Labirin🦚 bab 6

64 35 12
                                    

Septian mengusap wajahnya kasar, ia terlihat mondar mandir ke kiri dan ke kanan, ia sangat cemas memikirkan keadaan Luna saat ini. Apakah gadis itu baik baik saja? Pasalnya ia terlihat sangat sedih dan tidak bersemangat latihan sewaktu mendengar bahwa Arutala telah melabuhkan hatinya pada cinta yang lain.

"Gimana keadaan Luna, sekarang!! Kenapa aku ga tenang," gumam Septian, ia meremas rambutnya Frustasi.

Ia mengambil benda pipih di atas nakas, mencoba untuk menghubungi Lalunna, namun sayang nomor lalunna tidak aktif.

Kemudian ia mengirimkan pesan pada Lalunna.

Anda|| Lun? Kamu gapapa, kan?"

Pesannya Terlihat ceklis satu, Septian mengerutkan keningnya heran, ia menjadi bingung sekarang mengapa ia menjadi seperti ini? Seperti anak ayam yang kehilangan induknya, resah!!.
Septian mencoba menepiskan pikirannya yang tidak tidak, pasti ia hanya mengkhawatirkan gadis itu sebagai juniornya saja.

"Cepat balas chat kakak, Luna..." lirih Septian memandangi room chatnya dengan Luna.

╰⁠(⁠⸝⁠⸝⁠⸝⁠'⁠꒳⁠'⁠⸝⁠⸝⁠⸝⁠)⁠╯

Galaksi mendengar suara pintu Ruang UDG terbuka, ia segera bangkit dan menghampiri Sang Dokter, Jantungnya terasa mau copot saja, ia gemetaran takut jika harapannya tidak sesuai dengan kenyataan, matanya sangat terpancar jelas bagaimana ia mengharapkan kabar bahagia tentang keadaan Luna saat ini.

"Gimana keadaan, Luna. Dok?" Tanya Galaksi tergesa.

"Apakah pasien adik kandung anda?" Tanya Dokter menautkan kedua alisnya.

"Iya, Saya Galaksi. Abang kandung dari Luna Dok, gimana keadaan adik saya,"

"kondisi pasien saat ini tidak dalam keadaan yang mengkhawatirkan, namun tubuhnya masih lemah dan pasien belum juga siuman saat ini," kata Dokter menjelaskan keadaan Luna.

Galaksi menghela napas lega, syukurlah bahwa Luna tidak dalam bahaya, jika tidak. Maka sudah dapat dipastikan bahwa Galaksi akan memberikan Reii pelajaran.

"Berarti nyawa adik saya tidak dalam keadaan yang bahaya kan Dok?" Tanya Galak memastikan sekali lagi.

"Pasien tidak dalam bahaya sekarang, namun saya menemukan bekas Luka di tubuhnya. Kalau menurut saya itu seperti bekas cambukan." Dokter menatap lekat lekat Galaksi sebelum akhirnya melanjutkan bicara. "Apakah pasien korban kekerasan?" Tanya Dokter.

"Baiklah Dokter, terima kasih. Tolong rawat adik saya dengan baik, pastikan adik saya mendapatkan perawatan yang terbaik, saya akan bayar berapa pun biayanya," cicit Galaksi tanpa menjawab pertanyaan Dokter.

Dokter menghela napasnya panjang, mungkin Galaksi tidak ingin bercerita pada Dokter.

"Pasien harus menginap untuk dirawat, saya akan memindahkan pasien ke ruang rawat," ucap Dokter.

"Baiklah kalau begitu Dokter, saya akan urus administrasinya," ucap Galaksi Lalu pergi meninggalkan Dokter itu.

Pukul 00:03.

Drttt Drtt

Telepon Galaksi berdering, ia melihat nikename penelpon sejenak sebelum akhirnya mengangkat telepon itu.

'Halo, Galak. Gimana keadaan dia?" Tanya seorang wanita dari sebrang sana, terdengar jelas bahwa ia gemetaran mungkin karena khawatir dan cemas.

"Luna udah gapapa sekarang, dia lagi tidur," jawab Galaksi memberitahu.

'Terus kabari tentang keadaannya, yah!!'

"Pasti."

Telepon terputus, Galaksi menatap Luna lekat lekat, matanya berkaca kaca menahan sesuatu agar tidak Jatuh, "Maaf, Lun. Abang gagal jagain kamu." Tangisnya pecah seketika, ia membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara, ia tidak ingin membuat Luna terbangun akibat tangisnya, ia sudah mati matian menahan dirinya agar tidak nangis. Namun, sial, air mata ini muncul tanpa diminta.

"Harusnya abang ga pergi latihan tadi, kalau Abang dirumah pasti bisa lindungin kamu." Galaksi memukuli kepalanya berkali kali, ia merasa gagal menjaga Luna dari Reii, begitu tega pria itu memperlakukan darah dagingnya seperti ini, sangat kejam. Apakah ia sudah tidak penya rasa peduli sedikitpun pada Luna, bahkan saat Luna dibawa kerumah sakit seperti ini pun ia masih tidak peduli pada Gadis itu.

"Gue Gagal!!"

"Gue Gagal jagain adek gue!! Gue ga pantas disebut abang!!" Batin Galaksi berteriak, ia hancur melihat keadaannya diikat seperti tadi dipohon. "Andai abang bisa gantiin posisi kamu, Lun. Kamu cewe yang kuat, kamu mampu bertahan sampai saat ini, kamu kuat, Lun, abang tahu mental kamu pasti hancur banget kan dek, hati kamu hancur disakiti sama cinta pertama kamu." Galaksi diam sejenak. "Gak, abang salah. Dia bukan cinta pertama kamu, cinta pertama harusnya melindungi kamu, seorang ayah harusnya menjadi perisai untuk anak perempuannya, tapi papa malah sebaliknya sama kamu, Lun." Galaksi terisak perih, ia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya membuat Reii sadar akan perbuatannya bisa berdampak sangat buruk bagi kesehatan juga mental, Luna. Galaksi mengusap air matanya kasar, saat dilihatnya Luna air mata Luna berhasil lolos, apakah Luna mendengar dirinya menangis? Ah--- lelaki itu sudah kelepasan menangis dihadapan adiknya.

"Lun?" Panggil Galaksi menggenggam jari jemari Luna. Namun, gadis itu masih setia menutup matanya, hingga bibirnya bergerak seperti ingin berbicara.

"Sakitt... pah, Lu-Luna minta maaf karena hasil ulangan Luna, rendah. Luna, Luna janji belajar lebih giat lagi... tapi jangan pukuli, Luna pah... Luna ga tahan dipukulin terus... Luna capek pah..." isakan tangis Luna pecah begitu saja.

Galaksi menatapnya sangat sakit, seperti ada belati tajam menusuk jantungnya dengan brutal, namun ia juga tertekun jadi Reii memukul Luna karena hasil ujiannya bukan karena seseorang yang bahkan tidak ingin ia pandang itu. Setiap mengingat monster itu darah Galaksi selalu mendidih dibuatnya.

"Lun, abang disini, abang bakal jagain kamu, Lun," ucap Galaksi menciumi punggung tangan gadis itu, pasti sangat sakit sekali apa yang dirasakan oleh Luna sampai sampai harus terbawa ke bawah alam sadarnya, Luna mengigau didalam tidurnya.

"Papah benar benar ga punya hati, tega papah bikin Luna sesakit ini!!" Galaksi mengatupkan rahangnya kuat, terlihat urat urat lehernya tercetak jelas.

"Luna sayang papah... Luna janji bakal buat papah bangga sama Luna suatu saat nanti, Luna pengen peluk papah yang erat benget, tapi Luna takut papa marah lagi sama Luna, tolong jangan benci sama Luna, hati Luna sakit ngeliat tatapan benci papah setiap hari ke Luna," Ucap Luna masih mengigau, air matanya mangalir sangat deras, Galaksi menatap Luna, lalu memejamkan matanya, kepalanya sudah terasa sangat berat, ia menggelengkan kepalanya berkali kali berharap rasa sakitnya menghilang. Ia membuka matanya perlahan. Mengelus kepala Luna dengan sayang.

╰⁠(⁠⸝⁠⸝⁠⸝⁠'⁠꒳⁠'⁠⸝⁠⸝⁠⸝⁠)⁠╯

Pagi ini Galaksi sudah sampai di sekolah Luna untuk mengantarkan surat sakit gadis itu kepihak sekolah, agar sekolah dapat memaklumi ketidakhadiran Luna.

"Selamat pagii bu.." sapa Galak pada guru piket.

"Pagii, siapa yah?" Tanya guru Piket.

"Saya Galaksi, bu. Abangnya Luna, kedatangan saya kesini ingin memberi surat sakitnya Luna," ucap Galaksi memberikan amplop berisikan surat.

"Lunanya sakit apa, Galak?"

"Engga parah kok buu, kata dokter cuma kecapean... tapi harus dirawat dirumah sakit dulu... biar keadaan Luna cepat membaik buu," jawab galaksi tersenyum kecil.

"Rumah sakit mana kalau boleh tahu?"

"Citra medika bu."

"Yasudah kalau begitu, titip salam sama Luna ya, cepst sembuh,"

"Makasih ya buu... nanti saya sampein ke Luna kalau begitu saya pamit dulu, assalamualaikum bu" pamit Galaksi membungkukkan sedikit badannya.

"Walaikumsalam, nak."

"Luna masuk rumah sakit?" Gumam seseorang membeku ditempat.

╰⁠(⁠⸝⁠⸝⁠⸝⁠'⁠꒳⁠'⁠⸝⁠⸝⁠⸝⁠)⁠╯

LABIRIN🦋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang