Festival masih saja berlangsung dengan meriah, tanpa mereka sadari jika sebuah bencana tengah mengintai para warga desa yang tengah bergerilya dalam pesta akan sebuah kemenangan besar. Seekor naga tengah terbang dengan gagahnya di kegelapan langit malam itu. Warna sisiknya merah berkilau, matanya lebih tajam daripada mata elang, empat tanduk runcing di atas kepalanya itu terlihat lebih menakutkan daripada Naga yang tengah dijadikan hidangan festival oleh penduduk desa.
'Grah!'
Naga bersuara, nyanyian meriah para penduduk sontak berhenti, menjadikan desa yang awalnya ramai itu menjadi sepi hanya dalam hitungan detik saja.
"Oy, suara apa itu?" Teriak seorang warga yang tengah panik kala mendengar suara menakutkan yang berasal dari atas kepalanya. Suasana makin mencekam kala suara Naga kian terdengar semakin mendekat. Kilauan dari sisik naga yang terkena cahaya dari perapian membuat semua penduduk membelalakkan matanya.
"Ti-tidak mungkin." Suara ketakutan dari warga desa kala melihat kilau dari tajamnya mata yang tengah melihat ke arah mereka. Naga yang begitu besar terdengar tengah mendecakkan lidahnya. Tetakutan dari para warga membuat siapapun tak dapat merapalkan mantra barang satu kata pun.
Api kecil mulai menyembur dari mulut naga, semakin dekat, api terlihat semakin membesar dan siap untuk menghanguskan apa yang hendak tersentuh oleh api itu.
"AAA!" Warga berteriak sembari berhamburan berlari untuk menyelamatkan diri. Rumah yang tertutupi oleh saljupun terbakar akibat panasnya semburan api dari naga. Naga tak habis-habisnya menyemburkan api, membakar seluruh tempat di desa kecil tersebut. Beberapa warga yang berusaha untuk melarikan diri hangus terbakar menjadi abu. Singto hanya terdiam terpaku menatap ganasnya naga yang tengah mengamuk di atas sana tanpa bisa melakukan apapun.
"Singto!" Darius berteriak dari kejauhan, Singto menoleh. Kobaran api membakar tubuh Darius, dan tubuh Darius pun hangus. Tak butuh waktu lama untuk naga membumi hanguskan tempat itu, hingga tak ada yang tersisa. Daging-daging matang manusia bertebaran di seluruh tempat.
"Darius." Ujar Singto, dia pun berlari ke arah Darius yang hanya menyisakan daging yang telah hangus terbakar. Wajah yang sudah tak terlihat bentuk aslinya akibat luka bakar beserta suara yang telah hilang.
"Darius." Ujar Singto ketika melihat naasnya keadaan Darius sekarang. Suasana menjadi sunyi, teriakan beserta tangisan warga sudah tak terdengar. Sekarang Singto yang menangis ketika melihat desa beserta semua warganya hangus tak tersisa akibat amukan Naga. Kobaran api dari rumah warga kian membuat tempat itu menjadi panas bak neraka bagi Singto. Perlahan, ingatan akan dirinya yang telah diselamatkan oleh Darius seakan menjadi sebuah amarah di hati Singto. Singto bahkan belum berterima kasih atas segala kebaikan dari para warga dan juga dari keluarga Darius.
"Kenapa hanya aku yang tersisa, kenapa aku tidak ikut terbakar bersama dengan orang-orang di sini." Ujar Singto, dia dengan tajam melihat ke arah naga merah yang membuat Singto berada di puncak amarah. Rasa ingin membunuh Naga yang telah membumi hanguskan desa itu tak dapat Singto kendalikan. Salju yang ada di bawah naga perlahan mulai naik, langit menurunkan butiran demi butiran salju, menjadi sebuah badai yang besar. Tubuh naga perlahan membeku, membuat pergerakan Naga terhenti, tetapi kemudian es yang menutupi naga pun mencair akibat suhu tubuh naga yang tinggi.
Mata Singto tak juga berpaling dari Naga yang masih terlihat terbang di atas sana.
"Mati kau." Ujar Singto terdengar penuh amarah. Butiran salju perlahan berkumpul, menjadi beberapa balok es besar dengan ujung yang runcing. Dengan cepat, es yang begitu dingin dan juga keras itu melesat ke arah tubuh naga.
"Kau telah membunuh orang yang telah menyelamatkanku, sekarang kau yang harus mati." Beruntun, balok demi balok es menancap tanpa ampun di tubuh naga. Kulitnya yang sekeras baja terasa seperti lumpur kala balok es itu terus menghantam tubuh naga. Merah kulit naga berganti menjadi merah darah, begitu pun salju yang seharusnya berwarna putih menjadi semerah darah.
Dengan tubuh penuh akan balok es runcing, naga pun terjatuh, tapi tampaknya amarah Singto masih saja memuncak, tubuh naga yang tergeletak di tanah, tertutup oleh es yang membeku. Singto menatap kobaran api yang masih membakar desa. Kembali menatap naga yang sudah tak berdaya, sebuah lubang kecil Singto ciptakan di es yang menutupi tubuh naga. Api dari rumah warga seolah mengalir bagaikan air ke dalam es, membakar naga yang sedari tadi sudah tanpa nyawa.
"Matilah kau dengan api yang kau ciptakan sendiri." Ujar Singto dingin, setelah itu, mata Singto tertutup, dan kemudian tergeletak begitu saja, badai salju yang tidak sadar diciptakan olehnya pun kian menutupi tubuhnya.
***
Badan Dhiraph menggigil, hawa dingin yang Dhiraph tidak tahu berasal darimana membuat Dhiraph dengan terpaksa menghampiri tenda untuk mendapatkan hangatnya perapian. Tak tampak adanya Orfias di perapian itu, 'mungkin dia sudah tidur', gumam Dhiraph. Dia sekarang bingung harus tidur di mana, tenda hanya satu, sedangkan di dalamnya ada Orfias yang mungkin saja masih dalam keadaan marah pada Dhiraph.
Tidur di luar pun tidak memungkinkan karena udara yang lebih dingin dari sebelumnya. Perapian pun tak dapat menghangatkan dirinya, karena hangatnya api seolah terkalahkan oleh dinginnya udara.
"Orfias." Ujar Dhiraph memanggil Orfias, tapi tak ada jawaban yang terdengar oleh Dhiraph, membuatnya sedikit menghela nafas gusar. Udara terasa begitu dingin di malam hari itu, Dhiraph hanya menggosokkan tangannya berharap tubuhnya akan menghangat, apalagi di depannya ada sebuah perapian kecil yang sama sekali tak bisa membuat tubuhnya menghangat.
"Bang, Adek kangen sama Abang." Ujar Dhiraph lirih, dia memeluk lututnya sendiri sembari membayangkan pelukan hangat dari sang kekasih yang telah meninggalkannya kini. Tersadar akan hal itu, membuat Dhiraph langsung mengangkat kepalanya.
"Jika aku yang telah mati berada di sini, berarti Abang juga ada di dunia ini." Ujar Dhiraph mengungkapkan pikirannya. Bagaimana bisa dia tidak terpikirkan sebelumnya akan hal ini. Mungkinkah ini sebuah peluang untuk dirinya dengan sang kekasih dapat bertemu lagi.
"Aku yakin, pasti Abang ada di dunia ini."
"Kau berbicara dengan siapa?" Suara Orfias yang berasal dari dalam tenda terdengar oleh Dhiraph yang memikirkan akan kemungkinan terbesar jika Singto ada di dunia ini.
"Masuklah, sepertinya tengah terjadi badai salju di belakang gunung sana, oleh sebab itu udara terasa dingin." Ujar Orfias lagi. Dhiraph yang mendengar Orfias menyuruhnya untuk masuk pun menurut tanpa penolakan, karena memang itu yang dia inginkan.
"Siapa Abang?" Tanya Orfias ketika Dhiraph telah memasuki tenda.
"Dia kekasihku di kehidupanku sebelumnya." Jawab Dhiraph jujur, dia tak bisa lagi menyembunyikan kebenaran tentang apapun itu.
"Kenapa kau berpikir bahwa dia ada di dunia ini?"
"Coba kau pikir, aku yang telah mati di kehidupanku sebelumnya, dan terbangun dengan tubuh ini. Jadi, kemungkinan besar juga jika kekasihku itu bereinkarnasi ke dunia ini."
"Masuk akal juga."
"Hei Orfias."
"Hem?"
"Kau sebelumnya mengatakan bahwa udara dingin ini berasal dari badai salju dari belakang gunung sana, gunung mana yang kau maksud?" Bukan tanpa alasan Dhiraph bertanya seperti itu, dia sebelumnya tak melihat jika ada gunung di sekitar daerah itu, karena yang dia lihat hanyalah banyaknya pohon yang menjulang tinggi dan menutupi pemandangan.
"Di arah utara sana ada sebuah gunung es yang menjadi penanda akan ujung benua ini, dan dari yang aku dengar, di balik gunung itu adalah sebuah gurun salju yang tak berujung. Dan juga, aku mendengar jika di gurun salju itu hanya ada satu desa, kalau tidak salah namanya desa Eprusai." Jawab Orfias, Dhiraph hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Sudahlah tidur, besok kita harus meneruskan perjalanan."
"Apa kita tidak akan pulang besok?"
"Pulang? Hah yang benar saja, kita di sini untuk berlatih. Sebuah fakta menyakitkan tak dapat menjadi sebuah alasan untuk tak meneruskan pelatihan ini." Ujar Orfias, dia pun menutup tubuhnya dengan selimut, diikuti oleh Dhiraph.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
To Your Eternity [Discontinued]
Fantasía[Peraya Fan Fiction] "Aku akan menghancurkan dunia yang penuh dengan penindasan ini." Singto. "Aku akan melindungi dunia ini walaupun nyawaku taruhannya." Krist. Sebuah kisah tentang sepasang kekasih yang bereinkarnasi setelah mereka meninggal. Sing...