7. Airlangga dan Kisahnya

76 50 4
                                    

.
Happy reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sepasang manik mata indah milik Shea menatap kagum seisi ruangan yang terlihat rapi, bersih, dan ruangannya yang wangi. Bagaimana bisa rumah sebesar ini bisa terurus dengan baik.

Berbanding balik dengan rumah miliknya, rumahnya selalu tak enak dipandang jika terlalu lama. Bukan berarti Shea termasuk kedalam golongan gadis pemalas,  tidak. Hanya saja jika Sandra tak ada, kondisi rumah itu akan terlihat sangat begitu kacau.

Meja diseberang sana mampu menarik perhatian Shea. Dia melangkah, menghampiri meja berwarna putih terang. Tangannya mengambil foto yang terletak di atas sana, netranya memperhatikan satu persatu orang yang terpampang disana.

"Ka?"

Pundak Shea terangkat karena terkejut, untung saja bingkai foto yang digenggamnya tidak terjatuh.

"Ngapain?" Shekeyna melangkah-berdiri di samping kanan Shea, melihat tangan Shea yang masih menggenggam foto keluarganya.

"Liat ini." Shea tersenyum seraya meletakkan kembali foto tersebut pada tempatnya.

Shea memundurkan langkahnya, sedikit menjauh dari depan meja. "Oh iya, orang tua kamu pada kemana?"

Shekeyna tersenyum hambar. Andai Shea mengetahui betapa busuk kedua orang tuanya, mungkin Shea akan menarik kembali pertanyaannya.

"Pergi dan nggak akan pernah kembali. Walaupun mereka berdua kembali, semuanya nggak akan kembali seperti semula kan ka?" Shekeyna menatap wajah Shea, berharap orang yang berada dihadapannya mau menjawab pertanyaannya.

Dahi Shea mengerut. Melihat perubahan wajah Shekeyna yang secara drastis berubah menjadi lesu.

"Aku rasa kaka paham apa yang aku maksud" sekejap ia menundukkan kepala. "Di saat aku membutuhkan sosok ayah, justru dia menikah dengan wanita lain, dan ibu hanya mementingkan pekerjaanya tanpa ingin memberi kabar, walau hanya sekedar menyapa."

Shea merasa dihantam oleh bebatuan besar yang jatuh dari atas sana. Ia sudah lama mengenali Shekeyna, namun mengapa ia baru mengetahui bahwa kehidupan gadis ini penuh dengan kepahitan.

"Kamu yang sabar ya, semua ini udah ada yang ngatur, kamu tinggal ikuti aja alurnya." Shea mendekati Shekeyna, merangkul pundak gadis itu. "Positif thinking, kemungkinan ibu kamu nggak sempat ngasih kabar karena pekerjaannya terlalu banyak... Jadi ibu kamu sibuk Key." 

"Sesibuk dan sepenting itu ya, sampai nggak ngasih kabar sama anaknya sendiri selama berbulan-bulan?" Shekeyna kembali bertanya.

"Aku nggak tau, yang jelas ibu kamu kerja untuk menghidupi kamu juga kan? Harusnya kamu bersyukur, masih punya kedua orang tua."

"Udahlah ka, nggak perlu dibahas lagi. Niat awal kaka ke sini kan buat bujuk abang Keyna, ya kan?" Gadis itu kembali menyunggingkan senyuman manisnya.

Shea membalas kembali dengan senyuman. Ia kagum betapa hebatnya gadis ini, dia mampu menutupi semua luka lara hatinya hanya dengan sebuah senyuman.

"Let's go! Kita ke dapur." Shekeyna langsung menarik tangan Shea, membawanya menuju dapur.

Sesampainya di dapur, mata Shea kembali dimanjakan oleh ruangan yang terlihat rapi. Dinding didominasi warna abu terang, peralatan dapur disana tersusun dengan baik, bahkan ada tanaman hias di setiap sudut ruang.

Two Months Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang