Labirin🦚 bab 1

238 81 36
                                    

    fffffffff

"Tubuh yang sehat, pikiran yang tenang, dan cinta yang tulus. Semuanya itu tidak dapat dibeli, tetapi harus diperoleh dengan usaha."

                                                                                              LABIRIN

"Jangan pulang dulu, hari ini ada rapat paskibras."

"Kita bicarakan untuk acara makrab." Suara bariton itu tidak asing di telinga Luna.

Luna membalikkan badannya, terlihat Rio berdiri tepat di hadapannya.

"Oke... jam berapa?" tanya Luna.

"Setengah jam lagi."

"Kalau gitu, aku ke kantin dulu... mau isi perut, aku lapar," ucap Luna sambil memegang perutnya.

"Oke, jangan lupa, ya. Kumpulkan junior di Aula."

"Siap, baik, Kak."

"RIO... JANGAN LARI!!! HARI INI JADWALMU PIKET!!"

Sari berteriak menghampiri Rio sembari memegang gagang sapu, seolah ingin memukuli lelaki itu.

"Iya, ini aku mau ambil air buat ngepel kelas," kata Rio tanpa sadar ia langsung menutupi telinganya dengan telapak tangan, mencoba menghindari suara yang keras dan menusuk.

Luna tertawa. "Udah sana piket, nanti disembur Sari baru tahu."

"Iya, hari ini aku nggak lari."

Pasalnya, Sari itu selalu mengoceh jika Rio melarikan diri dari kewajiban piketnya.

"KALAU MAU AMBIL AIR MANA COBA EMBERNYA? GAUSAH NGIBUL DEH, RIO. UDAH GAK MEMPAN!!"

"Aku nggak kabur, loh. Lagian setengah jam lagi mau rapat paskibras juga." Rio berjalan ke kelas mengambil ember hitam.

                                                                                          <Labirin>

Setelah selesai mengisi perutnya, Luna berjalan menyusuri koridor, mendapati junior yang tengah berkumpul santai di ujung sana.

"Seperti yang sudah diumumkan di grup tadi malam, hari ini kita rapat, silakan berkumpul di Aula, tunggu pembina dan pelatih di dalam," ucap Luna tanpa basa-basi.

"Siap... baik, Kak," ucap para junior sembari menyandang tas ransel milik mereka.

"Kami duluan ke Aula ya, Kak."

"Iya."

Kemudian Luna pergi ke kelas, mengambil beberapa catatan untuk rapat.

"Luna."

Suara lembut menyapu telinga Luna memanggil namanya. Tubuhnya membeku, ia tahu siapa pemilik suara itu.

"Ah, nggak mungkin dia. Aku terlalu mikirin dia sampai halu suaranya," cicitnya tertawa hambar.

Suara itu kembali menghiasi pendengaran Luna.

"Luna..." suaranya kian lebih lembut di telinga Luna.

"Sekangen itu aku sama dia...." Tangisnya keluar dalam isakan kecil yang penuh rasa sakit, seakan setiap tetes air mata mengiris lebih dalam ke dalam hatinya. Suara itu-- Suara yang begitu ia rindukan--- Kembali datang, tapi kali ini, begitu nyata dan jelas, seolah -olah orang yang ia inginkan ada di hadapannya. Suara itu memanggilnya dengan lembut, namun rasanya itu bukanlah kenyataan. Ia tahu, dengan sakit yang tak terkatakan, bahwa itu hanya halusinasi.

tiba- tiba, sepasang tangan kekar misterius menempel erat di bahu Luna, mencengkram dengan kekuatan yang mengejutkan, mamaksa tubuhnya berbalik. Gadis itu terkejut, detik itu juga tubuhnya kaku, seolah dunia berhenti sejenak. Suara desah napasnya tercekat, matanya yang sempat terbuka lebar kini terkilat ketakutan.

LABIRIN🦋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang