telah berkumpul.
"Jadi, aku akan mengirimkan Damien untuk kesana," ucapnya tenang. Damien—sang putra kedua memasang wajah serius. Damien telah sampai di London pada saat Sylvester masih berada di kediaman Rodrigo, bersama dengan kedua putranya yaitu Eleander dan Danielo.
"Baiklah pa, aku akan pergi dengan Danielo."
Fransisco mengangguk setuju. Sedangkan Danielo menahan kekesalan pada ayahnya ini, kenapa dirinya juga di bawa sih?
"Pembahasan hari ini telah selesai, semua bisa kembali ke kamar masing-masing dan langsung beristirahat. Terutama kau Theodore." Fransisco bangkit, ia melirik sebentar Theodore sang putra pertamanya lalu langsung pergi ke kamarnya.
Begitu juga dengan semua anggota keluarga Dimitri yang kembali ke ruangannya masing-masing.
Margareta menarik pelan lengan Lauriel sang menantunya untuk keluar dan bersantai bersama, bersama dengan para pria membuat dirinya jengah. Apalagi untuk Lauriel yang lembut dan penyayang.
Margareta tidak akan pernah membuat Lauriel bersama para pria yang dingin serta datar itu.
-*.✧Sylvester✧.*-
Suara percikan air dalam kamar mandi menandakan seseorang sedang melaksanakan kegiatan untuk mengawali pagi di sana. Sylvester sedang asik menggosok giginya setelah mencuci muka, tapi sebuah ketukan membuat ia mengkerutkan keningnya.
'Tok-Tok
"Mahshuk!"
Suaranya jadi tidak terlalu jelas di dengar. Sylvester hanya berharap sosok di balik pintu paham artinya, ia menutup lagi pintu kamar mandi dan melanjutkan acara gosok giginya tadi.
'Cklek
Pintu kamar terbuka, sosok laki-laki jangkung masuk kedalam. Keningnya mengkerut karena tidak melihat atensi si pemilik kamar, tapi mendengar percikan air dari dalam kamar mandi membuat dirinya menyimpulkan sesuatu. Si pemilik kamar sedang ada di dalam kamar mandi.
Laki-laki itu menutup kembali pintu. Tungkai panjangnya ia bawa ke sebuah jendela yang tirainya masih tertutup, jadi mengahalau pemandangan pagi.
'Srak
Tirai sudah terbuka. Pemandangan hutan samping kanan mansion jadi terlihat. Laki-laki itu menatap ke arah langit, salju belum turun hari ini.
'Cklek
Pintu kamar mandi terbuka, laki-laki tadi langsung menolehkan kepalanya ke arah sana. Sylvester keluar dengan keadaan rapih. Sylvester memakai sweater biru muda, dilengkapi oleh celana selutut warna putih. Ia terlihat menatap bingung ke arah sosok sang laki-laki.
"Siapa?" tanyanya seraya mendekat. Wangi vanilla dan mawar tercium kuat.
Si laki-laki tidak kunjung menjawab. Kedua netra hijau gelapnya malah mengamati lekat Sylvester, tapi setelah beberapa detik ia menjawab juga, "Miguel."
"...?" Sylvester mengangkat alis. Miguel mendekat, ia menepuk tiga kali puncuk surai Sylvester.
"Miguel Dimitri, putra kedua Daddy Theodore." Miguel sedikit tersenyum, agak kaku karena dirinya sudah lama sekali tidak tersenyum.
Sylvester membeo panjang. Pantas saja, kedua netra Miguel mirip dengan Lauriel kecuali surai nya yang khas Dimitri yaitu hitam legam.
"Sarapan sebentar lagi akan dimulai." Miguel menjelaskan secara singkat alasan dirinya datang ke sini. Sylvester langsung melihat jam, sudah masuk waktu sarapan.
"Kalo begitu ayo langsung ke ruang makan." Sylvester langsung hendak keluar kamar, dirinya jadi merasa tidak enak karena membuat yang lain menunggu di ruang makan. Ini semua sebab Sylvester yang tidur terlalu larut sih, jadi jam tidurnya menjadi kacau.
"Hm." Miguel menggandeng tangan kanan Sylvester. Mereka berdua melangkah secara bersamaan, walau Miguel agak kewalahan karena dirinya harus lebih memelankan laju langkahnya.
Sylvester hanya diam, tapi batinnya bertanya-tanya. Mengapa juga dirinya harus di gandeng?
"Musim sudah memasuki musim dingin."
Sylvester mendongak, menatap Miguel yang tadi bercelutuk di sela-sela langkah keduanya. Sylvester mengalihkan pandanganya lagi ke arah jendela besar yang mereka berdua lewati tadi.
"Kalau... Kalau begitu salju akan turun?"
Miguel melirik Sylvester. Binar di kedua netra biru itu membuat dirinya merasa ingin terkekeh, sangat lucu.
"Hm, tentu salju akan turun." Miguel mengeratkan gandengannya tapi tidak sampai menyakiti.
"...."
Sylvester tersenyum manis. Dirinya tidak pernah melihat salju, tapi kini sebentar lagi dirinya akan melihatnya! Pasti akan sangat menyenangkan....
'Aku tidak sabar!'
✿✿✿Bersambung....
Peluk hangat dari dunia fantasi....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sylvester [Tamat]
FanfictionKisah ia sang jiwa asing di tubuh kosong tanpa jiwa. Ernest Lancer namanya. Seorang pemuda kuliah yang tertabrak oleh sebuah truk pengangkut batu bata saat dirinya sedang mengendarai mobilnya menuju rumah kecil miliknya. Kala Ernest mengharap kema...