Semilir lembut membelai wajah, mengajak jiwa tenggelam dalam dekapan kemenangan aroma laut yang menyegarkan berpadu dengan semburat jingga mentari senja, menciptakan suasana sehangat pelukan sang waktu, dedaunan nipah pun kian menari mengikuti irama alam, mengundang khayalan untuk melayang layang dalam buaian kasih sang angin. Hawa kesedihan seakan berbisik. "Nikmati momen ini, terbuailah dalam lamunanmu yang menghanyutkan. "Deburan ombak yang bergulung ke pantai seakan mengingatkan realita yang menanti di depan mata, bayang bayang arutala sejenak menyingkap tirai nostalgia, sebelum kembali ke kehidupan yang terus berputar tak terasa cairan bening mulai menitikkan dan meninggalkan jejak kesedihan pada sang pipi yang memerah.
"Jadi, ngajak abang ke Pantai cuma untuk nangis begini, hmm?" Tanya Galaksi saat melihat air mata berharga milik adiknya itu mengalir bebas.
Luna melihat Galaksi dengan matanya yang sudah berair. Bibirnya bergetar dan kelu membisu. Lalu kembali memandangi ombak yang bergulung. Sebenarnya bukan hanya tentang Arutala. Ia kembali mengingat Arutala karena ia pernah ke Pantai ini saat ia dengan orangtuanya bertengkar hebat. Di saat itu Arutala yang berada disampingnya, mengenggam tangannya erat seperti memberi isyarat bahwa ia tidak akan pergi meninggalkan Luna dan akan selalu disampingnya, namun pada kenyataannya adalah disaat Luna membutuhkan Arutala, ia tidak dapat menggapai tubuh pria itu.
"Disaat cinta pertamaku harusnya memberiku perlindungan dan juga kasih sayang seluas Samudra, tapi yang kudapatkan adalah sebaliknya Bang," Luna menarik napasnya sejenak ia merasakan pasokan oksigen di sekitarnya mulai menipis, "dan disaat itu juga kak Arutala datang, dia ngajarin aku apa arti cinta, dan disaat itu juga Tuhan dan semesta sendiri yang misahin kita, Apa memang aku ga pantes ya bang buat dapatin orang yang aku cinta? Apa Tuhan memang ga pengen aku bahagia kali ya bang?" Luna menatap Galaksi lekat lekat seakan menuntut jawaban yang ingin ia dengar.
"Lun, bukan engga pantas bahagia dek, kadang tuhan ciptain kita untuk membuat orang disekitar kita bahagia," terang Galaksi.
"Memang ada ya? Makhluk yang bahagia karena aku?"
"Jelas dong." Galaksi menaik turunkan alisnya "abang contohnya, abang bahagia punya adek sekuat dan secantik Luna," kata Galaksi membawa kepala adiknya itu kedalam rengkuhannya.
"Abang sayang sama aku kan?" Tanya Luna tersenyum misterius membuat bulu kuduk Galaksi berdiri.
"Sayang lah," jawab Galaksi.
"Kalau gitu isiin saldo aku dong, ga banyak kok, delapan juta aja." Luna menarik kepalanya dari rengkuhan Galaksi dan melihat sorot mata abangnya yang terlihat terkejut itu.
"Buat apa?" Tanya Galaksi sedikit kaget.
"Buat beli gulali," sindir Luna, matanya berbinar melihat penjual gulali didekat pohon kelapa.
"Beli gulali delapan juta?" Galaksi tidak habis pikir dengan adiknya itu.
"Iya dong, manatahu aku bisa beli sama tukangnya, ganteng tu soalnya." Luna menunjuk ke arah penjual gulali.
"Bocil ingusan!! Ingat udah punya Septian lohhh!!!" Pekik Galaksi.
"Kak Septian ga disini bang, jadi aku bebas." Luna berlari mendekati penjual Gulali.
"Bocil stres!!" Cibir Galaksi menikuti adiknya itu.
"Bang, gulalinya dong tiga," kata Luna pada penjualnya.
"Dek, kan kita cuma berdua kenapa beli tiga?" Tanya Galaksi terheran heran.
"Ihh ini punya aku tiganya kalau abang mau beli punya abang," kata Luna pergi meninggalkan Galaksi setelah mendapatkan tiga gulali.
"Eh Cil, kok ga dibayar?" Tanya Galaksi.
"Pake uang yang Delapan juta itu aja bang, sisanya transfer ke rekening Aku ya!!" Teriak Luna sama sekali tidak merasa bersalah dan berdosa
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIRIN🦋
Teen Fiction"Bermainlah denganku" "Bermain?" "Cluenya ia sudah mati di kepala, tetapi belum di makamkan hanya karena ia masih bernyawa." "A-Apa?" "Ambil waktu sebanyak yang kau butuhkan, lalu pecahkan dan menangkan."