Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Aroma masakan yang lezat menyeruak kedalam indra penciumannya. Gadis dengan jepit kupu-kupu dikedua sisi rambutnya siap untuk menyantap masakan sang Kakak. Mangkuk telah ia susun di atas meja makan, dilengkapi sendok dan garpu.
Karena bosan menunggu, gadis itu menaikkan kedua kakinya keatas kursi, kemudian memeluknya dengan erat. Terlihat seperti anak yang menunggu kedatangan orang tuanya dibawah derasnya hujan.
Shaka memperhatikan adiknya yang sudah tak sabar untuk memakan masakannya. Ya walaupun hanya sekedar mie rebus dengan toping telur, sosis, dan tahu. Ia menuangkan mie tersebut kedalam mangkuk adiknya terlebih dahulu baru menuangkan mie kedalam mangkuknya.
Shekeyna merubah posisi duduknya, menuangkan air putih kedalam gelas. Kemudian mengadahkan kedua telapak tangannya dan berdoa sesuai agama yang dianutnya.
Shekeyna meneguk segelas air yang di pegang olehnya. Tangannya mulai mengambil garpu dan sendok untuk digunakan sebagai alat bantu untuk memudahkan menyantap makanan.
Mie tergulung sempurna pada garpu, Shekeyna membawanya menuju ke dalam mulut. Sungguh nikmat yang sangat hakiki, mie masakan kakaknya memang tak pernah diragukan lagi. Rasanya nikmat, sungguh nikmat.
"Laper?" Shaka terkekeh melihat ekspresi wajah adiknya yang terlalu berlebihan saat memakan masakannya.
"Banget!" Ujarnya sebelum menyeruput kuah didalam mangkuknya.
"Kenyang brow! Tidur ahh." Shekeyna mengusap perutnya yang kelebihan menampung makanan dan air putih.
"Bagus ya kalau habis makan langsung dibawa tidur?" tanya Shaka menghentikan aktivitas memakan mie nya.
"Ya habisnya Abang lama banget tengah malam baru pulang udah tau adeknya laper! Jadi habis makan tidur aja, kan udah ngantuk." Protes Shekeyna. "Ehk tapi makan mie tengah malam tuh enak tau, kaya ada vives serem dan nikmatnya."
Ya jujur saja makan mie pada saat malam hari memang terasa enak, karena cocok dengan udaranya yang dingin.
"Vives?" Shaka mengerutkan keningnya. Setahunya tak ada bahasa seperti itu atau ada bahasa baru yang diciptakan anak-anak seusia adiknya. Sepertinya tidak, mungkin saja adiknya yang salah berbicara.
"Iya loh kaya suasana gitu bang! Masa gitu doang nggak tau." Shekeyna mengangkat dagunya angkuh.
"Vibes cantik." Sebelum melingkarkan tangannya pada leher kecil adiknya, ia memberi jitakan pada kening Shekeyna hingga sang empu memekik.
"Sakit bang!"
"Bodo amat."
"Aku telepon mama nih!" Katanya seraya berusaha melepaskan tangan kekar milik sang Kakak.
Mendengar ancaman Shekeyna, Shaka memindahkan tangannya kedalam saku celana. "Udah sana tidur."
Shekeyna bergeming tanpa mengindahkan perintah Kakaknya. Tiba-tiba saja ia teringat dengan ibunya, bagaimana keadaannya saat ini, sudah lama Anita tak memberi kabar pada mereka berdua, menghubungi mereka pun hanya sekedar memberi tahu bahwa ia telah mentransfer uang pada anak-anaknya, tak lebih.
Keluarganya tak seharmonis keluarga diluar sana. Sejak Shaka menginjak usia lima belas tahun, ayahnya pergi meninggalkannya, dan memilih untuk tinggal bersama wanita lain. Dengan begitu Anita memutuskan untuk mencari pekerjaan di luar negeri agar bisa menghidupi keluarga kecilnya. Gajinya juga lumayan besar. Namun dengan begitu, kehangatan pada keluarganya berkurang.
"Bang kapan Mama pulang? Aku kangen dipeluk sama Mama. Kalau boleh milih, aku mau milih hidup seadanya tapi Mama ada disini, percuma dikelilingi dengan harta kalau kasih sayang dari Mama kurang." Matanya mulai berkaca-kaca. Rasa rindunya terhadap sosok sang ibunda benar-benar tak bisa dijabarkan.
"Besok kita telepon mama, sekarang tidur udah malam." Shaka mengelus puncak kepala Shekeyna kemudian mengecup kening adiknya sebelum menuntunnya menuju kamar adiknya.
•°•°•°
Semilir angin malam menerpa wajah sosok yang duduk di risban halaman depan rumah. Wajahnya datar, tak berekspresi, menatap room chat yang tak ada balasan sama sekali. Beberapa kali Shaka mencoba menghubungi ibunya, namun nihil usahanya hanya sia-sia, telepon nya tak diangkat. Bahkan pesannya pun tak dibalas, padahal centang pada room chat tersebut menunjukkan centang dua.
Shaka menarik nafas panjang, lantas menghembuskannya pada detik berikutnya. Tangannya menekan ikon galeri pada ponselnya, lalu menggerakkan ibu jarinya keatas mencari satu foto yang menurutnya sangat berharga. Tampak dirinya dan Shekeyna saling berpelukan, serta kedua orang tuanya yang tersenyum ria, foto itu diambil seminggu sebelum ayahnya menikah dengan perempuan lain.
Ekspresi wajah Shaka tak terbaca saat memandang foto itu. Senyuman ayahnya benar-benar palsu, dibalik sikap lemah lembutnya terhadap Anita, ternyata itu hanyalah sekedar topeng semata untuk menutupi hubungannya dengan wanita lain.
Shaka mengusap wajahnya. Tak terasa langit sudah terlihat begitu gelap. Ia melihat jam pada ponselnya, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 malam, pantas saja rasa kantuk telah menyerangnya dengan begitu hebat.
Shaka berdiri dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkan halaman rumah. Pintu dibukanya secara perlahan agar Shekeyna tak terbangun dari tidurnya. Setelah membuka pintu, Shaka kembali menutupnya dengan rapat dan menguncinya. Ditengah-tengah perjalanannya Shaka tersenyum hambar. "Bara sialan!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Maaf pendek ceritanya hehe😆
Santai part selanjutnya bakal dikasih bonus part😘
Pantau terus ya!
Sekian terima gaji 🤝🏻💰
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Months
Teen FictionBagaimana jadinya, jika seorang Shea Gabriellea Mahesa harus berurusan dengan cowok cuek yang dinginnya melebihi kulkas 2 pintu? Ini terjadi karena gadis itu terlalu ceroboh. Gara-gara menikmati kue jahenya sembari bersepeda, Shea tak sengaja menab...