Chapter 3: Gadis bernama Seraphina Lynn

458 53 12
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun alur cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

• • •

Keduanya lalu berjalan lagi dan mengelilingi rumah Kertanegara yang ternyata sangat luas. Sera menggelengkan kepalanya. "Untung nggak diajak tinggal di Hambalang", gumam Sera. Membayangkan rumah eyangnya yang di Hambalang membuat gadis itu bergidik ngeri.

"Ahahaha..", Teddy tertawa kecil. "Sera, kamu tau kan? Bapak sudah menyiapkan kamar buat kamu juga di Hambalang. Sudah di renovasi juga..", ujar Teddy sambil menyilangkan kedua tangannya ke belakang.

Sera menoleh dengan cepat ke arah Teddy. "Eh? Yang bener pak?", tanyanya terkejut.

"Benar, Sera..", jawab Teddy lagi. "Beberapa hari yang lalu saya menemani bapak ke Hambalang, sekalian lihat hasil renovasi kamar kamu."

Sera menepuk keningnya. "Aduhhhh", ujarnya.

Teddy menatap ke arah Sera sambil keheranan. "Kenapa Sera? Tidak suka di Hambalang?", tebak pria itu saat melihat reaksi Sera.

Sera menggelengkan kepalanya. "Bukannya nggak suka pak, tapi kan jauh kalau mau kemana-mana", jelasnya. Rumah eyangnya yang di Hambalang terbilang jauh dari pusat kota. Terletak di pinggiran kota karena masih dikelilingi hutan dan alam yang cukup luas.

Teddy menganggukan kepalanya, setuju. Lalu keduanya lanjut berjalan dan tiba di ruang pertama di Kertanegara. Sera tersenyum lebar saat memperhatikan beberapa foto yang terpajang. Ada foto dirinya saat masih kecil di pelukan eyangnya.

"Sera, ada satu ruangan lagi yang belum didatangi", ujar Teddy. Sera lalu mengekor di belakang Teddy saat pria itu berjalan menyusuri yang lagi-lagi sebuah lorong panjang.

"Ini lorong menuju ruang staff dan juga ruang makan", jelas Teddy. Sera lagi-lagi mengangguk. Keduanya lalu sampai di depan sebuah ruangan. Teddy membukakan pintu untuk Sera dan mempersilahkan gadis itu masuk.

Sera tertegun saat melihatnya. Ruangan yang sangat besar didominasi dengan ornamen kayu. Sera berbinar. Ada sebuah meja panjang terbuat dari kayu. Gadis itu melangkah masuk dan memperhatikan sekelilingnya.

"Kalau belok kesini, ini ruang kerja kami, para ajudan dan sekretaris pribadi bapak", jelas Teddy. Sera menoleh mengikuti pandangan Teddy. "Kalau lurus kesana, itu nanti menuju ke arah dapur dan ruang staff beristirahat. Ada musholla juga."

Sera mengangguk. "Ruang kerja pak Teddy juga disini?", tanya Sera. Teddy tersenyum dan mengiyakan. Teddy lalu menemani Sera berkeliling ke area dapur.

"Loh? Non Sera?"

Sera dan Teddy menoleh ke arah pintu dapur. Sera terpekik saat mengenali sosok yang memanggilnya. "Bibik!", pekiknya. Sera berjalan cepat menghampiri bik Inah dan memeluknya. "Bibikkkk!"

"Non Seraaa ya ampun udah besarrrr", bik Inah mengusap matanya yang berkaca-kaca.

"Hehehe...", Sera terkekeh sambil mengusap punggung bik Inah.

Teddy tersenyum simpul saat memperhatikan keduanya. Setelah melepas rindu dengan bik Inah, Sera kemudian pamit yang diikuti oleh Teddy.

"Sera, sudah lapar? Mau makan dulu?", tanya Teddy saat keduanya berada di ruang staff. Teddy melirik ke arah jam tangan miliknya. Sudah jam 5, pikirnya.

Sera menggelengkan kepalanya. "Enggak dulu deh pak Teddy. Saya langsung pulang aja ke rumah, nyicil packing", jelas gadis itu. "Saya juga belum lapar."

Teddy mengangguk. Terdiam sesaat, Teddy lalu memberanikan diri. "Sera, apa saya boleh minta nomor handphonenya? Besok saya harus ke rumah kamu untuk membantu pindahan, sesuai arahan bapak."

Sera di Kertanegara | Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang