FOP (56) : Es krim

109 9 0
                                    

"Caca!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Caca!"

Vanya membalikan badannya kebelakang dengan kesal, bahkan tas ranselnya pun ikut terhentak. "Samu ih! Jangan manggil 'Caca' disini! Kayak bocil aja."

Naresh terkekeh lalu menghampiri gadis-nya itu. "Kan emang bocil. Bocil cebol."

"Nareshta!" suara membahana Vanya itu memekik tak terima.

"Dalem sayang."

"Ihhh!" Vanya berancang-ancang untuk menjambak rambut Naresh, namun lelaki itu dengan cepat berlari ke arah mobil-nya.

Vanya tetap terdiam di tempat tadi tanpa ada niat untuk menyusul tunangannya.

"Sayang ayok! Yang lain udah pulang dari tadi!" ajak Naresh setengah teriak.

Gadis cantik itu tak menggubris dan tetap diam dengan tangan bersedekap dada. Naresh menghampiri gadis-nya yang tengah ngambek itu dengan kekehan kecil. "Ayo nak, kasian Mami kamu udah nunggu."

Vanya memutar bola-matanya malas.

"Ayo adek manis, nanti om kasih es krim."

Naresh menghela nafas kecil dan menyodorkan lengannya. "Samu minta maaf."

Vanya melirik sodoran lengan itu dengan sinis namun tak urung ia menerimanya.

Naresh tersenyum sumringah, "Ayo tadi di kelas katanya mau es krim."

"Yang large ya?"

"Iya Caca, ayo," kedua insan itu berjalan beriringan menuju mobil mewah pemberian kekasihnya itu.

"Samu, Bunda ngidam apa pas lagi hamil kamu?" Vanya bertanya sambil memegang lengan Naresh yang 2x lipat lebih besar darinya.

Naresh terkekeh. "Gak tau sayang, kenapa?"

"Bisa segede ini."

"Apanya?"

"Tangannya, badannya."

"Emang udah di takdirin gini mungkin sama Tuhan."

Vanya mengangguk dan menyatukan lengan keduanya. "Kan aku bilang dapet cincin dari kamu, terus kata Papi kapan beneran ngelamar ke rumahnya?"

"Secepatnya."

"Kapan?"

"Lusa," entah asal atau tidak Naresh berucap.

"Heleh wadul!"

"Beneran, aku bawa semua keluarga aku nanti."

Selang 13 menit mobil itu membelah jalanan padat ibu kota akhirnya sampai di tempat tujuan, kedai es krim.

"Aku aja yang turun. Mau rasa apa?" ujar Naresh.

"Mint choco, yang gede ya."

Naresh mengangganguk dan mengusak pucuk kepala gadis-nya. "Sip, bentar."

••

"Pelan-pelan makan-nya. Gak ada yang ngambil juga," peringat Naresh, lelaki itu membersihkan sisa es krim di sisi mulut sang gadis dan memasukan ke dalam mulutnya.

"Ngapain di makan?" heran Vanya.

"Mubazir."

V

anya tak menanggapi lagi ucapan sang kekasih karna ia tak tahu harus membahas apa lagi. "Langsung pulang Sam, seharusnya kan kita jangan ketemuan dulu. Kamu ngeyel sih." Kedua insan itu memang di larang untuk bertemu karna sebentar lagi ujian.

"Aku gak bisa nahan kangen sayang. Ujian kan dua hari lagi, yaudah lah."

"Lebay! Cuma seminggu doang masa gak bisa!" congor Vanya.

Naresh berdecak, "Kayak nggak aja."

"Emang nggak, aku jadi bebas liatin cowok lain."

Lelaki itu menatap ke arah gadis-nya dengan tatapan merengek. "Caca ih jangan gitu."

Vanya tertawa kecil. "Iya-iya aku cuma becanda."

"Kayak-nya kita gak satu ruangan," ujar Vanya lagi.

"Satu ruangan, absen nya juga deketan. Aku 31 kamu 35."

"Tapi kan di gabung sama kelas lain. Yang dari 'N' banyak pasti."

"Serah kamu lah, yang penting satu ruangan."

Vanya mengangguk, ia menggendong tas ranselnya lagi saat mobil mewah Naresh telah sampai di depan gerbang mansion-nya. "Bye aku keluar, belajar yang rajin."

"Kenapa?" Vanya menghentikan niatnya yang ingin membuka pintu saat sang kekasih menahan lengannya.

"Kasih aku penyemangat, nanti kita jarang ketemu."

Vanya membalikan badannya sepenuhnya ke arah Naresh. "Gimana?"

"Kiss me please."

"Halah modus!"

"Nggak. Nanti kita bener jarang ketemu Ca."

Vanya cemberut dan membalas tatapan sendu kekasihnya. "Iya iya."

Naresh tersenyum dan mengangkat sang gadis ke pangkuannya. "Your so beautiful and this beauty is mine."

Cup

Naresh mengecup bibir ranum tunangannya. "Rasa es krim."

"Orang aku baru makan eskrim."

Naresh tak menanggapi ia membawa gadis-nya kedalam ciuman yang hangat dan penuh cinta. Dan jangan lupakan bahwa itu sangat berdosa.

Naresh memagut bibir itu lembut yang di balas dengan kaku oleh Vanya. Lelaki itu memiringkan kepalanya dan menahan tengkuk sang gadis untuk memperdalam ciuman keduanya.

Vanya memukul dada kekasihnya saat kehabisan nafas. "Ugh u-udah."

Naresh menurut, ia memandang paras ayu itu lembut. "Thank you."























TBC







dkit aja dlu yaq, aku nya juga lgi ujian







FIGHT OR PEACE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang