Happy reading all
Chapter 4
“Bodoh,” pikir Maza, kata itu terus terngiang di kepalanya. Hari ini terasa begitu tidak masuk akal. Dia berada di dunia ciptaannya sendiri—dunia fiksi yang selama ini hanya ada di buku catatannya.
Tanpa sadar, alur cerita sudah berjalan sejak pagi tadi. Kejadian di taman pantai membuktikan itu. Ia bahkan mendengar dialog tokoh ciptaannya sendiri, tapi alih-alih menyadarinya, ia malah berpikir mereka punya ilmu cenayang.
Brak!
Pintu kamar ditutup dengan keras. Beruntung hanya dia yang ada di dalam rumah, jadi dia bebas membuat kebisingan tanpa merasa bersalah pada bunda atau ayahnya.“Sumpah gue goblok banget. Dasar bodoh. Andai tadi gue langsung ngerti kalau mereka itu tokoh gue,” Maza menggerutu pada dirinya sendiri, berharap waktu bisa terulang kembali.
“Kan kalau gue tahu itu Ardian, gue bisa langsung panggil dia dan ajak kenalan,” Ia membayangkan hal yang sudah pasti tidak akan terjadi.
"Ide yang sangat buruk dan gue bersyukur itu tidak terjadi."
Suara itu tiba-tiba menggema lagi di sela-sela halusinasi Maza.
“Ide buruk? Kenapa?”"Coba aja lo pikir dulu sebelum bertindak. Hal itu bisa menghancurkan alur cerita kalau lo ngajak kenalan mereka yang lagi jalanin dialog buatan lo. Dan lo bodoh kalau lo panggil-panggil dia sementara dia nggak kenal lo, kecuali kalau lo punya alasan yang masuk akal buat kenal dia tanpa dia kenal lo."
Maza mengangguk, menandakan dia paham. "Oke, makasih peringatannya. Oh, gue mau tanya satu hal."
"Kenapa SMA di fiksi gue sama persis di dunia nyata gue, terus jalan menuju ke sana juga sama persis?"
"Oke, bakal gue jelasin, tapi sebelumnya lo duduk dulu deh. Kasihan gue liat lo berdiri terus di belakang pintu."
Maza langsung duduk di atas kasurnya. "Udah, cepat jelasin!" ujarnya tak sabaran.
"Gambaran di dunia ciptaan lo itu sesuai dengan apa yang lo bayangin."
"Oh gue tahu! Kan gue bayangin SMA Nelson itu sama persis kayak SMA gue, iya kan?"
"Hemm, juga tokoh-tokoh ciptaan lo."
"Ya... Ardian ganteng, sesuai harapan gue," ia senyum-senyum sendiri.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu mendadak membuyarkan angan-angannya. Maza beranjak dari duduknya dan membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
"Eh bunda, bunda tadi habis dari mana?" Elgi tersenyum melihat anaknya yang juga tersenyum.
"Bunda habis dari tokonya ayah," Elgi merapikan rambut Maza yang sedikit berantakan.
"Ke toko? Tumben bun."
"Bunda bantuin ayahmu tutup toko. Nanti waktunya belanja bulanan, kamu mau ikut gak? Kalau kamu ikut, nanti kita bawa mobil."
Maza berpikir sejenak, "Nggak deh bun, Maza nitip aja."
Elgi mengerutkan keningnya mendengar jawaban Maza. "Kamu masih sakit?" Ia memegang kening Maza untuk mengecek suhu tubuhnya. Suhunya normal, tidak panas dan tidak dingin.
"Nggak kok bun, Maza nggak sakit."
"Terus tadi pagi kok kamu kayak mau pingsan, kamu lagi syok? Kenapa?" Elgi terlihat khawatir mengingat kejadian tadi di SMA.
Maza terdiam, berpikir apakah dia harus menjelaskan tentang dunia fiksinya. Apa gue harus jelasin ke bunda fiksi gue ya? Eh, nggak, nggak. Bunda gue ada di depan gue, ini bunda gue beneran. Maza bergumam dalam hati.
![](https://img.wattpad.com/cover/365821013-288-k903665.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PENSILPENGHAPUS DALAM FIKSINYA
Fiksi Remaja‼️FOLLOW SEBELUM BACA‼️ (On going) Ketika seorang penulis masuk ke dunia karangannya. Kedenger sangat mustahil. Tapi tidak disangka. Ternyata hal itu dialami oleh seorang gadis bercita cita penulis ini. Namanya Maza. Kemustahilan itu tidak lah pasti...