#Eighth Page

7 2 0
                                    

Kelas XI MIPA 4 sedang tidak baik-baik saja. Pertengkaran hebat Gara dengan salah satu anak IPS membuat kelas mereka menjadi ramai seketika.

Tidak ada yang berani melerai keduanya bahkan hampir semua yang melihatnya malah memvideonya atau bahkan memberikan semangat.

Echa menopang dagunya dengan tangan kiri di meja. Rasa kantuknya hilang seketika akibat perkelahian dadakn di kelasnya. Pemandangan ini tentunya bukan hal baru baginya, entah apapun alasannya ia hanya ingin menikmati hiburan gratis didepannya saat ini.

"Yaelah Gar, masa lo kalah sih?"

"Wih, keren banget lo Bri, mantep gua dukung lo!"

Teriakan dan sorakan itu sangat mempengaruhi emosi keduanya. Wajah keduanya kini sudah sama-sama penuh dengan luka lebam namun belum ada yang mau berhenti.

"Astaga, Brian!" Pekik seorang gadis yang menerobos kerumunan. Ia mencoba memisahkan kedua mahluk yang tengah berkelahi.

"Ae, awas!" Teriak Echa sembari berdiri dari duduknya saat gadis yang yang ia kenal mencoba melerai keduanya.

Bugh!

Benar saja, tubuh kecil Aeza terdorong hingga membentur meja guru dengan cukup keras belum lagi gadis itu mendapat bogeman keras sebelum membentur meja namun sialnya kedua lelaki yang tadinya diam memperhatikan Aeza malah melanjutkan perkelahian mereka seolah tidak terjadi apa-apa.

Echa mengepal kuat kedua tangannya kemudian melangkah lebar mendekati keduanya. Tanpa basa-basi gadis itu langsung menonjok mereka secara bergantian hingga mereka terkapar di lantai.

"Cari tempat lain, sialan!" Makinya kemudian berjalan menuju ke arah Aeza yang tengah meringis kesakitan.

"Bodoh banget, lain kali nggak usah ikut campur." Marah Echa yang langsung memapah tubuh Aeza menuju ke UKS. Parah siswa yang berkerumunan memberi ruang pada keduanya dengan rasa iba sekaligus takut pada Echa.

Brian mengelap darah yang keluar dari sudut bibirnya, tatapannya beradu dengan Gara sang rival. Ia kemudian bangkit keluar dari kelas itu tanpa memperdulikan tatapan disekitarnya.

"Ck, ngapain kalian masih disini, hah?" Teriak Gara yang langsung membuat mereka berlari meninggalkan kelas itu. Ia berdecak kecil kala mengingat Echa yang kembali mempermalukan dirinya setelah sebelumnya saat gadis itu pertama kali masuk ke kelasnya.

***
Echa selesai memberikan salep pereda nyeri kepada Aeza. Luka di wajahnya tidak terlalu parah begitu juga dengan punggungnya yang hanya lebam namun bisa dipastikan akan memberikan bekas yang lumayan lama hilangnya.

"Matanya biasa aja, jangan gitu." Ucap Aeza setengah takut sembari menundukkan wajahnya.

Echa menghela napasnya pelan berusaha menormalisasikan kekesalannya. "Inget kata-kata gua, lain kali nggak usah ikut campur." Ucap Echa dengan pandangan mata yang seperti biasanya tidak penuh amarah seperti tadi.

"Ya kan tadi cuma anu-"

"Apa?"

Aeza menggelengkan kepalanya cepat. "Iya nggak lagi."

Brak!

Pintu dibuka dengan kasar oleh seseorang membuat atensi keduanya teralihkan ke pintu. Seorang gadis mengambil napas dengan rakus sebelum akhirnya melangkah mendekati mereka.

"Ae, gapapa?" Tanyanya dengan nada khawatir.

"Marahin dulu, baru tanyain kondisinya." Komentar Echa sembari menyandarkan punggungnya ke tembok.

Sementara Aeza mengerucutkan bibirnya mendengar kalimat yang terlontar dari mulut pedas Echa.

"Wkwkwk.... lain kali panggil anak OSIS atau guru aja, ok?" Saran Meysha sembari mengelus puncak kepala Aeza. Aeza menganggukkan pelan kepalanya.

"Btw, Cha. Boleh gua minta waktu lo buat ke ruang BK?"

Echa mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya kenapa dirinya terbawa dalam perkelahian mereka. Ia sadar betul kalau dirinya sudah memukul mereka tapi kalau bukan karena pukulannya mereka tidak mungkin berhenti, bukan?

"Sebagai saksi. Gua butuh kesaksian lo buat ngasih hukuman yang sepadan sama mereka."

Echa menghembuskan napasnya pelan kemudian mengangguk pelan. Ia mela gkah mendekat ke brangkar Aeza.

"Jangan kemana-mana, tetep disini." Peringat Echa. "Ayo!" Ajaknya yang langsung pergi keluar dari ruang UKS.

"Istirahat dulu, ga usah masuk kelas. Nanti gua izinin, bye sepet sembuh." Setelahnya Meysha ikut keluar dari ruang UKS menyisakan Aeza sendirian.

Aeza merebahkan tubuhnya di brangkar mencoba untuk tidur lantaran rasa sakit di wajahnya kembali menyerang.

*****
Tok

Tok

Tok

Ketukan di pintu membuat ceramah panjang sang guru BK terhenti. Ia menoleh ke arah pintu kemudian mempersilahkan masuk.

"Maaf Pak menganggu, ini Echa." Ujar Meysha sembari menunjuk Echa yang berdiri disebelahnya.

"Ouh iya... Echa, sebelumnya saya minta maaf karena melibatkan kamu. Tapi saya ingin tahu awal mula pertengkaran mereka. Kamu satu kelas dengan Gara bukan? Bisa kamu ceritakan secara detail tanpa menguranginya sedikitpun?"

Echa sempat melirik ekspresi Gara yang seolah memberikan isyarat padanya untuk tidak jujur. Apakah Echa akan menurutinya? Ouh tentu saja tidak, ia malah tersenyum smirk seolah menerima tantangan dari Gara.

"Baik Pak, dengan senang hati."

Echa duduk di kursi kosong bersama dengan Meysha. Ia kemudian mencerikan kejadian yang ia tahu dari awal hingga akhir yang berakhir membuat keduanya diskors selama sebulan penuh.

Echa merenggangkan tubuhnya karena tak terasa setengah jam lamanya ia berada di tempat keramat ini.

"Mey, gua duluan." Pamitnya pada Meysha yang masih berbincang dengan guru BK tersebut.

"Iya Cha, thanks."

Echa mengangguk kemudian melangkah pelan keluar dari ruangan tersebut. Bel masuk baru saja berbunyi bukannya langsung ke kelas gadis itu malah berbelok menuju ke UKS.

Tatapannya langsung berubah kala tak menemukan seorangpun disana. "Bandel banget kalau dibilangin."

Echa membanting pintu UKS dengan keras kemudian melangkah lebar menuju ke kelas XI IPS 1 dengan raut wajah yang tidak lagi bersahabat.

*****
Aeza baru saja menapakkan kakinya di kelasnya. Ia berharap Echa maupun Meysha tidak mengeceknya di ruang UKS. Ketinggalan satu mata pelajaran sudah membuatnya merasa tidak nyaman apalagi harus membolos sampai kelas berakhir.

"Cih, lemah lo kena tonjok doang padahal." Sindir Brian yang duduk di meja seolah memang menangi kehadiran Aeza. Memang yang memukul wajah Aeza adalah Brian lantaran gadis itu menghalanginya untuk memukul Gara sementara yang mendorong tubuh Aeza adalah Gara agar tidak menganggu perkelahian mereka.

Aeza mengerutkan keningnya tidak mengerti. Bukankah seharusnya lelaki itu meminta maaf kepadanya? Kenapa sekarang seolah malah menyalahkannya?

"Maksud lo?"

"Halah, gak usah sok polos lo. Lo sengaja kan nyuruh temen lo ngomong kek gitu biar gua di skors? ANJ*** LO!" Teriak Brian membuat Aeza memejamkan matanya sejenak.

"Gua benar-benar nggak ngerti lo ngomong apaan dan lagi, muka gua jadi kek gini lo nggak ada rasa bersalahnya gitu?"

"Cih, alay lo."

"Lo-"

"Di skors doang kek nya kurang ya buat lo? Mau gua tambahin jadi dikeluarin dari sekolah ini?" Echa tiba-tiba muncul dari belakang membuat Brian mengepal kuat kedua tangannya.

Ia mengambil tas ranselnya kesal kemudian pergi dari sana sembari dengan sengaja menbrak punggung Aeza hingga gadis itu meringis pelan.

"Woy!" Teriak Echa.

"Udah, gapapa." Ucap Aeza sembari menahan lengan Echa.

Echa menatap Aeza dengan tatapan tajamnya. Aeza yang tahu akan kesalahannya hanya bisa menunduk takut.

****************************************

My Happiness?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang