oliseos balik lagi hehe >.<
Kali ini timelinenya agak sedikit maju yah. Chapter ini pas Asa udah masuk SMA >.<
Buat rekomendasi lagu, oliseos rekomendasiin
Wave to Earth - Love
Okay, enjoy it ˚ʚ♡ɞ˚***
2016.
Saat itu adalah hari Senin di mana orang tuaku menyidangku karena ketahuan membolos di hari pertama sekolah. Itu bulan Januari saat aku memasuki semester genap di tahun pertama di SMA. Aku bukan membolos tanpa alasan. Aku membolos karena aku menghindari gadis yang sudah menyukaiku sejak awal masuk SMA.
Jadi pagi itu setelah upacara, aku bilang bahwa aku ingin pergi ke kamar mandi pada Velyn, gadis yang mengejarku. Alih-alih pergi ke arah toilet, aku justru berbelok ke arah gor dan bermain basket di sana. Hari itu cuacanya bagus, anak-anak yang sedang pelajaran olahraga berada di lapangan. Gor pun kosong.
Aku cukup lelah bermain basket, sehingga aku memutuskan untuk tidur di tribun. Dan waktu berlalu begitu saja. Saat aku bangun, gor masih sama sepinya. Aku melirik arloji di pergelangan tanganku.
Pukul 2 siang.
Karena aku sudah bolos seharian, jadi aku memutuskan untuk sekalian bolos hingga pulang. Niatku begitu. Tapi saat aku baru saja keluar dari gor, aku bertemu dengan guru pendisiplin. Dan begitulah ceritanya bagaimana orang tuaku dipanggil ke sekolah dan aku dihukum selama sisa pelajaran hari itu.
Orang tuaku memutuskan bahwa sudah waktunya bagiku untuk berubah. Mereka memintaku untuk mengikuti kelas tambahan di sebuah bimbingan belajar yang harus kuikuti rutin setiap hari Selasa dan Jumat. Aku tidak bisa menolak karena aku sudah berulah sebelumnya. Dan aku tahu diri bahwa ini adalah bentuk hukumanku karena membolos hari itu.
"Mampus lu, salah siapa bolos." Ejek Kak Zahra saat aku sedang bermain game di kamar. Nenek lampir itu entah dari mana sudah berdiri di sampingku yang sedang duduk di kursi belajar.
"Dih, gua kira lu belajar. Gataunya main game mulu." Ocehnya. Aku berdecak.
"Mau apa sih lu? Awas ya lu cepu ke Mama." Ancamku.
"Nyenyenyenye." Sahut Kak Zahra. Beberapa saat kemudian Kak Zahra menyodorkan ponselnya. Di layarnya tertera pamfet rumah makan baru. Aku menoleh padanya.
"Gua sama Oca mau ke sini. Gua berangkat sepuluh menit lagi." Kata Kak Zahra. Setelah dia menarik ponselnya, dia meninggalkan kamarku.
Aku segera berganti pakaian dan membenarkan tatanan rambutku yang entah sejak kapan selalu berantakan. Aku tidak mencukurnya, karena dengan begitu setiap aku bertemu dengan Kak Oca, dia akan membenarkan rambutku.
Setelah siap, aku turun dan berpamitan pada Mama dan Papa.
"Aku ikut Kak Zahra makan sama Kak Oca." Kataku pada Mama yang sedang menonton televisi bersama Papa.
Mama menoleh padaku kemudian mengangguk. "Jangan pulang malem-malem." Ucapnya. Aku membalasnya dengan anggukan.
Kakakku turun tidak lama setelahnya. Dia pamit pada Mama dan Papa juga.
"Zahra, kamu ajarin gih adekmu biar sekali-kali rajin kayak kamu." Ucap Papa.
"Dih, apaan si Pa. Jangan banding-bandingin aku sama Asa deh, nggak sudi." Balas Kak Zahra.
"Siapa juga yang mau dibandingin sama lu." Celetukku. Kak Zahra mendelik padaku.
"Kalian ya! Mau keluar aja pake berantem! Sana berangkat. Pulangnya jangan malem-malem. Nanti Mama kunci pintunya baru tau rasa!" Lerai Mama. Aku mendengus kesal. Kak Zahra berjalan di depanku setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When A Boy, Loves A Woman
RomancePertama kali aku mengenalnya, saat itu aku masih duduk di bangku kelas dua SMP. Yang kutahu, dia adalah sosok yang mandiri dan pekerja keras. Di balik jemarinya yang lentik, ada cerita bahwa dia melalui begitu banyak waktu yang berat. Kantung matany...