The Person Dokja Loves the Most

322 30 3
                                    

"Menjauh dariku, bodoh."

"Yoo Joonghyuk sialan. Kau dan aku itu tim, bagaimana bisa aku menjauh darimu?!"

Joonghyuk mendengus kasar, lalu mendorong bahu Dokja agar pria itu mundur beberapa langkah.

"Jangan terlalu dekat denganku. Aku benci tatapan orang-orang yang selalu salah paham dengan hubungan kita. Apalagi Uriel."

Dokja menyipitkan matanya. "Memangnya kau mengartikan tatapan mereka seperti apa huh?! Kita satu tim, kita tidak bisa--"

"Aku tidak peduli. Aku bilang menjauh dariku, ambil jarak dan jangan suka menempeliku. Rasanya menggelikan melihat tatapan mereka yang selalu aneh saat melihat kita." Joonghyuk berjalan menjauh. Dokja menatap diam saat pria itu menghampiri Seolhwa. Tatapannya meredup sekilas, tapi kemudian kembali cerah saat melihat Gilyoung dan Yoosung mendekat.

"Yah, harusnya aku sudah terbiasa." Dokja tersenyum simpul.

🐟🦑

"Hyung, menurutmu.. apakah dunia ini akan kembali seperti dulu?"

Pertanyaan Gilyoung membuat atensi semua orang beralih pada anak itu. Saat ini, anggota party Dokja sedang duduk mengitari api unggun yang dibuat oleh Hyunsung.

"Ya, tentu saja."

"Jika itu benar-benar akan terjadi, aku ingin terus tinggal bersama Hyung." Gilyoung menatap lurus pada api unggun didepannya.

"Tak masalah jika dirumah yang kecil sekalipun, jika itu bersama Hyung, aku tidak akan keberatan."

"Wah wah, lihat bocah ini. Mulutnya manis sekali." Ujar Sooyoung dengan kepala menggeleng pelan. Gilyoung terkekeh pelan.

"Aku sudah tidak punya siapa-siapa. Dari awal skenario dimulai, aku hanya memiliki Dokja Hyung. Aku bisa bertahan hidup karena Hyung selalu membantuku." Tatapan Gilyoung meredup.

"Saat di stasiun, jika bukan karena Dokja Hyung, mungkin aku sudah mati. Hyung merelakan dirinya diserang oleh monster." Mata Gilyoung berkaca-kaca.

"Rasanya aku ingin selalu menyalahkan diriku jika mengingat itu. Hyung berkali-kali mengorbankan diri tanpa ragu sedikitpun demi kita. Seakan Hyung tidak takut akan kematian itu, seakan Hyung sudah terbiasa melakukan itu. Aku sampai bertanya-tanya..."

"Apakah Hyung benar-benar manusia?"

Semuanya terdiam.

Dokja menatap Gilyoung lekat, sedetik kemudian ia tertawa renyah hingga matanya menyipit. Tangannya terulur mengusap kepala Gilyoung.

"Menurutmu bagaimana?" Dokja tersenyum.

"Apa Hyung itu Dewa?"

"Kenapa kau berpikir begitu heh?"

Gilyoung menggigit bibir bawahnya sejenak.

"Aku tidak tahu apakah hanya aku yang merasakan ini atau tidak. Tapi.. setiap bersama Hyung, aku merasa aman. Bahkan jika dalam keadaan berbahaya sekalipun, jika ada Dokja Hyung disana, maka aku merasa tenang. Otak ku selalu otomatis berpikir, jika ada Dokja Hyung, maka semuanya akan baik-baik saja."

"Awalnya aku senang dengan itu. Tapi jika aku pikirkan kembali, bagaimana.. bagaimana jika Dokja Hyung tak ada lagi disana?"

"Aku takut, aku selalu takut jika Hyung selalu mengorbankan diri. Bagaimana jika Hyung tidak kembali? Aku harus bagaimana? Aku tidak punya siapa-siapa. Apa yang harus kulakukan?" Apa--" Gilyoung mengerjap saat Dokja tiba-tiba memeluknya. Hanya butuh beberapa detik untuk Gilyoung memecahkan tangisnya. Dokja melirik teman-temannya yang juga memasang raut rumit, ia kemudian tersenyum simpul.

Another StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang