Chapter 2: Pria bernama Mahesa Teddy

486 54 3
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun alur cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

• • •

"Eh? Gimana eyang?", Sera melongo dibuatnya. "Pindah di Kertanegara ?", tanyanya lagi berusaha meyakinkan.

Pak Prabowo mengangguk. "Kan ayah sama ibu kamu lagi di Paris", lanjutnya. "Eyang akan merasa lebih aman kalau kamu tinggal di dekat eyang."

Sera terdiam dan menatap ke arah eyangnya. Gadis itu berusaha membaca raut wajah eyangnya yang terlihat serius dan tidak bercanda. "Eyang serius?", tanya Sera.

Pak Prabowo mengangguk. "Serius dong. Kalau disini banyak yang jagain kamu", lanjutnya.

"Eyang, Sera kan nggak perlu dijagain", tolaknya. Bibir gadis itu mengerucut. Membayangkan dirinya akan diikuti oleh beberapa ajudan eyangnya. "Di rumah Sera juga aman kok, ada pak Gilang. Sera juga bisa bela diri."

Pak Prabowo menggelengkan kepalanya, tanda ia tidak setuju dengan pernyataan Sera. "Nurut ya sama eyang, mulai besok Sera pindah kesini. Untuk beberapa bulan."

Sera mengerucutkan bibirnya, tanda ia protes ke sang eyang. Sejak kecil, kalau Sera sedang protes ke sang eyang, Sera pasti cemberut. Ia ingin protes tapi tidak berani dengan sang eyang.

"Biar nanti dibantu Teddy sewaktu pindahan. Pak Gilang besok juga kita suruh kesini, kalau kamu mau dijagain pak Gilang juga", perintah sang eyang. Suaranya terdengar tegas.

"Siap pak", jawab Teddy. Pria itu mengangguk sambil tetap fokus ke arah pak Prabowo. Sementara Sera hanya melirik ke arah Teddy.

Tentara dengan pangkat Mayor ini tentu tidak berani melawan perintah eyang yang seorang Jenderal, pikirnya sebal. Dirinya sudah paham betul dengan hierarki di dunia tentara.

Setelah diam sejenak, Sera akhirnya menyerah. Gadis itu akhirnya mengangguk pelan. "Nanti Sera tidur dimana eyang?", tanyanya. Mengingat dirinya tidak pernah menginap di Kertanegara sebelumnya, Sera ragu ada kamar untuknya disana.

Sera juga berusaha menerima kenyataan bahwa dia akan tinggal di Kertanegara mulai besok. Kedua orang tua Sera sedang berada di Paris selama beberapa bulan karena pekerjaan sang ayah.

Sera sendiri tidak bisa ikut karena harus menyelesaikan pendidikan spesialisnya.

Pak Prabowo tersenyum lebar mendengar jawaban Sera yang sepertinya tertarik. Pak Prabowo menjelaskan kalau kamar untuk Sera telah dipersiapkan sejak beberapa minggu yang lalu. Dirinya telah melakukan renovasi kecil-kecilan berdasarkan rekomendasi dari ayahnya Sera.

"Nah, nanti biar diantar Teddy menuju ke kamar kamu", ujar pak Prabowo. "Tolong ya Ted."

"Baik, siap pak", jawab Teddy sambil mengangguk.

Sera mendengus. "Besok Sera pindahan sendirian aja ya eyang, sekalian Sera pulang dari kampus", tawar Sera. Dirinya merasa tidak nyaman jika harus berduaan dengan sosok tentara di sebelahnya ini. Sosok yang dingin, pikirnya. Terlebih dia juga masih merasa malu karena insiden pintu tadi.

Karena sejak kecil Sera senang mengekor sang eyang, Sera mengenali baret merah yang terselip di bahu sang tentara. Baret untuk seorang anggota kopassus, komando pasukan khusus. Sama seperti sang eyang yang juga merupakan anggota kopassus.

"No, Sera. Sera harus ditemani Teddy", ujar pak Prabowo. Tegas.

"Sera besok harus ke kampus dulu eyang."

"Iya. Biar dijemput dan diantar sama Teddy."

"Kelasnya sampe sore eyang."

"Bagus. Bahaya kalau malam-malam seorang gadis pindahan sendirian."

Sera di Kertanegara | Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang